Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Need Your Blood

Gyunhaaa_34
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.5k
Views
Synopsis
Alexa tidak tahu mengapa hidupnya tiba-tiba dirundung kemalangan secara beruntun. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan dan ia menjadi anak sebatang kara dalam semalam. Alexa berusaha untuk hidup kembali, bergatung tangan pada pamannya yang hidup di desa terpencil membuatnya harus merelakan kehidupan kota yang penuh gemerlap menjadi hari-hari penuh kesederhanaan. Naasnya, nasib sial belum cukup sampai di situ Alexa kembali menerima kesialan ketika dirinya sengaja dijual oleh pamannya ke sebuah rumah bordil yang misterius. Di tengah malam Alexa berusaha kabur dari tempat terkutuk itu tapi dirinya justru bertemu seorang pria berwajah pucat dengan tatapan mengerikan. Pria itu berkata akan menyelamatkan Alexa, asalkan Alexa bersedia menjadi makanan pria itu selamanya!
VIEW MORE

Chapter 1 - Kepindahan ke Tempat Baru

Alexa mengusap air matanya. Dirinya sudah lelah menangis semalam suntuk hingga membuat matanya bengkak kemerahan. Tidak baik baginya untuk meneruskan kesedihan ini. Ayah dan ibunya pun tidak akan bahagia di surga sana. Selepas pendeta selesai membacakan khotbah dan doa, para pelayat mulai pergi satu per satu. Tersisa Alexa dan pamannya, Robert yang masih berada di pemakaman.

"Alex, sebaiknya kita segera pulang," ajak Robert. Pria itu sedang mengisap rokok yang baru saja dinyalakan.

Sejujurnya Alexa enggan menuruti ajakan Robert dan meninggalkan pusara terakhir mendiang kedua orang tuanya, tetapi ia ingat kalau hari ini dirinya tidak akan pulang ke rumah. Ia akan pindah ke tempat Robert. Tempat tinggal Robert sendiri letaknya cukup jauh dari kota sehingga Alexa tak punya cukup banyak waktu, karena mereka harus segera bersiap dan memulai perjalanan sehingga bisa sampai sebelum matahari terbenam. Mau tak mau Alexa segera bangun. Ia menatap makam kedua orang tuanya untuk yang terakhir kali. Berusaha menahan kepedihan hatinya.

"Ayah, ibu, aku harus pulang. Semoga ayah dan ibu tenang."

***

Dalam perjalanan Alexa hanya menghabiskan waktu dengan melamun. Gadis cantik berambut panjang kecokelataan itu terus memandang ke arah trotoar jalan. Matanya tampak sendu. Dirinya terus memikirkan kemungkinan tentang kematian ayah dan ibunya. Bagai mimpi buruk yang menjelma menjadi nyata.

Alexa menoleh ketika Robert menyetel sebuah lagu dari radio mobil. Lagu yang sangat tidak cocok untuk suasana dukanya, pikir Alexa. Tetapi, ia diam saja. Ia sendiri tidak terlalu dekat dengan Robert. Dan Alexa masih bertanya-tanya mengapa pamannya yang bahkan tidak pernah mengunjunginya selama beberapa tahun terakhir itu tiba-tiba memaksa untuk mengambil alih perawatannya. Padahal Alexa sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya sendiri.

"Alex, apa kau sudah baik-baik saja?" tanya Robert membuyarkan pikiran Alexa.

Alexa hanya mengangguk. Ia tidak tahu apakah hanya dugannya saja kalau ekspresi yang ada di wajah pamannya tidak kelihatan bersimpati, lebih seperti penasaran.

Lagipula memang apa ada bedanya kalau ia mengatakan sedang tidak baik-baik saja? pikir Alexa. Ia menjadi sebatang kara dalam semalam. Sebuah kecelakaan naas telah merenggut kedua orang tuanya. Kalau saja Alexa tidak meminta ayah dan ibunya segera pulang untuk merayakan kelulusannya semua ini tidak akan terjadi. Alexa berpikir bahwa secara tidak langsung ia adalah penyebab kematian kedua orang tuanya.

Matahari mulai terbenam kala mobil Robert mulai memasuki kawasan hutan. Desa tempat tinggal Robert bernama Agadith. Aneh dan tidak terasa familier di lidah. Alexa merasa pilhan Robert hidup di sana tidak masuk akal. Ketika dunia di luar bergerak semakin modern, pamannya itu malah memilih untuk tinggal di tempat terpencil. Entah apakah Alexa akan bisa beradaptasi dengan mudah, mengingat dirinya telah tujuh belas tahun menjadi gadis kota yang modern.

Suara binatang malam yang tidak bisa Alexa tebak apakah serigala atau anjing terdengar keras kala Alexa baru saja turun dari mobil. Mereka sudah sampai di depan kediaman Robert. Ia langsung memerhatikan sekeliling. Tak banyak yang bisa ia lihat. Begitu gelap, minim penerangan. Udara dingin di sana juga tidak bersahabat dengan tubuhnya.

"Alex, masuklah terlebih dahulu. Aku akan menurunkan barang-barangmu segera," ujar Robert sembari memberikan segerendel kunci pada Alexa.

Lepas menerima benda itu Alexa segera berlari kecil menuju rumah yang disebut Robert. Ia membuka pagar kayu setinggi pinggang. Kayunya sudah rapuh, bahkan ketika Alexa menggerakannya ke dalam pagar itu seperti hendak roboh dalam sekali hentakan. Rasa-rasanya tak ada gunanya pagar itu berdiri. Rumah Robert sendiri tidak terlalu besar, bangunannya khas pedesaan, memiliki satu pintu yang diapit dua jendela tinggi, atapnya berbentu segitiga dengan cerobong asap di tengahnya. Alexa segera memasukkan kunci pertama yang ia pegang. Diputarnya kenop dan ternyata langsung berhasil.

Suara derit kayu ditarik terdengar kala Alexa membuka pintu. Kegelapan menyerbu. Terdapat aroma tidak enak yang langsung mengganggu hidung Alexa. Gadis itu berusaha mencari saklar di sekeliling dinding. Mereba-raba perlahan hingga ketemu benda itu di sisi sebelah kanan badannya. Ia menekan, begitu lampu menyala, Alexa melihat botol-botol minuman tergeletak di lantai. Beberapa isinya mungkin sudah tumpah karena noda kemerahan juga ada di sekitar sana.

Alexa menutup hidung. Bau busuk yang sedari tadi menyeruak begitu ia masuk rumah ternyata berasal dari sisa makan malam yang masih ada di meja dan belum dibersihkan. Lalat tampak mengerubunginya. Uh, Alexa merasa jijik. Entah sudah berapa lama makanan itu dibiarkan di sana. Ia tidak dapat membayangkan kehidupan macam apa yang dijalani pamannya itu selama ini.

"Ah, maaf aku belum sempat membereskan rumah. Ya, kau tahu hidup seorang diri membuatku terlalu susah membagi waktu di ladang dan rumah."

Alexa berjingkat. Robert baru saja masuk sambil membawa beberapa tas jinjing besar yang langsung ia daratkan di lantai. Alexa buru-buru mengambil tas itu, tidak ingin tas miliknya kotor karena terkena bekas minuman Robert.

Alexa hanya mengangguk dan berusaha untuk tidak menyentuh hidungnya lagi. Tapi, baunya benar-benar membuatnya sesak.

"Kau pasti lelah. Istirahatlah dulu di kamar. Oh, untuk malam ini tidurlah di kamarku dulu besok aku baru akan merapikan ruangan atas. Sementara aku akan tidur di sofa."

Alexa menatap ke lantai atas. Ia tidak dapat memperkiraan bagaimana keadaan di sana. Apakah besok ia akan tidur bersama tikus-tikus? Tapi Alexa enggan berkomentar lebih lanjut. Toh, pamannya yang akan membereskan itu. Ia hanya ingin beristirahat malam ini.

Robert menunjuk kamar yang ia maksud dengan jari telunjuknya. Alexa segera beringsut membawa serta dua tas jinjing besar di kedua tangan. Saat Alexa baru saja membuka pintu kamar. Kedua matanya langsung membelalak. Kamar pamannya itu sangat kacau. Pakaian kotor menggunung di pojok ruangan, kasurnya berbau penguk, dan banyak sampah bekas makanan ringan berserakan di meja. Alexa saja tidak pernah membuat kamar tidurnya seberentakan itu sebagai seorang remaja. Gadis itu memijit pelipisnya, sepertinya malam ini ia tidak akan tidur.

***