Aktivitas ibu dan aku di pameran sudah mulai reda, kecuali menjaga stand bersama Clemence terutama setiap sore saat mengumumkan pemenang sketsa Anne Whitermann. Pengunjung yang ramai pada waktu itu juga memberi perhatian pada buku-buku kami. Beberapa orang berharap bisa menemukan buku-buku tersebut dalam bahasa Belanda. Sayangnya belum ada satu buku kami yang dialihbahasakan ke Belanda. Kami berharap tahun depan sudah bisa memamerkannya.
Di sela-sela waktu aku berkeliling melihat buku-buku lain dan membeli beberapa buku yang kami perlukan. Clemence setiap hari menyebut nama Eric di depanku. Dia semakin terang-terangan ingin menjodohkan pemuda itu denganku.
Setiap hari pula aku terkenang kepada senyum dan sorot mata Eric, ciumannya yang manis dan suaranya menimbulkan rindu sekaligus rasa bersalah kepada Kenny yang semakin menebal. Aku bahkan mulai memaafkan Kenny dengan foto-foto panasnya bersama gadis lain.
"Mana foto kekasihmu? Kerja apa dia?" tanya Clemence saat kami minum teh sore ini. Dia mengerling menggoda.
"apakah lebih keren dari Eric."
hhhehhh Eric lagi yang disebutnya!
Aku membuka HP dan memperlihatkan foto kami berdua.
"Kenny Williams, guru SMA di pulau terpencil, Pulau Bunga, kampung halamannya." Kataku sambil menyerahkan HP kepada Clemence.
"Not bad. Apa yang membuatmu ragu? Bagaimana dia tidak jujur kepadamu?" tanya Celmence sambil terus memandang layar HP.
Aku menyeruput teh sambil memandang ke kejauhan. Haruskah aku bercerita kepada Clemence? Dia baru kukenal dan sedang berusaha mendekatkan aku dengan Eric, pasti dia tidak akan bisa bersikap netral.
"Ganteng mana, Eric atau Kenny?" tanyaku.
Clemence mengangkat wajahnya dan menatapku.
"Kurasa kamu tidak bersungguh-sungguh mencintainya. Biasanya seorang kekasih akan antusias menceritakan pasangannya," kata Clemence dengan kesimpulannya sendiri.
"Ah … aku hanya mash ragu untuk bercerita." Kataku.
"Katakan hal baik dulu tentang dia. btw, ganteng Eric, lebih berkarakter."
Jawabannya mudah ditebak. Pasti dia condong kepada Eric.
"Hmmm… Kenny sabar, baik hati, suka memasak, tekun, dia sudah sangat siap untuk pernikahan kami." Kataku.
"Sound good! Lalu apa yang membuatmu ragu? Kemarin kamu bilang dia tidak jujur. Mau cerita?"
Clemence berusaia jauh di atasku, dia sekitar lima tahun lebih muda dari ibu. Sikapnya membuatku merasa aman.
Aku mengembus nafas dan meletakkan cangkir. Clemence mengembalikan HP setelah melihat sekali lagi foto kami berdua. Di foto itu Kenny memelukku dari belakang, aku menyandarkan kepala ke dada diri dan lengannya. Kami sama-sama tersenyum. Saat itu aku ingat, kami sangat bahagia. Richard yang memotret foto tersebut.
"Dia seorang duda." Kataku.
"Bercerai atau mati?" Clemence melihatku dengan kacamatanya yang melorot.
Kuceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Clemence, bahwa kami sudah bertunangan ketika Kenny menikah dengan perempuan lain, lalu aku putus kontak dengannya hingga tiba-tiba Kenny menghubungiku kembali. Saat itu baru kuketahui bahwa istrinya meninggal dan Kenny mengajakku menikah.
"Ya ampun Laura! Kamu sabar dan baik hati. Semoga laki-laki itu bisa menghargai cintamu yang besar kepadanya." Seru Clemence.
Aku menunduk. Tidak tahu apakah cintaku masih cukup besar. Aku merasa bersalah kepada Kenny dan aku ingin segera menikah dengannya agar aku tidak memikirkan pria lain seperti yang sekarang kualami. Hatiku sangat kacau. Wajah Eric terbayang kembali. Aku memikirkannya setiap saat. Bahkan lebih banyak memikirkan Eric ketimbang Kenny.
Sebelum bertemu Eric aku tidak pernah memikirkan pria lain, kecuali Kenny. Nuggie dan Hardy yang jelas-jelas melamar juga tidak bisa menggoyahkan hatiku. Aku menolak mereka. Nuggie kutolak karena dia adalah sepupuku sedangkan dr. Hardy sama sekali bukan tipeku. Perilakunya yang arogan juga membuatku merasa pasti bahwa kami tidak akan cocok. Lagi pula aku sudah memberikan janji kepada Kenny untuk menikah dengannya.
Mengapa sekarang Eric membuatku bimbang? Padahal aku juga tidak tahu apakah Eric menyukaiku. Dia mendekatiku untuk bersekongkol menggagalkan pernikahan ibu dan Jan.
Dia akan memanfaatkanku.
Clemence bertanya apakah aku bisa merasa nyaman bila menikah dengan Kenny dan menetap di pulau terpencil yang kuceritakan kepadanya.
"Kamu muda, energik, pikirkan juga apa yang bisa membuatmu bahagia selain memiliki suami. Bayangkan Kenny sebagai suami yang baik kepadamu, setia dan kalian akan hidup bersama selamanya. Meskipun aku orang Eropa, aku menghargai lembaga pernikahan." Katanya.
Kata-kata "setia" membuatku tersentak. Aku meragukan Kenny saat ini, mengingat pernikahannya dengan Marina dan hubungannya dengan perempuan lain.
"Terima kasih Clem, aku akan memastikannya kembali sebelum memutuskan untuk menikah," kataku sambil menatap matanya.
Dia membalas menatapku tetapi tidak berkata apa-apa lagi.
Kami menghabiskan kue dan minuman lalu berjalan kembali ke stand untuk mempersiapkan penilaian lomba sketsa. Hari ini adalah malam terakhir. Ibu dan Jan menjaga stand saat kami minum tadi.
"Look, mereka terlihat sangat bahagia. Cinta tidak kenal usia. Perilaku Jan dan Silvia seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta. Aku senang melihatnya."
Kata Clemence saat kami masih berjarak beberapa meter dari stand.
"Kamu belum pernah berkeluarga?" tanyaku.
"Belum ketemu yang cocok." Dia tertawa berderai.
"Clemence… sebenarnya ..um… ini tentang Eric… sebenarnya dia…dia tidak setuju Jan bersama ibuku." Aku tidak menjelaskan bahwa Eric mengatakannya langsung kepadaku akan niatnya memisahkan Jan dan ibu.
"Aku bisa mengerti karena dia ingin membuat Jan kembali kepada Gwen, tetapi tidak mungkin berhasil. Jan sudah berubah dan dia menganggap Gwen sebagai masa lalu. Betul dia masih bertangungjawab memberi nafkah Gwen meskipun secara hukum dia sudah bebas dari tanggungjawab tersebut."
Kami tiba di stand dan segera sibuk memilih beberapa sketsa yang masuk dan memilih pemenangnya. Pemenangnya seorang pemuda bertubuh kurus yang memakai sweater lebih besar dari ukuran tubuhnya. Dia berkacamata tebal. Pemuda itu tersenyum sekilas ketika menerima hadiah.
"Bagiku bukan hadiah yang penting, tetapi penghargaan kalian kepada Anne Whitermann yang kuciptakan. Dia sungguh cantik dan alami." Kata pria itu. Gambarnya detil, rambut Anne di gelung ke atas dengan gaya acak-acakan dengan baju super seksi tetapi klasik. Dia menggambar perempuan berkaki panjang, memakai celana pendek yang menonjolkan keindahan kakinya. Gambar perempuan itu memakai kemeja lengan panjang dan kancing atas di bagian dada dibiarkan terbuka. Posenya menggoda. Wajahnya yang terlihat cerdas memakai kacamata dan berdiri di depan super car untuk menunjukkan jati diri perempuan kaya.
"Saya suka gambarmu, terima kasih," kata Clemence.
"I am glad." katanya.
Pemuda itu mendekatiku.
"Beri waktu lima menit aku akan membuat sketsa dirimu. Kamu sangat menarik." Katanya.
"Ehm… aku…"
"Kamu tidak harus berpose. Lakukan aktivitas seperti biasa, aku hanya minta izin menatapmu dan melukismu."
Pemuda itu duduk di lantai dan mengeluarkan buku skets dan pinsil warna lalu melukis. Seperti katanya, maka aku tidak mempedulikannya. Kami mulai berkemas-kemas untuk menutup stand ketika tamu-tamu mulai meninggalkan tempat.
Tidak lama kemudian pemuda itu memberikan kertas skets berisi gambarku.
"Semoga kamu suka." Katanya.
Gambar itu sempurna, wajahku dengan topi rajut – pemberian Eric yang menjadi topi kesayanganku, berdiri membawa setumpuk buku.
"I love it. It 's super cool!" kataku.
"Aku senang kalau kamu suka. Namaku Donie." Dia menunjuk tandatangannya di atas kertas gambar.
"Terima kasih Donie kuharap kamu sukses dengan tangan ajaibmu."
"Danke."
Dia membungkukkan badan dan berpamitan. Aku memeluk gambarnya dengan senyum lebar.
Pameran berakhir keesokan harinya. Kami juga menutup stand setengah hari lalu mengemasi barang-barang. Clemence dan Jan kembali ke rumah masing-masing sedangkan aku dan ibu kembali ke hotel. Kami beristirahat lebih cepat dan berjanji untuk bertemu esok pagi di dermaga untuk berwisata naik kapal menyusuri kanal-kanal.
"Istirahat yang cukup, besok kita akan jalan seharian." Kata Jan sambil mengecup pipi ibu lalu dia juga mengecup pipiku, tiga kali, kiri-kanan-kiri. Khas Belanda.
Hmmm aku merindukan Eric. Sudah dua hari kami tidak menyapa di telepon.
Aku mengubah foto profil di WA dengan lukisan Donie.
***