Menutup mulut akan lebih bijaksana supaya tidak terpancing dan salah bicara.
"Baiklah. Semoga dia segera membaik. Kamu menginap di mana?" tanya Hardy.
Aku menggembungkan pipi karena tidak tahu apakah perlu menjawab pertanyaan tersebut.
"Dok, Laura bersama saya, tunangannya, terima kasih untuk perhatiannya," kata Kenny.
Ini adalah Kenny-ku, yang selalu bijaksana dan santun. Uhhh… bagaimana dengan yang tadi.
Hardy tersenyum dan mengangguk sopan.
"Tentu saja, hmm saya hanya ingin tahu, kami berteman baik juga, barangkali bisa bertemu selama Laura ada di sini." Kata Hardy dan dia mengedipkan mata kepadaku.
Hardy memprovokasi Kenny dan aku kurang menyukai caranya.
Kenny tidak menjawab tetapi merapatkan pelukan di bahuku.
"Baik, izinkan saya kembali ke tempat kerja." Hardy mundur selangkah dan membungkukkan badan mengucapkan salam perpisahannya. Namun sebelum dia benar-benar meninggalkan tempat, sekali lagi dia berbicara kepadaku.
"Ada hal penting yang akan kukirim ke emailmu. Mungkin sore ini." Lalu dia meninggalkan kami.
Kenny menggerutu mengatakan bahwa dia tidak menyukai Hardy. Aku menatapnya dan melihat mata itu, mata yang menggetarkan hati, mata yang merebut cintaku. Rasanya aku tersudut oleh perasaan cinta dan benci. Aku masih mencintai Kenny dan terpesona olehnya tetapi bayangan Kenny bersama perempuan lain benar-benar menghancurkan hati.
"It's hurt…" kataku sambil menahan air mata yang sudah penuh di mataku.
"La… " suara Ken yang dalam, bermagnet.
Aku menunduk merasakan sakit yang lebih dalam dibanding ketika mendapati Ken menjalin hubungan dengan Marina.
Rasa sakit yang sekarang terasa berlipat karena dilakukan oleh Ken ketika aku sedang membangun kepercayaan terhadap dirinya dan aku sudah bersiap mental untuk menikah dengannya. Rencana pernikahan juga sudah menyebar, banyak kerabat yang tahu. Otakku seakan tidak mau diajak berpikir. Ini yang dinamakan pikiran buntu… benar-benar berhenti dan tidak bisa memikirkan aku harus berkata apa atau aku harus berbuat apa.
Richard memapah Adriana keluar dari ruang perawatan.
Aku berdiri menyambut mereka tetapi tidak menemukan kata-kata untuk berbicara.
"Jahitan delapan. Semua sudah dirawat. Kamu keterlaluan Ken, semoga luka di wajah istriku tidak berbekas." Richard menjelaskan tanpa diminta. Aku mendengar saja ketika
Kenny meminta maaf kepada Adriana dan memastikan bahwa dia tidak berniat melukainya.
Adriana tidak menjawab, Aku meraih tangannya dan kami berjalan bersama ke tempat parkir mobil. Terjadi perdebatan kecil di depan kendaraan sebab Kenny setengah memaksaku untuk masuk ke mobilnya. Banyak orang di sekitar kami mulai menengok, maka aku masuk ke mobil Kenny dan meminta dia mengantar ke tempat Richard.
Kenny mengemudi dengan diam, bibirnya terkatup dan terlihat wajahnya tegang dan marah. Heiii bukannya aku yang seharusnya marah? Kenapa aku tidak bisa marah dan menangis.
"Aku sudah bilang mama kalau kamu datang. Mama menunggumu." Kata Kenny kemudian. Kenapa semua mengarah padaku, aku harus mengikuti kemauan Kenny untuk pulang ke rumahnya karena mama menungguku. Mengapa Kenny tidak menghargai perasaanku. Dia memanipulasi perasaanku kepada mama. Otakku yang belum mau bergerak semakin menyudutkanku karena aku tidak bisa memberi jawaban dengan benar. Hatiku mengatakan aku tidak ingin mengikuti Kenny sebab aku pasti akan melunak dan memaafkannya padahal aku sangat kecewa dan sedang tidak percaya kepadanya.
"Saat ini aku perlu berpikir." Kataku akhirnya.
"Lalu bagaimana aku harus menjelaskan kepada mama?"
"Aku tidak bisa memikirkannya."
Mobil berhenti di depan kafe Richard yang mulai ramai pengunjung. Adriana masuk ke kamar sebab Richard memaksa dia untuk beristirahat, aku juga berpamitan untuk beristirahat sedangkan Kenny tidak berhasil membujukku untuk mengikutinya.
"Besok pagi kujemput." Katanya ketika meninggalkan tempat.
Kami berpisah begitu saja. Richard sibuk mengurus tamu-tamu kafe khususnya karena Adriana tidak bisa membantunya.
Aku mandi dan berganti baju. Baru kusadari perutku terasa lapar, tetapi aku sudah mandi bersih dan berniat tidur. HP kumatikan supaya tidak ada yang menelepon dan aku juga tidak tergoda untuk menelepon. Aku ingin mengumpulkan kekuatan otakku agar bisa berpikir dengan baik dan jernih untuk membuat keputusan penting tentang masa depanku.
Aku tidak meminta pendapat orang orang lain karena aku ingin keputusan itu merupakan hasil pikiranku sendiri dan kulakukan dalam keadaan tenang.
Jika aku memutuskan pertunangan aku akan mendapat malu terutama kepada mereka yang mengetahui kasus ini, tetapi apabila melanjutkan hubungan maka selamanya aku akan dibayang-bayangi pikiran akan Kenny yang mencurangiku.
Putus berarti aku kembaloi menjadi orang bebas, dan tidak perlu memikirkan pria lain sebab aku tidak berminat menjalin hubungan baru. Hatiku terasa rapuh untuk menghadapi kegagalan dan kecewaan yang mungkin bisa terjadi.
Kamar tidurku terletak di lantai dua dengan balkon kecil. Aku duduk di kursi di balkon tersebut dengan memadamkan lampu kamar. Kulihat langit malam dengan bintang-bintang yang bertaburan di langit. Aku membayangkan menjadi salah satu bintang yang terpisah dari bintang-bintang lain, berpendar dalam sunyi dan gelap serta tersisih.
'tidak apa-apa bila harus memutuskan hubungan… tidak apa-apa bila aku tidak akan menikah selama-lamanya, … tidak apa-apa hidup sendiri… aku akan tetap bahagia dengan teman-teman dan pekerjaanku…' pikirku sambil mengusap air mata yang mengalir diam-diam dalam kesunyian. Bintang bintang terus berpendar terbayang mama, Kenny, ibu, Jan, Eric, Clemence, Nuggie, Hardy, Tati , Farina… semua mereka muncul satu persatu. Mengapa pria mudah tergoda, mengapa ada penggoda, bagaimana orang bisa mendua? Bagaimana denganku sendiri? Aku pernah menyukai dan membayangkan Eric sementara aku sadar bahwa saat itu aku akan menikah dengan Kenny.
Manusia selalu jatuh di dalam dosa berulang-ulang.
Bagaimana harus menjelaskan kepada Mama bila besok kami bertemu?
Sampai saat tadi berpisah Kenny tidak mengucapkan permintaan maaf bahkan tidak terlihat penyesalan di wajahnya.
Uhhh perutku semakin lapar dan berbunyi. Kutekan perutku sambil tetap duduk dan memandang langit.
Aku belum mendengar dari Richard alasan mereka bertengkar sore tadi. Tiba-tiba aku teringat pada pernyataan Hardy bahwa dia mengirim email. Oh tidak… aku belum ingin membuka HP dan membuka email.
Apa yang sudang dilakukan ibu dan Jan? betapa bahagia mereka berdua menemukan kekasih di usia senja dan saling menyayangi, saling memberi perhatian dan kepedulian. Tetapi Eric ingin memisahkan mereka. Betapa rumit hubungan manusia.
Bila Kenny mencintaiku, tentu dia menghargaiku dan tidak akan bertindak gegabah bercinta dengan perempuan lain. Meskipun aku tertarik kepada Eric, aku tidak akan bertindak melampaui batas. Aku hanya menyimpan perasaanku sendiri, bahkan kusembunyikan rapat-rapat dari Eric dan menghindari tatapan matanya. Eric juga mempunyai Els, aku tidak ingin mengganggunya.
Perutku berbunyi semakin nyaring dan terasa sangat lapar. Udara malam juga semakin dingin sehingga aku memutuskan untuk masuk kamar dan naik ke ranjang.
Tetapi perut yang lapar membuatku terganggu. Aku berganti baju dan turun menuju kafe. Lamat-lamat terdengar suara orang menyanyi di kafe. Ruang kafe tidak terlalu penuh tetapi ada beberapa tamu yang duduk.
"Tidak bisa tidur?" tanya Richard ketika melihatku..
"aku lapar."
"Ampun Laura, kamu belum makan sejak siang? Sebentar kusiapkan makanan." Katanya.
"Rick beri aku telur rebus satu dan minuman hangat yang bukan kopi dan bukan teh. "
"Coklat?"
Aku mengangguk. Rupanya kakak beradik Ken dan Richard mempunyai kegemaran yang sama. Aku teringat saat malam-malam diberi Kenny coklat panas, juga ketika dia menggendongku ke kamar. Dia sopan karena tidak mencoba menggodaku meski kesempatannya ada. Kenny mencium dengan hangat tetapi tangannya juga sopan, biasanya menyangga punggungku atau menangkup kepalaku. Dia tidak pernah terlihat ingin berbuat yang tidak senonoh. Lalu bagaimana tadi dia bisa melakukannya dengan perempuan tersebut?
"Boleh aku duduk di sini?" suara yang kukenal. Hardy.
Dia langsung duduk di depanku sebelum aku menjawab.
"Kukira tadi kamu ke rumah Pak Guru Kenny."
"Hmmm aku ingin menemani Adriana untuk mala mini."
"Sudah buka email?"
Aku menggeleng.
"Kamu perempuan yang baik hati, mulia, suka menolong… pikirkan masa depanmu."
kata Hardy. Dia punya maksud tersembunyi dengan kata-katanya.
"Terima kasih."
"Laura… mengapa kamu tidak mempertimbangkan aku sama sekali? Apa yang membuatmu suka pada guru itu, meskipun dia…"
Aku berdebar-debar mendengar kata-kata Hardy.
"Mengapa dia?"
"Humm kurasa kamu sudah tahu."
Apakah semua warga kota ini sudah tahu? Bagaimana Hardi tahu… atau ada hal lain yang aku tidak tahu? Aku berusaha tenang.
"Ini minumnya, telurnya sedikit lagi. Eh… Pak dokter sudah memesan?" kata Richard sambil meletakkan segelas coklat panas yang menebar aroma hangat dan manis.
"Thanks Rick."
"Saya sudah pesan."
"Baik."
Richard meninggalkan kami. Dia terlalu sibuk melayani tamu-tamunya.
"Sejak pertama aku melihatmu di bandara waktu itu aku sudah jatuh cinta kepadamu. Laura, aku akan setia dan menjagamu,"
Hardy selalu berbicara dengan percaya diri.
"Setia???" aku terusik oleh kata-kata itu.
"Ya… jangan meragukanku, aku tidak seperti bapak guru."
Apa yang Hardy ketahui. Dia seperti ingin menunjukkan kesalahan Kenny.
"Dok, perasaan perlu tumbuh setelah orang saling mengenal dan menemukan konsep hidup yang sama."
"Aku siap berunding dan bersepakat, apa pun yang kamu minta, my sweet Laura."
Aku terkejut mendengarnya merayuku.
"Maaf dok, tanpa mengurangi rasa hormat, saya tidak ingin membahas masalah ini. Izinkan saya masuk, saya sudah mengantuk."
Terpaksa aku bersikap tidak sopan.
Kuambil telur rebus dari nampan yang dibawa pelayan kepadaku.
"Selamat malam dok."
"Kau… Laura… tolong pikirkan baik-baik, kamu tidak akan menyesal bila memilihku."
Aku mengangguk untuk memuaskannya. Aku pikirkan ...
***