Vanya berada di ruang manager, dia sangat senang melihat kerja Anthony yang rapi. Catatan peserta seleksi karyawan ditulis secara mendetail, sehingga memudahkan Vanya untuk memilih karyawan baru.
"Busyeeett!!! Tulisan tangan Tony rapi sekali, aku saja kalah bagus dengannya," puji Vanya, dia mengaguminya dalam diam.
"Dia berbakat sekali!! Apa ijazah terakhirnya ya?? Apa dia lulusan universitas?" gumam Vanya penasaran, seakan dia tidak percaya jika Anthony hanya lulusan SMA.
Vanya tersenyum sendiri membayangkan wajah Anthony, debaran hati Vanya pun kembali muncul.
"Astaga Vanya!!! Sudah berhenti memikirkan Anthony!!! Ingat posisimu sebagai suami orang!!" umpat Vanya kepada dirinya sendiri.
"Hufstt!!! Suami orang ya!! Kenapa aku jadi kesal mendengarkannya??" gumam Vanya sambil menghela napas dengan berat hati dia sangat menyesali status yang tidak diinginkan itu.
Dia tidak tahu bahwa Anthony tidak keberatan sama sekali dengan statusnya, Vanya pun mengalihkan pikirannya dengan membayangkan makan kue jeruk yang segar, dia segera menyelesaikan pekerjaan dan segera makan makanan manis.
Anthony sendiri sedang bingung, dia sedang menghabiskan sisa waktu istirahatnya di belakang bangunan dapur dengan merenung.
"Hah!!! Uang 5 juta ini untuk apa? Kenapa Vanya masih kekeh ingin memberikan uang ini kepadaku??" gumam Anthony.
"Ton!! Ngapain kamu disini?" tanya Jarot, dia sendiri sedang istirahat dengan mengisap rokok sebatang.
Lamunan Anthony buyar dengan kedatangan Jarot, dia segera menimpali perkataannya itu, "Cari angin, Rot. Udara di belakang sini sejuk sekali!!"
Jarot pun mengedarkan pandangan, bangunan dapur tembus ke area parkir itu memang rindang. Setelah lahan parkir, di sisi parit ditanami pohon jambu, dan beberapa pohon lainnya, depan parit itu sudah jalan raya. Jadi jika mau ke restoran itu bisa lewat jalan samping, biasanya kalau pengunjung penuh pintu masuk akan dilewatkan dari depan, dan pintu keluarnya dari samping tadi.
"Iya, aku juga suka nongkrong disini. Mau rokok, Ton?" tanya Jarot sambil menyodorkan bungkus rokok.
"Tidak, Rot. Terimakasih," jawab Anthony tersenyum.
"Ech Ton, aku dengar kemarin pak Narwan hampir memecatmu gara-gara aduan Junet, ya?? Apa sih masalahnya, aku pengen dengar langsung dari kamu?" tanya Jarot ingin tahu.
Anthony menceritakan kejadian di dalam ruang manager itu, dia sudah mempercayai Jarot. Anthony pun tidak kuatir jika ceritanya berubah setelah memberitahunya, karena tidak mungkin dia melakukannya. Jarot yang mendengarkannya saja kesal, apalagi dengan Anthony.
"Si Brengsek muka dua itu!!!" umpat Jarot untuk ke sekian kalinya kepada Junet, dia mendendam sejak kejadian sepatu berlumpur itu.
"Kenapa sih Ton. Kamu masih membiarkan dia begitu saja?? Seperti waktu itu, kamu sengaja dikunci Junet di gudang. Kenapa kamu tidak mau memberi dia pelajaran?? Padahal waktu itu aku sudah ingin membantumu?"
"Muka Dua itu sudah berkali-kali loh, Ton!!! Apa kamu tidak merasa tersinggung!!!" protes Jarot keras.
Anthony pun mencoba memadamkan api membara yang menyulut emosi Jarot, dia pun berkata,
"Sudahlah Rot. Buat apa menghabiskan tenaga untuk si Muka Dua?? Aku ingin dia mendapatkan ganjaran atas perbuatannya sendiri."
"Haduh Ton!!! Sampai kapan kamu mau ditindas terus!!!"
Jarot semakin marah dengan jawaban Anthony, dia jadi tidak selera merokok dan membuangnya begitu saja.
"Sudah!! Sabar Rot. Aku terkesan dengan tanggapanmu, tapi tetap sabar ya!! Ingat kamu sudah kena hukuman sebelumnya, jadi untuk sementara jangan berurusan lagi dengan Jarot," ungkap Anthony.
Perlahan amarah Jarot kembali normal, dia sudah bisa berpikir jernih. Anthony melihat jam yang ada di tangannya sudah waktunya dia kembali bekerja.
"Ayo balik, Rot!!" ajak Anthony sambil menepuk pundak Jarot, dia senang ada teman yang benar peduli dengannya setelah Sean.
Mereka pun kembali bekerja, waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa jam pulang sudah dekat.
Vanya berpapasan dengan Anthony saat dia keluar dari toilet, mata hijau Anthony sangat memikat yang membuat Vanya tidak berhenti tersenyum. Vanya sudah lupa bahwa ingin menepis perasaannya, dia tidak sadar kalau dirinya sudah terpikat.
"TOP dah!!! Kamu memang benar-benar bisa diandalkan, Ton!!" puji Vanya sambil mengangkat kedua ibu jarinya.
Anthony pun menyambut senyuman Vanya, dia menimpali pujian Vanya dengan sangat senang.
"Apa ni!! Datang-datang sudah kasih pujian!!"
"Hehe, itu masalah karyawan baru. Kamu memang lihai dalam memilih karyawan. Aku sependapat denganmu dan sudah memutuskan siapa saja yang diterima," ungkap Vanya.
"Mulai besok mereka akan bekerja disini. Bimbing dia ya, Master!!" celoteh Vanya.
"Haha!! Kamu bisa saja, Vanya," timpal Anthony tersipu malu, dia menyembunyikan dibalik senyumannya.
Mereka sangat akrab sekali, jika bertemu mereka tidak memedulikan keadaan sekitar dan pasti tenggelam dalam obrolan yang mereka buat.
Orang yang suka hanya tersenyum melihat mereka, sebaliknya orang yang tidak suka merasa terbakar dengan amarah yang dibuat-buat.
Di tempat lain, Purnomo dalam perjalanan pulang dinasnya. Banyak sekali pesan yang dia terima, hampir semua berisi tentang kedekatan Anthony dengan Vanya. Entah itu berupa foto maupun Video.
Rekaman terakhir yang dia dapat adalah sebuah video yang memperlihatkan Vanya tertawa bahagia bersama Anthony. Kemarahan Purnomo memuncak, dia ingin cepat sampai dan menyeret Anthony jauh dari hadapan istri mudanya.
"Dasar Bedebah itu!!! Tidak bisa di diamkan lagi!!!" umpat Purnomo, dia mengepal tangannya dengan kuat. Tangan itu sangat gatal ingin segera meninju tepat di muka Anthony, lalu menertawakan kalau bisa memenjarakannya seumur hidup.