Desa Gossy, itulah tempat ku tinggal. Desa kecil yang terletak di pinggir pegunungan naga, dimana mata pencaharian sehari hari penduduknya adalah kapas, di desa ini pohon kapas ada dimana mana, sampai aku bosan melihat semua itu. Ngomong-ngomong namaku Arashi Arata, anak kedua dari pasangan Arashi Caraka dan Arashi Tanisha. Aku punya seorang kakak perempuan dan adik perempuan, Arashi Diana nama kakak-ku dan Arasi Touka adik-ku.
Kehidupan keluarga kami sangat pas-pas an, itulah mengapa ibu selalu menggalakan anak-anaknya untuk melakukan HCI: Hemat, Cermat, Irit. Aku bukan menyebutnya seperti itu, daripada dibilang HCI, mereka lebih terlihat seperti orang pelit.
Di desa keluarga kami lumayan terkenal, dimana ayahku adalah seorang mantan ksatria, dia menjadi komandan dari unit keamanan desa kami. Kakakku pun terkenal di kalangan teman-temannya, selain karena cantik dia juga ahli dalam bela diri. Sementara adikku sangat pintar dalam pelajaran sekolah, dia selalu mendapat peringkat 1 dalam kelasnya. Dan aku tidak bisa apa-apa.
"Kenapa aku tidak memiliki bakat" keluh ku pada ibu.
"Bukan tidak punya, tapi kamu hanya belum menemukannya arata"
"Tapi kakak dan Touka-chan memiliki bakat, kok aku tidak punya bu?"
"Ya Ampun, kenapa kamu tidak meminta latihan berpedang dengan ayahmu, siapa tau nanti kamu bisa menjadi seorang ksatria"
"....Ksatria ya?"
Jujur saja, aku sangat benci mereka. Mereka hanya orang-orang sok kuat yang dibayar untuk melindungi bangsawan serakah di kota, aku sangat ingin meneriaki mereka _ "Dasar anjing pesuruh"
"Aku pulang, ah oiy adikku yang pemalas"
Aaah ini dia, si penghancur ketenangan ku, kakakku sangat senang mengejek dan menjahiliku. Dia terus memanggilku "pemalas". Baginya tidak menjahiliku selama seharian penuh sama dengan akhir dari hidupnya.
"Ibu kalau tidak salah, lusa Touka akan dibawa ke daerah Utara kan?"
"Ya lusa mereka akan menjemput Touka"
Karena memiliki kepintaran diatas rata-rata, adikku dipilih untuk mendapatkan beasiswa gratis sampai umur 15 tahun. Itu berarti aku akan berpisah dengannya.
Dibanding dengan kakak, aku lebih dekat dengan Touka-chan¹. Touka sering kali memintaku untuk membacakan buku bergambar, walau dia anak jenius tapi dia selalu ingin di bacakan buku olehku.
"Mereka tidak berbahaya kan bu?" Aku menanyakan hal ini dengan serius
"Apa maksudmu arata?"
"Orang-orang yang akan mengantar Touka ke daerah Utara, mereka bukan orang jahat kan?"
"Ya Ampun, kamu ini terlalu khawatir kalau sudah menyangkut Touka. Tenang saja mereka orang baik kok, mereka tim resmi yang dikirim langsung oleh Kaisar Utara, dan lagi kan teman ayah ada yang bekerja disana"
Walau sudah mendengar itu, aku masih belum terlalu percaya. Seandainya terjadi sesuatu pada Touka, mereka tidak akan ku maafkan.
"Heiii kau ini selalu saja tidak mau melepaskan Touka, apa jangan-jangan kau mencintai Touka sebagai seorang wanita?"
"KAKAK BERCANDAMU SUDAH KELEWATAN"
"Ya aku takut saja, karena beberapa hari lalu kan kau baru ditolak oleh seorang perempuan" kakak tertawa lepas
"Wah wah..."
"IBU TIDAK USAH IKUT-IKUTAN!"
Ya memang 2 hari lalu aku ditolak oleh temanku Lia, aku mengatakan padanya bahwa "Aku mencintaimu" tapi dia malah membalas dengan "Maaf, kita kan hanya teman" ah itu rasanya sangat sakit dan memalukan.
"Diana, memang siapa perempuan yang menolak arata?"
Ayahku muncul entah dari mana.
"Dia ditolak oleh Lia-chan, hahaha"
"Wah wah arata sudah mengincar anak kepala desa ya, hahaha"
"AAAH SUDAHLAH"
Aku sangat kesal dengan ejekan mereka bertiga. Akupun lari kedalam kamar.
"Kakak memang menyebalkan"
"Ada apa kak?"
"Waaa, Touka kenapa kau ada di kamarku?"
Touka dengan santainya berbaring di kasur sambil membaca buku-buku milikku.
"Aku hanya sedang membaca buku tentang tumbuh-tumbuhan" Dengan wajah semangat Touka menunjukan isi bukunya.
"Berarti kau bisa membaca sendiri kan?"
"Tidak...jika buku bergambar harus kakak yang membacakannya"
Ya beginilah adikku, jika tidak dituruti dia akan merengek sampai menangis nangis. Aku pernah menolaknya sekali dan dia langsung menangis dengan sangat keras.
"Ya Sudahlah"
Walau begitu memang aku tidak bisa menolak permintaan adik kecil ku yang imut ini.
"Oke ayo kita baca dari halaman pertama"
"Yoooo…"
Wajah Touka langsung berseri dia mendekat dan menyender ke pundakku.
Tidak terasa jika matahari sudah mulaii terbenam. Touka sudah tertidur lelap di pundakku.
"Ya ampun kau ini, kalau ngantuk kenapa tidak tidur di kamarmu sendiri"
Dari luar kamar terdengar suara ramai sekali, dari balik pintu aku mengintip keluar.
"Ternyata ada tamu, kenapa mereka datang saat waktu malam sih"
"Iya ya mengganggu saja"
"Hem hem itu memang benar… Eh"
"Waaaa kakak"
Terlihat kakak yang baru selesai mandi, dia turun dari jendela kamar mandi di atas kamarku dan langsung masuk lewat jendela.
"Kenapa kau masuk lewat jendela siiih"
"Ya habis kan ada tamu, aku malu kan aku tidak pakai bajuu"
Dengan suara yang sok imut dan bibir yang di monyongin dia menjawab seperti itu.
"Jadi aku numpang pakai baju di kamar mu ok"
"Terserah kau saja"
"Jangan melirik ke belakang yaaa"
Dengan suara centilnya itu kakak menyuruhku untuk tidak menoleh ke arahnya yang sedang pakai baju.
"Kak, memangnya siapa mereka?"
"Aaah mereka itu orang-orang dari Utara. Mereka memajukan penjemputan Touka jadi besok siang"
"Hah?...besok tapi kan rencana awalnya lusa?"
"Entah lah aku tidak paham hal-hal seperti itu
Entah mengapa rasanya aku punya firasat buruk.
"Apa kakak tidak curiga pada mereka?"
"Hmmm, di bilang curiga juga tidak. Habisnya mereka kan teman dekatnya ayah"
Aku tidak tau harus apa. Melarang mereka membawa Touka pun tidak mungkin "Sepertinya memang aku akan berpisah dengan Touka"
Hari pun berganti, jam 11 nanti mereka akan langsung bersiap untuk pergi.
"Jaga dirimu baik-baik ya Touka"
"Hmm aku akan menjaga diri kok ibu"
Ayah dan Ibu memeluk erat Touka, perpisahan sementara orang tua dan anaknya memang terlihat sangat menyedihkan.
"Kak Diana aku siap-siap pergi ya"
Touka memberikan senyuman manis nya pada Diana.
"HUAAAA TOUKA SAMPAI BERTEMU 5 TAHUN LAGI YAAAAA"
Diana menangis sekeras kerasnya sembari memeluk Touka.
"I-iya kak, aku janji...tapi lepaskan pelukanmu...sesak"
"Ah maaf Touka"
Touka berjalan kearahku, aku melihat matanya dia sudah seperti tidak bisa menahan tangisnya. Wajah dan matanya mulai memerah, air mata keluar sedikit demi sedikit.
"Kak Arata, saat aku pulang nanti aku akan membawa banyak buku. Dan kakak harus membacakannha untuk ku ya"
Touka tersenyum lagi. Aku tau sebenarnya Touka menahan tangisnya, walau begitu matanya sudah mulai berair.
"Ya kakak janji, nanti akan kakak bacakan semua buku yang kau bawa ya"
Touka langsung memeluku.
"Oke janji ya"
"Ya janji"
Tepat waktu menunjukkan pukul 11 pas.
"Oke Touka-chan kita berangkat"
Mereka menuntun Touka naik ke kereta kuda.
"Aku berangkat yaaa"
Touka melambaikan tangan pada kami. Semakin jauh, semakin jauh kereta kuda itu sudah hilang dari pandangan mata.
"Semoga dia baik-baik saja ya"
"Yoosh sekarang ibu mau belanja kalian malam ini mau makan apa?"
Dengan mata yang masih bengkak karena menangis tadi ibu menanyakan ingin makan apa pada kami ber tiga.
"Hmmm ikan bakar sepertinya enak"
"Ah iya ayah setuju, kau Arata?"
"Aku sedang tidak mau makan"
Aku langsung berjalan ke rumah dan masuk ke kamar, walau baru beberapa menit Touka pergi aku sudah sangat merindukan tingkahnya itu.
"Sepertinya dengan membaca buku bisa menghilangkan rasa sedih"
Aku melanjutkan bacaan yang kemarin ku bacakan pada Touka, aku kemudian berkata dalam hati "Seharusnya aku sudah menamatkan buku ini untuknya".
Selang beberapa jam kemudian aku ketiduran.
{Daerah tenggara pegunungan naga}
Terlihat di atas tebing ada sekumpulan orang-orang berjubah hitam, jumlah mereka kurang lebih sekitar 50 orang.
"Apa disini tempatnya tuan…?"
Tanya salah satu orang berjubah hitam.
"Ya disinilah tempatnya"
Lelaki berzirah hitam keunguan keluar dari tengah-tengah orang berjubah hitam. Dari perawakannya lelaki itu terlihat seperti orang berumur 30-40 tahunan, rambutnya berwarna silver panjang, matanya berwarna kuning kehitaman, tingginya kurang lebih 2 meter menggunakan zirah hitam keunguan, membawa tombak dengan 2 sisi mata pedangnya dan menggunakan topeng setengah wajah.
"Akhirnya aku menemukanmu"
"Baiklah mari kita mulai"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kembali ke rumah, Arata masih tertidur di kamarnya. Suara ledakan membangunkan Arata.
*Duar
Suara teriakan warga desa pun terdengar dimana-mana. Desa ini sedang diserang.
"Ada apa ini"
Arata langsung berlari menyusuri koridor dan turun ke lantai satu.
"Ibu ada apa ini?"
"Entahlah nak ibu tidak tau, setelah suara ledakan tadi sepertinya desa di serang"
Tak lama dari itu ada ledakan lagi, dan ledakan itu mengenai rumah keluarga Arata, menyebabkan tembok hancur.
"Uhuk uhuk"
Arata bangun dengan sempoyongan, debu membuat pandangannya kabur dan membuat sesak nafas.
"Uhuk uhuk...ibu…ibu tidak apa apa?"
"Aaaaaaaaah"
Suara teriakan ibu terdengar.
"IBUU…"
Arata terdiam melihat itu
"Ibu?..."
Ibu sudah tergeletak di tanah, di dadanya masih tertancap sebuah pedang. Salah satu orang berjubah hitam itu masuk ke dalam rumah.
Dengan keadaan yang sudah sekarat ibu Arata menyuruh Arata untuk melarikan diri.
"Lari lah….Arata….cepat..lah!"
Ibu sudah meninggal di tangan orang itu.
Arata yang menyaksikan kejadian tragis itu hanya diam tak bergerak. Sementara orang berjubah hitam itu mendekat ke arah Arata.
"Akhirnya kami menemukanmu"
"Eh?...Aku?"
"Menyerah saja, maka ini akan cepat dan tidak sakit"
Dengan wajah yang masih syok Arata tidak bisa berbuat apa apa.
"ARATA"
Ayah Arata menyadarkannya.
"Ibu...IBU"
Ayah dan Diana muncul, mereka bersenjatakan pedang dan zirah kulit.
"Sialan kau, tidak akan ku maafkan kau"
Ayah langsung menyerang orang itu, tapi dengan cepat serangnya di belokan, dari arah berlawanan Diana menyerang dari belakang.
"Hyaaaa"
Satu tebasan tepat mengarah ke kepala orang itu, tapi dia langsung menunduk dan menendang perut Diana, Diana terlempar dan tertiban reruntuhan rumah.
"DIANA!"
Ayah lengah setelah melihat Diana terpental.
"AYAH AWAS"
"Hah"
Satu tebasan tepat mengenai dada Ayah, tidak sampai disitu orang berjubah hitam itu langsung menusukkan pedangnya di dada ayah.
Ayah tersungkur jatuh, sama seperti kata-kata terakhir ibu "Larilah Arata"
Arata langsung berlari. Dia yang masih tidak tau apa yang sebenarnya terjadi hanya bisa terus berlari, orang-orang di desa pu begitu, satu persatu di bantai oleh mereka.
Aku tidak boleh terus lari, satu-satunya cara adalah dengan memanggil bantuan.
Arata berlari ke arah menara pengawas dan menembakkan suar bantuan ke langit, dengan harapan pasukan kekaisaran datang membantu dia menarik nafasnya.
Tetapi si pengejar itu masih di belakangnya, satu tendangan mendorong Arata jatuh ke bawah. Empat besi hitam ditembakkan dari atas dan langsung menusuk kaki dan tangan Arata.
"Aaakhg"
Sekarang arata terkunci dan tak bisa bergerak.
Orang berjubah hitam yang lainnya datang satu persatu.
"Panggilakan Barinas-sama² kesini, target sudah di amankan"
Hei..apakah kau merasa marah?.
Suara apa itu?.
Suara bisikan terdengar dari telinga Arata.
Hei...apakah kau ingin menghajar mereka?
Si-siapa kau?
Hei...apakah kau mau kupinjamkan kekuatanku?
Siapa kau? Tunjukan dirimu!
Baiklah sepertinya kau sangat ingin bertemu dengan ku.
Penglihatan Arata berubah seketika. Suasana riuh, teriakan warga desa sudah tidak terdengar.
"Dimana ini?...kenapa sunyi sekali"
Di tempat ini tidak terasa angin sedikitpun, hanya ruang hampa yang berisi kegelapan saja.
"Apa aku mati?"
"Kau belum mati kok"
"Siapa?"
Suara wanita terdengar bergema di tempat itu, hingga tiba-tiba ruang hampa itu berubah menjadi ladang bunga mawar merah tua. Dan di ujung padang bunga ini ada satu singgasana yang berhiaskan bunga mawar juga. Dari kegelapan sosok wanita keluar dan duduk di singgasana itu.
Penampilannya seperti wanita umur 30 tahunan, rambut hitam pekat dengan sedikit bagian rambut berwarna merah, menggunakan aksesoris mawar di rambutnya, dan menggunakan gaun yang berhiaskan sayap burung gagak.
"Siapa kau?"
"Siapa aku?.... Itu tidak penting, yang penting sekarang adalah apakah kau mau membalaskan kematian keluargamu?"
Wanita itu tersenyum. Senyumannya itu benar benar mencurigakan.
"Apa mau mu?"
"Heeee aku hanya ingin membantu mu"
"Bagaimana kau mau?"
Dia mengerutkan sebelah alisnya.
"Sebutkan siapa namamu dulu"
"Baiklah baiklah, kau ini sangat memaksa, kau boleh memanggilku Darkness"
"Dark..ness?"
"Ya itu benar,... baiklah kontrak sudah di buat"
Sebelumnya dia tidak mengatakan kontrak atau apapun itu, sepertinya dia sudah memanfaatkan atau mungkin menipu arata.
"Aku akan memberikan sedikit kekuatan ku"
"Eh?"
Wanita itu berdiri dan berubah menjadi gumpalan asap hitam, dengan cepat asap itu langsung menyelimuti arata, wanita itu berubah kembali ke bentuk aslinya. Sembari memeluk arata dari belakang dia berkata
"Kekuatanmu ini akan menjadi semakin kuat hanya dengan kebencian mu itu, semakin kau membenci sesuatu maka kekuatan ini akan menjadi lebih kuat lagi. Kekuatan yang berada di puncak tataan semesta…Satu satunya kekuatan yang bisa menembus Zirah cahaya para malaikat...Kekuatan ini akan menjadi milikmu sampai akhir hayatmu."
Wanita itu terus membujuk Arata, semakin lama Arata semakin termakan oleh bujukannya.
"Baiklah aku akan menerimanya"
Arata menerima tawaran Darkness.
"Baiklah, sekarang kau tidurlah sebentar, biar aku yang mengurus semuanya"
Darkness mengusap wajah Arata, dan seketika Arata pun tertidur.
"Khuhuhuhu"
Darkness tertawa.
"Akhirnya hari ini tiba, baiklah tanpa berlama-lama lagi...Saatnya permainan dimulai"
BERSAMBUNG
Sekedar info aja:
¹ Chan biasanya digunakan untuk memanggil anak kecil, atau gadis-gadis remaja.
² Panggilan Sama ini digunakan untuk memanggil orang yang derajatnya jauh diatas kita. Panggilan sama juga biasa digunakan untuk memanggil orang dari kaum bangsawan, contohnya o-sama dan ojou-sama.