Meskipun aku berusaha tidur dan memejamkan mata, pikiran antara Eric dan Kenny membuatku sulit tidur. Mataku malah terbuka lebar. Jika Kenny bernilai delapan dan Eric 9,9, orang yang waras pasti memilih yang bernilai lebih tinggi. Eric perjaka meskipun aku tidak tahu kehidupannya. Sepertinya dia sudah hidup bersama Els? Hidup bersama sesuatu yang lazim terjadi di tempat mereka. Ada perempuan lain bersama Eric, aku harus menghormatinya. Eric hampir sempurna niilainya menurut ibu, dan lebih muda dari Kenny, karirnya juga lebih bagus, seorang dokter dengan ambisi-ambisinya pada pelayanan kesehatan. Eric tidak segan melakukan aktivitas sebagai relawan di bidang medis Kurasa aku mengagguminya.. Hardy juga dokter, perjaka dan terang-terangan sudah mengatakan isi hatinya, mengajakku menikah dengannya, namun aku tidak tertarik kepadanya.
Akhir-akhir ini pikiran tentang mereka bertiga berputar-putar di kepakaku. Jika bersama Kenny aku harus tinggal di Pulau, dengan Hardy aku bisa tetap di ibukota, sedangkan Eric adalah pria dengan kebangsaan Belanda. Kami tidak sama. Pasti aku akan menghadapi banyak urusan teknis yang tidak mudah untuk menjadi istrinya. Hei… mengapa aku melantur. Aku tersenyum sendiri membayangkan kenaifan ini.
Satu jam berlalalu dan aku tidak bisa tidur.
Membayangkan suara Eric membuatku berdebar-debar. Tanpa berpikir lebih dalam aku menelepon Eric. Dalam hitungan nada panggil ketiga, Eric mengangkat telepon.
"Laura?" suara Eric bernada heran. Suara yang dalam dan sedikit serak
"Hai. Apakah teleponku mengganggu?"
"Tidak, aku baru akan bekerja satu jam lagi. Ini sengaja datang lebih awal.Kukira kamu sudah bermimpi."
"Tidak bisa tidur, aku ingin mendengar pertanyaanmu."
Eric tertawa padahal aku berdebar-debar memperkirakan pertanyaannya. Mungkinkah dia akan bertanya tentang diriku atau dia menanyakan yang lain.
"Maaf Laura kalau aku membuatmu tidak bisa tidur, sebenarnya bukan masalah yang penting untuk ditanyakan." Kata Eric.
Penting atau tidak tetapi aku senang mendengar suaranya. Aku mengingkari janji untuk menelepon Kenny dengan berbohong tetapi sekarang aku menelepon Eric. Wah.. apa bedanya aku dengan Marina dan Ketty?
"Tidak apa-apa, mungkin penting bagiku?" kataku.
"Umm begini, waktu itu kamu bertanya tentang orang tua kita, sesungguhnya aku baru tahu kalau mereka telah putus."
"Kapan? Bukankah kamu senang? Mereka putus tanpa campur tanganmu."
"Sweet heart, kamu terdengar sinis…"
"Hmmm.. tapi benar kan kamu senang mereka putus?"
Terdengar Eric mendesah.
"Tidak seperti itu. Aku ingin orang tua kita bahagia, hanya saja saat itu aku masih berharap bisa menyatukan papi dan Mamiku. Sekarang aku sadar… ibuku hanya perlu perhatian dan perawatan. Papi melakukannya sebagai tanggung jawab seorang bekas suami. Dia tidak perlu menikahinya lagi. "
Eric terdengar lebih dewasa dan berpandangan luas. Tentu berat baginya menghadapi situasi orang tuanya. Mereka sudah berpisah tetapi Eric masih mengharap kedua orang tuanya untuk bersatu kembali. Itu sebabnya dia semula membenci aku dan ibu ketiia mengetahui bahwa ibu berkencan dengan ayahnya.
"Bagaimana keadaan ibumu?" tanya Eric dengan suara yang lembut.
" She's fine. Selalu terlihat tenang, bahagia dan ceria."
"I love her. Jadi apa kata ibumu tentang hubungannya dengan ayahku? Apa dia bercerita alasan mereka putus?"
Kemana arah pertanyaan Eric? betulkah bila dia mengatakan mencintai ibu? atau dia ingin tahu seperti apa hubungan ibu dan Jan?
"Jangan khawatir, ibuku tidak menjelekkan ayahmu. Mereka masih berteman, sering ngobrol di telepon juga. Apa yang kamu dengar dari Jan?"
"Laura… I know her. Ibu -mu baik. Papi tidak bercerita apa-aoa tentang hubungan mereka."
"Sebenarnya mereka serasi, kata ibu, mereka menjalin hubungan platonic love, sebab mereka tidak merasakan gairah seksual… menurutmu apakah karena usia?"
"Really??"
Eric menjelaskan bahwa usia Jan dan ibu masih terhitung usia orang dengan kehidupan seksual yang normal, sehingga jika Jan dan ibu tidak memiliki ketertarikan seksual, maka hubungan mereka memang sebaiknya sebagai sahabat.
"Bukankah ini sangat manis?"
"Ya… aku menghargai keputusan mereka. Tetapi aku akan tetap menganggapmu sebagai adik kecil." Kata Eric.
"Tentu. Terima kasih." Bibirku melebar membentuk senyuman yang tidak bisa kuhentikan.
Entah mengapa aku merasa sedih dan kosong setelah mengetahui sikap Eric. Aku masih menjadi adik kecilnya. Seharusnya aku bersyukur untuk kebaikannya, apalagi jika mengingat hari pertama perkenalan kami ketika Eric bersikap sinis terhadap ibu dan aku. Rasa kecewa muncul lantaran aku mengharapkan hubungan yang meningkat, meskipun tampaknya tidak mungkin. Eric mencintai perempuan lain sedangkan aku akan menikah dengan Kenny. Seketika aku teringat pada Kenny. Hatiku terasa perih membayangkan perasaan cinta yang mendua seperti ini. Apakah Kenny juga mengalami situasi yang sama? Apakah dia mencintaiku sekaligus mencintai Ketty? Kugoyangkan kepala ingin menghalau perasaan yang mengganggu ini.
"Laura, belum tertidur?" suara Eric menyadarkanku dari pikiranku sendiri.
"Hehehe belum. Menurutmu seperti apa kehidupan seks yang normal? Secara umum pria disebut memiliki hasrat yang lebih tinggi dibanding perempuan dan apakah laki-laki bisa melakukan hubungan seksual tanpa cinta?" tanyaku .
Eric terbahak bahak mendengar pertanyaanku. Menurutnya aku perlu banyak membaca. "Kamu sudah dewasa tetapi pertanyaanmu seperti anak SMP. Apakah kamu belum pernah melakukannya?" Kata-kata Eric seperti menyengatku. Belum pernah melakukannya? Aku mengerti maksudnya tetapi perlukah dia bertanya seperti itu? Apakah ini pembicaraan normal antara tema perempuan dan laki-laki.
Untung kami hanya menelepon biasa sehingga Eric tidak melihat wajahku yang mungkin menjadi merah, sebab aku merasakan kulit wajahku yang hangat..
"Eric!!!" seruku.
Tidak ada kata-kata lain yang bisa kuucapkan untuk menghentikan pembicaraan dengan topik seks, meskipun sebenarnya aku ingin mengetahuinya.
Apakah aku harus malu karena belum pernah melakukannya? Tidak! Aku tidak malu untuk itu tetapi aku malu karena harus mengakuinya di depan Eric.
"Oh My God, Maaf Laura… bukan maksudku …"
Eric menertawakanku. Pasti dianggapnya lucu. Aku, gadis kecilnya ini ketahuan masih perawan dan mengajukan pertanyaan lugu.
"Aku ngantuk, bye!" kututup telepon dengan cepat sebab aku terlalu jengah untuk melanjutkan percakapan.
Dadaku terasa berdebar-debar. Belum pernah aku membicarakan hal seintim ini dengan laki-laki, bahkan dengan Kenny sekalipun. Oh… aku tidak pernah membahasnya bersama ibu dan Farina. Aku masih berada dalam kegelapan dalam urusan seksual.
Mengapa Eric harus bertanya seperti itu.
Sikap Kenny yang belakangan selalu mengarah pada keintimpan pria dan wanita membuatku merasa tidak nyaman. Kenny pernah masturbasi sambil video call denganku , yang membuatku malu, apalagi Kenny mendesak aku untuk meraba-raba diriku sendiri. Tetapi jika aku menolak permintaannya, aku cemas Kenny akan meninggalkanku karena berpikir aku perempuan yang dingin… huhhhh… Malam ini aku berhasil menolak permintaan video call yang pasti akan mengarah ke hal itu lagi.
Hape-ku bergetar, ada pesan masuk dari Eric.
"My sweet Laura, maaf kalau pertanyaan tadi mengganggumu, tetapi kamu tidak perlu malu, kamu tidak melakukan kekeliruan Big hug for you, sleep tight." Aku membaca pesan tersebut tetapi tidak membalasnya.
Pertanyaanku seperti anak SMP? Eric pasti sedang tersenyum-senyum menyadari keluguanku. Umurku mendekati 29 tahun… tapi benar, pertanyaanku seperti anak usia SMP. HP masih kugenggam dan aku memejamkan mata.
Ada beberapa pesan yang masuk lagi, pasti dari Eric . Aku memejamkan mata dan tidak ingin membuka pesan-pesan tersebut. Kuputuskan untuk tidur dan membuka pesan tersebut besok pagi.
Satu hal yang membuatku senang adalah sikap Eric yang tidak berubah kendati Jan dan ibu tidak lagi menjalin hubungan cinta.
Aku teringat pada permintaan Eric, maka aku segera berdoa dan meminta pertolongan Tuhan cedera karena jatuh, tetapi juga kesehatan mentalnya yang bisa membuat dia hidup normal dan mandiri. Kurasa aku mendoakan kesempatan terbaik untuk Eric.
Setelah berdoa aku merasa lebih tenang dan kupejamkan mata yang sudah sangat mengantuk dan terlelap setelah bayang-bayang Eric dan Kenny tersenyum kepadaku. Kedua pria itu tersenyum dan menatap, yang satu dengan pancaran tajam bagai badai, satu lainnya dengan tatapan cerah yang menggoda.
Sinar bulan terlihat lembut menerobos jendela kaca yang tirainya kusibakkan ke samping.
Kukira, aku mencintai diriku sendiri? apakah normal?
***