Reina tidak menyangka mimpi buruk yang sudah lama tidak muncul justru terjadi lagi. Reina seolah melihat rumah megah dan mewah dalam kondisi kebakaran besar. Banyak orang berlarian untuk keluar dari rumah tersebut. Tiba-tiba ada seseorang laki-laki dari rumah mewah itu sambil menggendong seorang bayi yang menangis ketakutan. Reina melihat dengan jelas semua kejadian itu dan merasa kalau ada sesuatu yang terjadi di masa lalu yang belum diketahui oleh Reina.
Reina bisa merasakan rasa sesak nafas akibat kebakaran yang terjadi dan sesuatu yang menderu dalam hatinya. Saat melihat bayi itu dibawa pergi oleh lelaki yang sepertinya Reina kenal. Namun siapa dan apa yang sebenarnya terjadi dalam mimpi yang sudah sering dilihat Reina dalam tidur? Sudah sekian lama mimpi itu tidak terlihat tetapi saat ini muncul kembali dan lebih terasa nyata. Reina bingung dan terbangun tepat pukul empat sore.
"Mimpi apa itu? Astaga, kenapa aku seperti ini? Rumah siapa yang kebakaran? Kenapa aku memimpikan kejadian itu lagi? Sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu yang aku tidak ketahui sama sekali?"
Reina mengatur nafas perlahan dan mencoba menenangkan diri sendiri sebelum mengerjakan tugas dari sekolahan yang dibawa pulang. Reina merasa heran dengan mimpi yang saat ini muncul lagi. Padahal sudah sekian lama mimpi itu tidak muncul saat Reina tidur.
Setelah memenangkan diri, Reina segera beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kursi untuk duduk menghadap ke meja belajar. Reina meraih tasnya dan mengambil beberapa buku yang merupakan tugas sekolah. Gadis itu memusatkan konsentrasi untuk mengerjakan tugas dari sekolahan daripada harus memikirkan mimpi buruk yang baru saja dialami. Beberapa tugas dari sekolah mudah dikerjakan oleh Reina karena gadis itu memang pintar. Sejak kecil banyak prestasi yang Reina raih karena kepandaiannya.
Setelah hampir satu jam mengerjakan semua tugas dari sekolahan akhirnya gadis itu selesai juga. Setelah selesai mengerjakan tugas, Reina bertugas untuk turun menuju ke dapur membantu Sebastian yang sudah memulai bersiap untuk memasak. Sebastian memang pandai memasak karena sejak kecil dilatih untuk mandiri. Bibi Shelena merupakan wanita yang sibuk bekerja, oleh karena itu mengajarkan kepada Sebastian untuk menjadi pria yang mandiri dan juga bisa memasak serta mengurus kebutuhannya sendiri.
"Baru saja bangun?" Sebastian bertanya sambil memotong-motong wortel dan kentang.
"Sudah dari tadi hanya saja baru selesai mengerjakan tugas." Reina pun segera mencuci tangan di westafel terlebih dahulu sebelum membantu motong-motong bahan makanan seperti yang dilakukan oleh Sebastian.
"Bagus kalau begitu. Aku akan memasak steak karena Mama menyiapkan bahan di dalam kulkas. Kamu suka matang atau setengah matang?"
"Matang saja."
"Ok."
Mereka berdua pun memulai motong-motong bahan makanan dan juga menjalankan tugas masing-masing. Sebastian spesial membuat steak sedangkan Reina yang membuat saus dan merebus sayuran untuk disaute. Keduanya terlihat menikmati memasak bersama selama beberapa waktu belakangan ini karena Bibi Shelena sangat sibuk dan jarang pulang. Bibi Shelena hanya datang membawa bahan makanan saat Reina dan Sebastian sekolah dan meninggalkan sejumlah uang di laci dapur.
Sebastian dan Reina lama-kelamaan terbiasa dengan segala kegiatan yang mereka lakukan bersama di rumah. Tanpa Bibi Shelena, kebersamaan Reina dan Sebastian makin terasa nyata. Keduanya saling memperhatikan dan menyayangi meski tidak diungkapkan. Memendam perasaan dan terus mendukung satu dengan yang lain meski rasa cinta itu sama sekali tidak diungkapkan. Reina terkadang merasa bingung dan tidak mengerti dengan apa yang dirasakan ketika bersama Lee dan bersama Sebastian merupakan sebuah rasa yang berbeda. Reina tahu kalau saat ini Lee sudah menjadi kekasih Reina, tetapi masih saja perasaan berbeda hadir dalam benak Reina ketika dekat dengan Sebastian.
"Reina?"
"Ya, ada apa?"
"Coba icipi steaknya. Sudah cukup matang? Bagaimana rasa steak daging sapi ini?" Sebastian tersenyum sambil menyodorkan garpu yang menusuk potongan steak daging sapi kepada Reina.
Reina terkejut dan menatap Sebastian. Gadis itu membuka mulut untuk mencicipi steak buatan Sebastian. "Aaaa ...." Reina membuka mulut membuat Sebastian menatap heran.
Ada perasaan yang berkecamuk saat Sebastian menatap ke arah Reina. Namun pria itu menahan diri dan berusaha biasa saja. "Bagaimana rasa steak ini? Sudah matang?"
"Rasanya enak dan lembut. Dagingnya juga sudah matang. Bumbu yang kamu gunakan masuk dalam daging dengan sempurna. Aku suka steak ini."
Reina menatap Sebastian setelah mencicipi dan menjelaskan rasa steak itu. Sebastian terdiam menatap Reina dan justru terus menerus melihat ke arah bibir merah muda yang baru saja berbicara. Mungkin terdengar gila, tetapi Sebastian tidak bisa menahan diri untuk mengecup bibir itu. Reina terdiam dengan kecupan dari Sebastian. Seolah tubuh Reina sudah terbiasa dengan apa yang dilakukan Sebastian.
Sebastian mengecup pelan, melepaskan bibir itu, lalu kembali mengecup dan melumat bibir tipis Reina. Senang? Bahagia? Ketagihan? Itu kata-kata yang terjadi dalam hati Sebastian. Reina juga tak tahu kenapa menurut dengan apa yang dilakukan Sebastian. Bahkan Reina menyambut ciuman itu menjadi semakin panas. Kedua remaja yang sedang dimabuk cinta sama sekali tidak mengetahui batasan. Mereka berdua merasa hal ini wajar dan semakin ingin mengulangi lagi.
Saat ini dengan Bibi Shelena yang pergi karena sibuk bekerja membuat Sebastian semakin tertantang untuk lebih dekat lagi dengan Reina. Mungkin memang masa remaja adalah masa yang berapi-api. Apa yang dirasakan oleh Sebastian dan Reina merupakan penyatuan perasaan terpendam. Ciuman itu semakin menjadi. Sebastian meraba tubuh Reina bagian depan dan tangan Sebastian terus bergerak ke bawah tubuh Reina. Mereka semakin tidak terkendali.
Reina mendesah saat tangan Sebastian menyentuh dada Reina. Gadis itu merasa kalau ini semua sudah terlewat batas. Reina melepaskan ciuman Sebastian. "Sebastian, tolong berhenti. Ini sudah berlebihan."
"Berlebihan bagaimana maksud kamu? Aku hanya melakukan apa yang kamu juga inginkan."
"Sebastian ... Jangan seperti ini. Kita masih sekolah."
"Kalau sudah tidak sekolah berarti boleh?"
"Sebastian! Eh, itu steaknya terbakar!" Reina menjadi panik karena steak yang dipanggang menjadi terbakar dan sedikit gosong.
Sebastian langsung mematikan api dan mengangkat steak dari panggangan. Ternyata benar gosong karena Sebastian terlalu bernafsu untuk mencium dan meraba tubuh Reina. Sebastian tertawa dan menggaruk kepalanya yang tak gatal karena merasa payah memanggang daging steak dan gosong. Mau tak mau mereka makan malam dengan steak yang sedikit gosong.
Reina langsung menata meja makan dan mempersiapkan untuk makan malam. Sebastian menyiapkan steak di piring dan menata di atas meja sambil mengambil minuman soda di dalam kulkas. Minuman soda dalam kaleng itu terlihat segar karena masih dingin keluar dari kulkas. Keduanya duduk di kursi dan menikmati makan malam bersama di meja makan. Meski sedikit gosong mereka tetap menikmati masakan itu. Tanpa berbicara, Sebastian dan Reina menyelesaikan makan malam masing-masing.
Reina merasa malu dengan kejadian yang baru saja terjadi. Kalau seperti ini terus, Reina takut kalau dirinya juga tidak bisa mengendalikan diri dan melewati batas dengan Sebastian. Sebastian juga menggebu menyukai Reina dalam hati dan tidak bisa mengungkapkan serta mewujudkan karena mereka adalah sepupu. Reina juga tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini. Meski sudah menjadi kekasih Lee, Reina tetap saja merasakan sesuatu yang aneh ketika bersama Sebastian.
"Reina ... Tidak usah membantu membereskan piring dan sebagainya. Biar aku sendiri saja."
"Sungguh? Kenapa?"
"Tak apa. Pergi saja ke kamarmu."
"Baiklah!"
Reina pun berdiri dan mencuci tangan di westafel sebelum pergi ke kamarnya. Reina tak peduli tentang membereskan meja atau mencuci alat makan karena Sebastian sudah meminta Reina pergi ke kamar. Bagi Reina, perintah pria itu lebih baik dilakukan daripada menjadi masalah. Reina pun berjalan naik ke tangga dan sampai di depan kamarnya. Saat masuk ke kamar dan menyalakan lampu kamar, Reina terkejut melihat ke arah jendela kamar yang masih terbuka.
"Siapa lelaki itu?!" Reina terkejut dan segera menutup jendela kamar, tetapi mengintip dari balik tirai.
Ada dua lelaki di luar rumah sedang menengok ke sana ke sini. Terlihat mencurigakan dan menakutkan dengan setelan jas hitam. Reina jadi ingat apa yang sahabatnya katakan kalau ada orang mencurigakan yang mencari keberadaan Reina. Reina langsung berlari menuju ke dapur untuk menceritakan hal itu kepada Sebastian sebelum ada hal buruk terjadi. Saat berlari turun tangga ke lantai dua, Reina menabrak Sebastian yang hendak naik ke kamarnya. Keduanya terjatuh dari tangga dalam posisi Sebastian di bawah dan Reina menindih tubuh Sebastian.
Reina dan Sebastian terdiam. Tidak bisa berbicara begitu saja dan saling menatap. Bahkan tubuh Sebastian yang sakit terbentur pun seakan tidak terasa sakit karena menatap wajah Reina yang begitu dekat dan tubuh gadis itu menindih Sebastian. Reina yang sadar kalau menyakiti tubuh Sebastian pun segera bangkit berdiri.
"Maaf, Sebastian. Aku tidak sengaja. Apakah ada yang sakit?" Reina bertanya karena khawatir.
"Tidak apa-apa. Kenapa berlari?"
"Ada orang aneh sedang melihat rumah ini dari depan dan kelihatan dari jendela kamarku."
"Oh, orang itu. Biar saja. Kamu takut?" Sebastian berdiri dari lantai dan menatap bingung ke Reina.
"Iya, aku takut. Ada berita aneh yang disampaikan teman sekolah lamaku. Aku jadi khawatir."
"Kalau kamu takut, jangan jauh dariku. Aku akan melindungi kamu."
Reina pun menatap Sebastian yang berbicara serius pada gadis yang saat ini merasa jantung berdebar-debar. Reina tidak menyangka kalau Sebastian justru akan melindungi setiap saat bahkan tidak menanyakan tentang detail apa yang terjadi. Reina merasa Sebastian sangat peduli kepadanya.