Chereads / Mr. Lipstik's / Chapter 20 - Tempat Misterius Favorit Jae-Hwo (1)

Chapter 20 - Tempat Misterius Favorit Jae-Hwo (1)

"Kejujuran terasa sangat menyakitkan namun itu lebih baik daripada terus di bohongi yang membuat nampak bodoh."

______

Memikirkan segala sesuatu yang belum tentu terjadi membuat kepala ku sakit. Aku terus memikirkan bagaimana reaksi ayah dan ibu saat mendapat undangan dari bu Anne karena aku tak punya gambaran masa depan ku seperti apa. Bagaimana jika kedua orang tua ku marah dan langsung memutuskan apa yang mereka inginkan untuk diriku. Bagaimana jika aku di suruh ikut seleksi tim nasional nanti bila sesi perekrutan di buka. Atau bagaimana bila aku di suruh untuk mendapatkan nilai bagus agar bisa masuk ke universitas terbaik seperti kak Lovelace. Sedangkan kapasitas otak ku tak sepandai kak Lovelace.

Aku menekuk wajah ku dan benar-benar menekuknya. Bila wajah ini bisa di simpan pada suatu tempat untuk sementara waktu, aku akan menyimpan wajah ku terlebih dulu. Kenapa di usia tujuh belas tahun semembigungkan ini. Membuat ku sering lapar saja.

Baiklah mari kita berpikir tentang hal yang membuat ku merasa hidup terlebih dulu dan itu adalah makan. Aku merasa sangat hidup setelah makan dan merasa seperti zombie sekarat saat lapar seperti ini. Jadi, jangan ganggu aku dikala aku merasa lapar karena aku sangat sensitif.

Hal yang membuat ku bahagia dan ingin melakukannya terus dan engan untuk berhenti adalah tidur. Ya, aku sangat bahagia saat akan tidur dari rasa kantuk yang mendera. Kemudian aku akan terbangun dengan kondisi berseri-seri karena energi ku telah kembali. Aku tak bisa berhenti untuk tidak tidur karena tidur adalah sumber kebahagiaan ku.

Jadi kesimpulannya, bakat ku adalah makan dan tidur. Kenapa klise sekali sih. Jika seperti ini, semua orang juga melakukannya, bahkan bayi yang baru lahir pun sudah sangat mahir.

Kenapa aku sangat bodoh sekali ya. Mengenal bakat sendiri saja tidak bisa, pantas saja aku di selingkuhi oleh Axelle kurang ajar itu. Memang pada dasarnya aku yang bodoh tapi sok pintar.

"Baiklah, aku harus apa?" tanyaku pada diriku sendiri dengan menutup wajah ku menggunakan kedua telapak tangan ku.

"Bagiamana dengan menari?" tanyaku pada diri sendiri seakan aku pernah menari sebelumnya dan tampak mahir. Padahal menari sekali pun aku belum pernah.

"Ok, jangan mengada-ada dan berprilaku konyol Roosevelt!" ucapku pada diri sendiri karena berprilaku konyol adalah salah satu kebiasaan ku yang sudah mendarah daging dan ingin sekali ku hilangkan.

Aku memutar sebuah lagu yang sudah ku hafal liriknya jadi mari kita mulai menyanyi. "Starry starry night---" Aku berhenti menyanyi saat pintu kamar ku terbuka dan tak ada ketukan pintu sebelumnya.

Kepala Jae-Hwo melongok dari balik pintu. Dia melihat ku dan aku melihatnya jadi kami sama-sama saling melihat. Sepertinya ada yang berbeda dengan wajah Jae-Hwo kali ini, dia seperti mengenakan lipstik yang sangat familiar dan wajahnya itu tertutup oleh riasan yang sangat tebal dan terlihat tidak tampan sama sekali. Spontan aku berdiri dari duduk ku dan menghampiri Jae-Hwo lalu menariknya masuk ke dalam kamar ku.

Aku menatap wajahnya lekat dan kedua tangan ku menagkup kedua rahangnya. Aku harus berjinjit karena postur tubuh Jae-Hwo yang tinggi bak lemari jati milik nenek buyut yang berada di rumah nenek. Apa barusan aku menyamakan Jae-Hwo dengan lemari jati. Ah sudahlah tak mengapa, dia tidak tau juga tentang apa yang hati ku bicarakan.

Dia menatapku dengan pandangan yang tak dapat ku artikan dan jujur aku takut dengan pandangan ini. Kenapa dia menatapku seperti ini. Aku pun melepaskan tangan ku dari rahangnya dan berjalan mundur dua langkah dan dia sudah tak memandang ku seperti tadi.

"Apa kamu jadi korban malah praktek dari Loretta?" tanya ku pada Jae-Hwo karena tidak mungkin Jae-Hwo merias dirinya seaneh ini.

Dia menggeleng. "Memangnya kenapa dengan wajah ku? Bukankah ini unik?" Aku tau dia mengatakan itu untuk menjaga perasaan Loretta tapi Loretta tidak boleh melakukan ini pada Jae-Hwo.

"Ikut aku ke bawah!" Aku menyeret tangan Jae-Hwo untuk mengikuti ku ke lantai bawah dan untung saja dia menurut jika tidak, mana kuat aku menyeret Jae-Hwo yang bobot tubuhnya lebih banyak daripada aku.

Aku diam tanpa bicara apa pun sedangkan Jae-Hwo berkata, "Jangan membuat Loretta berkecil hati!" Tapi aku tidak peduli. Wajah Jae-Hwo yang seperti ini begitu menyiksa mata dan bagaimana bisa Loretta merias Jae-Hwo seperti ini. Ini bukan riasan idol boyband yang sering Loretta katakan dan tunjukkan padaku tapi ini ondel-ondel.

Tepat sekali, semuanya sudah berkumpul di meja makan dan aku tak mau menganggu acara makan malam jadi aku diam dan duduk di kursi ku. Begitu juga dengan Jae-Hwo. Aku baru akan mengatakannya saat perut ku dan perut Loretta sudah terisi oleh makanan agar perut kenyang dan Loretta bisa menangis dalam kondisi perut kenyang.

"Sudah aku bilang, aku bisa merias seperti para perias idol K-Pop. Lihat, kak Jae-Hwo seperti seorang idol!" Aku tau, Loretta tengah mengajak ku untuk bicara dengan pamer keahliannya itu.

"Hum!" sahut ku dengan mengunyah daging sapi asap pemberian bibi May, saudari tertua ayah yang memiliki kedai daging sapi asap yang terkenal enak.

Daging asap masakan bibi May memang sangat juara dan itulah yang membuat bibi May menjadi kaya karena kedainya selalu ramai oleh pembeli dan sudah membuka dua cabang. Keren bukan bibi ku itu. Jangan samakan dengan ku karena saat bibi mengajari ku mengolah bumbu, hasilnya sangatlah tidak enak dan aku pun trauma membuatnya.

"Lore, kamu sangat berbakat saat merias para perempuan dan mereka terlihat sangat cantik. Tapi kamu tidak belum mahir merias laki-laki. Lihat, Jae-Hwo mirip ondel-ondel bukan idol, bahkan lebih tampan ondel-ondel."

Semua menatap ku kesal karena ucapan ku. Tapi aku tidak akan tinggal diam. "Kamu harus bisa menerima kritik orang lain. Keluarga kita diam dan Jae-Hwo diam karena tak ingin menyakiti hati kamu. Tapi aku, aku bukanya menyakiti tapi menyadarkan kamu agar lebih banyak belajar lagi." Niat ku sangat baik tapi kenapa orang-orang tetap memandang ku seakan aku ini hidangan penutup.

"Tapi kata-kata kakak sangat menyakitkan!" ucap Loretta berkaca-kaca dan semua menatap Loretta sedih.

Aku mengembuskan napas, "Ya, menyakitkan! Tapi lebih baik kata-kata ku daripada kata-kata orang-orang di luar sana nanti!" Akhir ku lalu meneguk air putih sampai habis.

Ini bukan pertama kali Loretta merias laki-laki dan ingin membuatnya seperti idol K-Pop. Ayah, pacar kak Lovelace, saudara sepupu dan sekarang Jae-Hwo. Hasilnya tetap sama, tidak ada kemajuan. Adik ku hanya jago merias perempuan tidak untuk laki-laki.

Aku jadi teringat akan diriku sendiri. Tentang kemampuan memanah ku yang tak berkembang.

"Saya mau bicara dengan Roosevelt dulu!" ucap Jae-Hwo yang membuat ku terkejut karena seharusnya dia menengakan Loretta bukan malah menarik ku keluar rumah seakan aku mau di usir setelah membuat kericuhan.

Jae-Hwo yang tinggi mendiamkan ku yang di seret berjalan di belakangnya menuju rumahnya. Sebenarnya dia mau mengapakan aku sih. Sisi menyebalkan Jae-Hwo kembali muncul dan aku sangat kesal dengan ini.

"Tunggu di sini jangan kabur!" ancamnya yang membuat ku ingin mencakar wajahnya yang aneh dengan riasan ondel-ondel itu.

Dia kembali dengan menaiki sepedanya dan berhenti di samping ku yang memasang wajah gondok. "Ayo naik!" suruhnya dan aku pura-pura tuli.

"Aku mau nunjukin kamu tempat favorit ku yang indah ke kamu!" katanya dan tanpa ba bi bu, aku langsung naik ke boncengan sepeda dengan tetap gondok padanya.

Aneh saja, kenapa dia malah mengajak ku ke tempat favoritnya dan sejak kapan dia punya tempat favorit di sini. Aku jadi curiga. Dia misterius sekali malam ini. Terserah dia lah, aku malas untuk mengeluarkan suara dan awas saja bila dia menjaili ku nanti.

To be continued.