Chereads / My Journey with Mom (Bahasa Indonesia) / Chapter 23 - Pergi Ke Kota Ylora (4)

Chapter 23 - Pergi Ke Kota Ylora (4)

Setelah turun dari gendongan Ibunya, lantas Rendy langsung melaksanakan perintah Ibunya, mengajak Brady untuk pergi ke tempat makan. Sedangkan untuk Ibunya sendiri, dia masih harus tinggal di sana sebentar, sebelum akhirnya menyusul mereka sambil membawa dua mangkok yang berisi masakan dari kedua panci.

Gulai dan Soto, kedua masakan itulah yang dibawa Ibunya. Melihat ada masakan yang berasal dari Bumi pasti tersemat pertanyaan, bagaimana masakan dari Bumi bisa ada di dunia ini? Jawabannya sudah jelas ada di depan mata dengan adanya Rendy.

Sudah diketahui bahwa Bumi tempat tinggal Rendy merupakan peradaban yang sangat maju di segala bidang, terutama teknologi. Lalu dari peradaban yang sangat maju, Rendy harus berpindah ke dunia yang peradabannya sangat jauh tertinggal.

Untuk teknologi, ada atau tidak, tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari Rendy. Akan tetapi untuk kuliner, Rendy suka pilih-pilih, dia memiliki kebiasaan sakit perut bila makanan yang masuk ke dalam perutnya adalah makanan yang tidak disukainya.

Apalagi, masakan Ibunya menurut Rendy jauh dari kata enak. Entah itu memang Ibunya yang tidak bisa memasak atau kuliner di dunia ini memang adanya seperti itu. Terlepas apapun itu, masalah masakan Ibunya yang tidak enak dapat teratasi setelah Rendy menulis segala resep yang diketahuinya ke dalam sebuah buku, lalu memberikan buku itu kepada Ibunya.

Berkat buku itu dan keuletan yang tinggi, tidak ada lagi masakan buatan Ibunya yang tidak enak. Terbukti dari bagaimana Brady terlihat sangat menikmati makanannya. Saking menikmatinya, orang luar yang melihat Brady makan akan beranggapan bahwa Brady belum pernah mengisi perutnya selama seminggu.

Orang luar di sini tak terkecuali Rendy yang saat ini sedang duduk di kursi satunya, serta Ibunya yang baru saja tiba di meja makan. Mereka berdua kompak menatap Brady dengan wajah keheranannya. Sedangkan untuk Brady sebagai orang yang di tatap, dia baru menyadari tatapan mereka saat Sabrina menaruh kedua mangkuk itu ke atas meja.

[Ting! Tang!] Suara mangkuk dan piring saling bersenggolan.

Ukuran meja sedikit kecil, sementara ada banyak mangkuk dan piring di atas meja. Sehingga Sabrina harus menata piring dan mangkuk itu agar mangkuk yang barusan di bawanya muat di atas meja, dan saat menata, timbullah suara tersebut.

Suara itulah yang menyadarkan Brady akan tingkah lakunya yang tak tampak seperti seorang bangsawan. Sadar akan hal itu, Brady menghentikan tingkah lakunya yang kampungan itu, lalu melirik Rendy dan Sabrina dengan perasaan malu-malu.

"Maafkan sikap saya yang kurang sopan! Maklum, sudah 2 hari saya belum makan! Apalagi dengan semua masakan yang begitu lezat ini, mulut saya semakin tidak mau berhenti untuk menyantapnya!" Brady menerangkan alasan dibalik tingkah lakunya yang mirip seseorang belum pernah makan selama seminggu.

Alasan 2 hari belum makan cukup membuat Rendy dan Ibunya terkejut. Meski sama, berbeda reaksi diberikan oleh mereka berdua. Untuk Sabrina, dia hanya terkejut saja, setelah itu tak peduli lagi. Hal itu terlihat dari respons Sabrina yang tampak seperti formalitas saja. "Tidak apa-apa! Nikmati saja sepuasnya, anggap seperti makan di rumah sendiri!" Omongan Sabrina berakhir bertepatan dengan Sabrina selesai menata piring dan mangkuk.

Brady yang melihat itu, dan menyadari di sana tidak ada lagi tempat duduk yang kosong, tercetus niatan untuk menawarkan tempat duduknya. Sayangnya, niat itu tidak bisa terlaksana akibat Rendy memberikan respons atas ucapannya soal 2 hari belum makan.

"Pas ketemu denganku katanya kamu anak dari seorang Duke, bagaimana anak dari seorang Duke bisa sampai kelaparan selama 2 hari?! Yang lebih penting, bagaimana anak dari seorang Duke bisa ada di tempat seperti ini sendirian?!" Di jeda singkat ini Rendy tersentak, tiba-tiba menyimpulkan sesuatu dari kalimat yang barusan diucapkannya. "Mungkinkah, kamu anak haram yang dibuang di sini?!" Begitu saja kesimpulan itu diungkapkan, tanpa peduli bahwa ungkapan itu mengandung kata yang sedikit kurang pantas untuk diucapkan.

Benar saja, sekalinya mendengar kata 'Anak Haram', Brady tersedak hingga mengeluarkan Bakso yang sempat ingin dikunyah. Bakso itu meluncur keluar dari mulut Brady menuju ke tengah meja, yang mana di sana terdapat semangkuk Sup yang siap menampung Bakso itu.

Kurang beruntung, sepertinya bakso itu benar akan jatuh ke dalam mangkuk sup bila melihat kesibukan yang sedang mereka bertiga lakukan. Brady sedang menatap ke bawah setelah tersedak, untuk menenangkan batuk yang terjadi akibat tersedak. Sedangkan Rendy disibukkan oleh Ibunya yang ingin duduk di bangku miliknya, dan memang benar, sekalinya Ibunya sudah duduk di kursi dengan Rendy dipangkuannya, mereka berdua hanya bisa menonton bakso itu mencemari sup dengan air liur Brady yang ada di bakso.

"Ugh!!!" Kompak, secara bersamaan Rendy dan Ibunya mengekspresikan rasa jijik terhadap Sup tersebut.

Hanya bisa mengekspresikan saja, baik Rendy dan Ibunya belum ada kesempatan untuk membuang sup tersebut. Sebab di sisi lain, Brady mengajak bicara setelah dia berhasil mengatasi batuknya dengan segelas air minuman.

"Fatty Ren bisa aja kalau bercanda! Mana mungkin ada bangsawan membuang anak haramnya yang sudah sebesar ini?!" Senyum garing diperlihatkan Brady sebentar, sebelum melanjut omongannya kembali. "Yang benar, aku anak ke-2 dari Istri pertama ayahku! Tapi alasan mengapa aku bisa ada di sini juga tak jauh-jauh dari kata dibuang! Lebih tepatnya, Kakakku ingin menyingkirkan diriku agar dapat menjadi pewaris satu-satunya yang sah!" Saat menyebut kata 'Kakak', raut wajah Brady mengalami perubahan, serta kedua tangannya mengepal erat.

Di depan Brady, Rendy tampak biasa saja melihat kedua hal itu. Akan tetapi di dalam batin, Rendy mengerti satu hal, yaitu Brady mempunyai kebencian yang sangat mendalam terhadap kakaknya. Setelah mengetahui kebencian itu, mau tak mau Rendy mengaitkannya dengan ucapan Brady di awal bertemu dengannya. "Kalau begitu, apakah itu berarti bisnis yang pernah kamu sebut berkaitan dengan kakakmu, seperti membunuhnya mungkin?! Meski Ibuku dapat melakukannya dengan mudah, kami tidak ingin ikut terseret ke kubangan kotor!" Kubangan kotor yang dimaksud Rendy adalah hiruk-pikuk masalah yang dihadapi Brady dengan Kakak Laki-lakinya. Contoh masalah klasik di zaman kerajaan ini sudah pasti tak jauh dari kata perebutan warisan. Dalam pengalaman Rendy menonton film, orang luar yang bergabung ke dalam perebutan warisan keluarga tertentu selalu berakhir tidak baik, tanpa peduli orang yang didukung menang atau tidak.

Brady tahu kekhawatiran yang ada di dalam diri Rendy, itulah mengapa Brady langsung buru-buru melambaikan kedua tangannya untuk menyanggah omongan Rendy. "Tidak! Tidak! Tidak!" Tangan Brady kembali ke atas meja, dan dibarengi Brady melanjutkan omongannya. "Ini tidak akan berhubungan dengan bunuh-membunuh atau apapun yang akan merugikan kalian di masa depan! Aku cuma ingin memesan Pakaian Armor dengan Stat yang sangat tinggi dan... " Di jeda ini nada bicara Brady berubah sedikit malu-malu. "...i-itu e-eksklusif hanya untukku, tidak tersedia di pasaran! Apakah itu dimungkinkan?!" Tatapan Brady penuh kekhawatiran saat menatap wajah Rendy, khawatir permintaannya akan ditolak.

"Stat tinggi dan eksklusif?!" Gumam Rendy yang diikuti dengan ekspresi yang tampak seperti sedang mempertimbangkan suatu pilihan yang sulit. Memang Rendy sengaja memperlihatkan ekspresi seperti itu agar menambah nilai tawar di pihaknya. "Bisa sih! Tapi, harganya akan sangat mahal! Apa kamu yakin bisa membayarnya?!"

"Berapa kira-kira?!" Brady bertanya dengan sangat antusias, wajahnya juga berseri-seri, dikarenakan Rendy menyanggupi permintaannya.

Namun sepertinya, tidak ada kata mulus bagi Brady untuk mendapatkan keinginannya. Penyebabnya, apa lagi kalau bukan Rendy. Kesalahan bagi Brady, bertanya harga setelah si pedagang yang tak lain adalah Rendy mengetahui latar belakang Brady yang seorang bangsawan. Tentunya, bangsawan sudah pasti kaya, Rendy tidak akan memberinya harga murah.

"Hmm... mari kita lihat!" Sekali lagi Rendy berakting, berlagak menghitung sesuatu menggunakan jari-jemarinya. Padahal, di kepala Rendy, dia sudah punya harga yang ingin dipatok. "Mungkin 100 juta koin emas! Tapi, harga itu belum pasti! Masih bisa berubah, tergantung harga bahan di kota!"

Sunyi nan hening, setelah Rendy menyebut harga, tidak ada suara sama sekali. Brady diam kaku tak bergerak, dan anehnya, Ibunya juga ikutan. Waktu bukan sedang berhenti, melainkan mereka berdua terkejut dengan harga yang dipatok Rendy.

Related Books

Popular novel hashtag