Setelah puas melihat pemandangan dan Iyan telah menceritakan penjalannya menuju ke tempat tersebut pada Charl, telepon pun harus mereka akhiri karena Charl harus bersiap-siap ke sekolah.
"Pacar, lo, Yan?" tanya Aldo asalan, kata pacar seperti tiada beban mengalir di mulutnya.
"Bukan, kan gue udah bilang gak mau LDR."
"Jadi mantan pacar, lo?" timpal Aldo.
"Bukan, pacar, atau apapun itu sama sekali bukan, dia cuma teman baik gue,"
"Tapi, lo suka, kan?"
"Ngaco."
"Padahal cantik, sayang kalau jadi punyanya orang."
"Iya, lah jelas cantik, matanya abu-abu, rambutnya pirang, lo berdua kalau liat Charlotte secara lansung pasti kesambet."
"Akun Ignya apa? Gue mau follow."
Iyan dengan cepat menyita ponsel Adam dan mengetikkan nama akun istagram Charl di kolom pencarian.
"Selebram?" tanya Adam.
"Kalau di Kanada pengikut yang segitu masih bukan selebgram, biasa aja, kayak kalian berdua."
"Cantik banget," puji Adam.
"Matanya betul abu-abu."
"Lo gak pernah tiba-tiba nafsuan gitu, cuma cowok yang gak normal yang tergoda sama cewek secantik Charlotte, bro."
"Ngaco kalian," balas Iyan.
Tiba-tiba ia teringat momen hujan salju sepulang sekolah bersama Charl, keduanya singgah terlebih dahulu di toko untuk membeli buku sambil menunggu salju perlahan mereda. Kala itu Iyan berdiri di depan toko dan Charlotte di sampingnya, tinggi mereka sama, hingga jika Iyan menoleh ke samping, ia lansung mendapati wajah Charlotte. Terlihat dari samping pun membuat Iyan merasa tidak karuan, perasaannya kacau jika menatap Charlotte terlalu lama dan itu seperti candu.
Pukul sembilan malam, di bawah langit yang tidak beratap, Iyan menatap langit yang ditaburi dengan bintang, baru saja tantenya menelpon dan Iyan meneritahu kalau Adam menculiknya ke suatu tempat dan mereka harus menginap, Tante Mia tertawa bendengar cara Iyan menceritakan penculikan yang dilakukan oleh ketua kelasnya sendiri. Ponselnya bergetar dan satu notifikasi intagram muncul di layar ponsel Iyan. Charlotte sedang menyebut namanya dalam sebuah instaStory, Iyan lansung melihatnya, ternyata Charlotte diam-diam mengambil screenshoot saat mereka video call, di storynya Charlotte mengungkapkan rasa syukurnya bisa berteman baik dengan Iyan dan bisa melihat Indonesia melalui video call, Charlotte juga menceritakan betapa baik dan sopannya sikap Iyan pada dirinya dan orang tuanya dalam bahasa Inggris.
Iyan tersenyum membaca kalimat-kalimat itu, akhirnya ia pun memutuskan untuk merepostnya ke akun IG-nya dan menambahkan beberapa kalimat. "Senang rasanya bisa bertemu dengan perempuan rambut pirang seperti Charl, dia dan keluarganya sungguh baik padaku," ketik Iyan.
Storynya itu ramai mendapat komentar, hujatan, pujian, dan sebagaimanya pun masuk ke DM-nya. Tidak sedikit yang memuji kecantikan Charlotte dan juga tidak banyak yang membandingkan Maiya dan Charlotte.
"Gue yakin, lo pasti banjir komentar semalam, kan?" tanya Aldo setelah mencuci muka di danau.
"Kepo, lu."
"Pertama kalinya dalam sejarah Iyan merepost postingan cewek yang selama ini cuma repost foto-fotonya yang sok cool di salju, ternyata, diam-diam dia punya simpanan, bro," kata Aldo menepuk Adam.
"Gak papa, kalau lo gak mau cerita, setidaknya kita tahu kalau lo sudah bukan lagi jomlo akut."
"Harus berapa kali gue bilang, gue gak punya rasa sama Charlotte, kalau soal tergoda gue juga tergoda, bahkan di toko buku waktu salju tujun hampir saja kecup."
Aldo dan Adam melongo mendengar pengakuan Iyan.
"Puas?" tanya Iyan, ia pun berdidi menuju danau mencuci tangan.
"Wow, gue gak tahu sebebas apa kehidupan di sana, tapi setidaknya itu terdengar menyenangkan, kan, Do?" kata Adam.
"Iya," Aldo membalas sambil menyeruput mie gelas yang dibawa oleh Adam.
Matahari yang sudah tepat sejajar di atas ke pala membuat rombongan itu bubar, perjalanan mendadak demi seorang gadis berambut pirang.
Keesokan harinya saat Iyan masuk sekolah, Charlotte sudah menjadi topik terhangat, di tidak di parkiran, di kantin atau di kelas, Iyan selalu mendengar bisikan tentang dirinya dan Charlotte.
"Iyan, siapa perempuan di storymu itu?" tanya Maiya saat mereka berpapasan di jalan menuju kantin. Iyan hanya menatapnya dengan wajah datar, "Dia pacarnya Iyan," celetuk Aldo. Membuat mata Maiya melotot seperti ingin keluar dari tempatnya.
"Serius, dia pacar kamu, Yan?" tanya Maiya, ia melangkah semakin dekat ke Iyan.
"Iyan, jawab aku!" bentak Maiya sambil memegang bahu Iyan.
"Gak usah megang-megang gue!" Iyan menepis tangan Maiya.
"Jawab aku dulu, Ya!" teriak Maiya pada Iyan yang sudah melangkah pergi.
"Charlotte pacar gue, puas lo?" kata Iyan kemudian meninggalkan Maiya dan teman-temannya.
"Kasian," kata Aldo pada Maiya kemudian menyusul Iyan.
Beberapa siswi yang menyaksikan hal tersebut bahkan ada yang menvideonya dan mengirimnya ke akun istagram ghibah yang dibuat oleh salah satu siswi sekolah SMA Pelita Bangsa.
Maiya berkali-kali medapati notifikasi namanya disebut di kolom komentar, ada yang mengasihaninya dan ada juga yang menghujatnya. Murahan, tidak tahu diri, sok cantik, mengisi telinga Maiya sepanjang hari di sekolah hingga ia pun memutuskan untuk absen satu hari.
Di malam hari setelah makan malam, Iyan baru teringat dengan nomor ponsel Mira yang pernah ia simpan di catatannya. Nomor ponsel yang tidak sempurna dan kurang satu angka membuat Iyan yang kurang kerjaan malam itu menyulap nomor Mira jadi sepuluh kemungkinan. Nomor pertama ia hubungi dengan angka satu di belakangnya dan tidak aktif. Nomor kedua dengan angka dua paling ujung kembali Iyan coba, teleponnya tersambung tapi dengan ibu-ibu yang kedengarannya berbicara tidak dengan logat Bandung.
"Ada yang namanya Anita?"
"Bukan, nama saya Intan, penjual kerupuk ikan di Kalimantan, mau beli berapa, dek?"
Iyan lansung menngakhiri teleponnya, masih ada delapan nomor kemungkinan lagi, dan Iyan memilihnya secara acak yakni nomor dengan angka sembilan paling terakhir. Sebelumnya Iyan memeriksa terlebih dahulu apakah nomor WA untuk nomor tersebut aktif atau tidak, setelah Iyan menyimpan nomornya dan melihat nomor tersebut aktif di WA, Iyan pun memeriksa foto profilnya. Matanya membulat, senyum di bibirnya sudah tidak bisa lagi ia sembunyikan.
"Dapat!" kata Iyan kemudian merebahkan badannya.
"P" kirim Iyan berkali-kali pada Mira melalui pesan. Ia pun memeberikan nama Namiran dengan nama kontak "Perawat Jutek"
"Siapa?" Iyan menerima balasan dengan cepat dari Mira.
"Aku yang kemarin gak sengaja jatuhin laporan kamu."
"Yang dari Surabaya?"
"Masih ingat rupanya."
"Iya, lah, gara-gara lo, gue gak tidur dua puluh empat jam."
"Sorry-sorry!"
"Nomor gue, gimana caranya lo tau?"
"Ada deh, kamu gak usah tahu."
Mira hanya membalas dengan stiker bayi yang menjulurkan lidanya, Iyan tertawa melihatnya.
"Save nomorku."
"Nama?"
"Ryan Saputra."
Mira tidak membalas namun, ia telah menyimpan nomor Ryan, ia sama sekali tidak menyangka kalau laki-laki yang lumayan tampan itu akan menemukan nomor ponselnya.
"Sudah disave?" Iyan mengirimkan kembali pesan pada Mira untuk memastikan kalau nomornya telah disave.
"Sudah."
"Oke, makasih, maaf kalau mengganggu."
Mira hanya membalas dengan acungan jempol berwarna hitam hingga membuat Iyan geleng-geleng kepala sambil tersenyum.