Mayang terbangun entah jam berapa ketika tersadar sedang berada di rumah sakit sekarang dan sedang menunggui Daud.
Mayang bangun dan berdiri mendekati Daud. Terlihat kelopak matanya bergerak-gerak dan kemudian terbuka.
Mayang memandangnya. Daud membalas tatapan Mayang. Mulutnya sedikit bergetar seperti mau mengucapkan sesuatu. Mayang tidak tahu apakah Daud mengenalinya atau tidak. Saat ini lampu dalam kamar juga tidak terang karena lampu utama sudah dimatikan sejak tadi.
Mayang mendekatinya. Menunggunya berbicara, tapi tidak ada suara yang keluar dari sana. Mayang mengambil gelas yang ada di meja di sebelahnya.
Mayang letakkan sedotan di bibirnya. Menyuruhnya minum, tadi dokter mengingatkan jika memang memungkinkan Daud harus banyak minum jika dia sadar nanti. Pelan dan berusaha keras kulihat Daud menyedot air dari gelasnya.
Mayang tahu kalau Daud pria yang kuat. Dia pria tangguh, dia tidak akan menyerah dengan keadaannya yang sekarang.
Mayang bisa lihat dari semangatnya ketika dia mencoba menghabiskan air minum di gelasnya saat ini.
Mayang meletakkan gelas yang lebih dari separuh diminumnya. Memandangnya. Daud kembali memandang Mayang dia tetap tidak mengucapkan apa-apa karena mungkin belum kuat dan mampu untuk melakukannya, tapi pandangan matanya seperti berbicara dan mengucapkan terimakasih pada Mayang saat itu.
Mayang meletakkan tangan di telapak tangannya masih dingin juga. Mayang genggam pelan.
"Daud, aku yakin kamu pasti akan sembuh. aku yakin kamu akan cepat pulih, kamu harus semangat." Mayang berkata pelan.
Daud hanya diam. Dia tetap memandang Mayang. Tak berapa lama dia kembali tertidur pulas. Masih dengan jemariku memegang erat tangannya.
Mayang kembali duduk di kursi kosong disebelah ranjangnya. Melirik ke arah jam tangan yang menunjukan pukul tiga lebih dua puluh menit. Masih malam sekali sekarang.
Mayang kembali tertidur.
Pukul lima subuh, Mayang terbangun dan pergi beribadah sebentar di rumah ibadah yang terletak di rumah sakit itu. Setelah itu, Mayang menimbang-nimbang keadaan sekarang.
Mayang sekarang adalah pengelola dari sebuah restoran. Tentu tidak bisa sembarangan dia absen begitu saja. Terlebih dia baru saja beberapa hari masuk. Tentu kesan yang tidak baik dia dapatkan. Maka, Mayang pun segera menginfokan kepada bawahannya, bahwa dia tidak bisa masuk karena harus menunggu sanak keluarga sakit. Sanak saudara di sini yang dimaksud adalah Daud.
Pukul sembilan pagi, ketika Mayang sedang duduk sembari memantau laporan keuangan restoran melalui ponsel di samping ranjang Daud. Terlihat tangan Daud bergerak pelan. Sejak kemarin Mayang belum pernah melihat Daud menggerakkan anggota tubuhnya sedikitpun, tadi pihak rumah sakit sudah memasang selang infus di tangan sebelah kiri Daud, transfuse darah akan mereka lakukan lagi siang nanti.
Mayang segera bangkit mendekatinya. Terlihat matanya terbuka. Refleks Mayang meraih gelas air minumnya kembali, mendekati sedotan ke bibirnya yang kering. Dengan pelan dia kembali menyedot minumannya, kali ini habis satu gelas.
Mayang memegang tangan Daud, hangat.
Mayang melihatnya. Wajahnya sudah agak bersemua merah. Beda dengan kemarin yang masih pucat pasi.
Daud menggerakkan bibirnya. Menelan ludahnya. Mencoba berusaha membuka mulutnya.
"Mayang," panggilnya pelan.
Mayang tersenyum. Mayang senang Daud kembali mengenalnya. Rasanya sudah lama sekali tidak mendengar suara Daud.
"Ya, Daud. Ini aku Mayang, orang yang kamu anggap kakak sekaligus teman kos mu." Mayang balik menyapanya mencoba tertawa seriang mungkin. Mayang ingin dia tahu bahwa semuanya baik-baik saja.
Dia meneguk ludahnya lagi. Membasahi bibirnya yang kering.
"Bagaimana kabar Bu Mayang? " tanyanya lugu.
Mayang ingin tertawa rasanya mendengar pertanyaannya itu. Lucu sekali. Siapa yang sekarang sebenarnya sedang terbaring sakit di ranjang rumah sakit. Mayang atau Daud?
Mayang mengambil gelas yang sudah diisi air lagi. Mendekatkan kebibir Daud. Kembali dengan semangat dia menghabiskan air minumnya.
" Aku baik-baik saja kok, kamu gimana, Daud? Baik-baik saja kan ? " Mayang bertanya dengan nada seringan mungkin pada Daud. Berharap Daud menjawabnya dengan sadar. Ini kesempatan Mayang untuk berterima kasih atas apa yang telah dilakukan Daud. Secara heroic menyelamatkan Novi.
Daud mengangguk pelan. Masih lemah sekali. Mata sebelah kirinya masih di perban. Kepalanya juga yang luka dan dijahit juga masih di penuhi oleh perban putih dan obat yang sudah menguning di sekitarnya, tapi yang paling Mayang perhatikan adalah luka tusukan di perutnya.
"Daud." Mayang berkata pelan. Memandangnya. Dia balas balik memandangku. Mata mereka beradu
"Terima kasih ya kamu sudah menyelamatkan Novi. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya membalas kebaikanmu." Mayang berucap dengan sepenuh hati.
Daud tiba-tiba memegang tangan Mayang. Dia genggam. Mayang agak terkejut dengan sikapnya itu.
"Novi mengingatkanku kepada adikku yang ada di medan, May. Makanya ketika Andini bilang kalau Novi dijual ke lokalisasi. Aku langsung tidak terima. Langsung saja aku ke sana. Mengobrak-abrik tempat itu dan membawa Novi pergi." Daud menjelaskan dengan bersusah payah. Dia menggenggam tangan Mayang. Menandakan bahwa dia serius akan hal satu ini.
Mayang balik memegang tangan Daud sambil mengangguk pelan.
"Terima kasih, Daud. Kamu tahu kalau aku sangat menyayangi Novi. Aku syok sekali mendengar kabar terakhir dia. Tapi, untung ada kamu yang telah menyelamatkan Novi." Mayang berucap dengan sepenuh hati. Di matanya, Daud adalah lelaki sejati yang tidak gentar akan apapun. Bahkan, dia tidak ragu untuk mengorbankan nyawanya. Ternyata pria ini tidak hanya seksi secara fisik, melainkan sifatnya juga.
Daud membalas dengan angukan. Dia meringis pelan. Merasakan sakit di ulu hatinya dekat perutnya. Mayang segera menekan tombol di dekat ranjangnya memanggil suster penjaga.
Dibantu suster Daud disuntik dengan obat penenang lagi, kemudian dia tertidur.
Mayang lalu mengirim pesan ke Andini mengenai kabar Daud. Andini yang memang sibuk di kepolisian untuk mengurus perkara ini terlihat senang mendengarnya. Andini memang selalu maju di depan kalau ada masalah seperti ini.
Tidak berapa lama, Polisi datang. Berniat untuk meminta keterangan dari Daud. Tepat ketika Daud sadar. Mereka pun berbicara. Sedangkan Mayang menunggu di luar.
Dalam hati Mayang menyimpan dendam. Marwan adalah akar dari semua masalah ini. Yang membuat Novi gila. Yang membuat Daud koma. Dia harus mendapatkan pelajaran yang setimpal.
*
Seharian Mayang menunggui Daud. Mayang hanya pergi meninggalkannya ketika polisi datang, pergi beribadah dan mandi serta makan siang saja. Selebihnya Mayang selalu berada di sampingnya Daud, membantunya melewati masa-masa sulit dan sakit dia .
Beberapa kali Daud terbangun, Mayang membantu dan mengajak Daud bicara pelan-pelan, trauma yang dihadapinya sangat berat. Semangatnya harus dibangkitkan kembali, untung Daud adalah pria yang tangguh dan kuat, masa-masa sulit ini mungkin akan segera dilalui olehnya.
Keesokan paginya Mayang pulang ke rumah Andini. Dia masuk kerja hari ini, terlalu banyak dia meninggalkan restoran, padahal, dia masih terhitung baru. Meskipun dia adalah pengelola atau bisa dibilang manajer. Dia tidak ingin semena-mena. Ada tanggung jawab yang harus dia lakukan.
Hari ini, Mayang meninggalkan Daud. Beberapa kali Mayang menelfon rumah sakit menanyakan kabar Daud. Ada suster khusus yang Andini minta untuk menunggui Daud. Sehingga dia tidak perlu risau.
Sedangkan kondisi Novi belum juga membaik. Gadis itu berteriak ketakutan. Dia juga menangisi Marwan. Pria yang sudah menjerumuskannya dan tega menjual Novi ke lokalisasi. Mayang begitu dendam dengan Marwan. Polisi juga sedang mencarinya. Sial pria itu belum bisa ditemukan.
Namun yang membuat Mayang sedih adalah Novi sama sekali tidak menyebut namanya. Menginginkan kehadirannya. Tentu membuat hati Mayang bak diiris sembilu. Seharusnya disaat seperti ini, Mayanglah tempat Novi berlindung. Dari siapapun yang hendak mencelakainya. Namun, apa mau dikata. Rasa benci yang begitu menggunung membuat Novi merasa tidak membutuhkan Mayang lagi.
Namun sebagai ibu dia tidak akan menyerah demi buah hatinya. Dia harus menunjukan bahwa dia adalah ibu yang terbaik dan selalu ada di kala Novi kesusahan. Mayang ingin membangun kepercayaan Novi lagi.
Sedangkan di sisi lain, Ternyata selama Mayang berada di restoran . Menurut penuturan suster, Daud mencarinya. Mayang bukannya bahagia mendengarnya. Dia justru sedih mendengar bahwa Daud merasa kehilangan Mayang. Mayang tahu Daud embutuhkan seorang teman yang bisa mendampinginya di saat seperti ini. Yang bisa membantu dia melewati masa-masa sakit ini. Mungkin saat ini dia pikir Mayang-lah yang bisa dia andalkan untuk mendampinginya mengingat Daud hidup merantau di kota ini.
Mayang bisa mengerti bagaimana perasaan Daud sekarang yang sedang terkapar sakit tapi tidak ada yang seseorang yang menungguinya. Mayang sedih dan menyesal telah meninggalkan Daud sendirian di Rumah Sakit hari ini.
Sepulang kerja, Mayang langsung datang ke rumah sakit. Tadi Andini mengirim pesan jika mau ke rumah sakit bisa berbarengan dengan dia tapi sayangnya Mayang harus pulang malam. Membayar hutang pekerjaan karena cuti kemarin.
Sekitar Jam delapan malam, Mayang baru sampai di Rumah Sakit. Yang membuat Mayang terkejut adalah terlihat Daud yang bangun. Andini duduk di sebelahnya. Terlihat Daud meringis kecil melihat Mayang.
Ada satu mangkok bubur kecil di atas meja dekat ranjangnya, itu asupan makan malam Daud yang di sediakan rumah sakit. Setahu Mayang dari saat kejadian sampai sekarang. Mayang belum pernah lihat Daud makan. Karena Daud lebih sering tidak sadar dan tertidur selama ini.
Melihatnya sudah boleh dan mampu makan, Mayang makin yakin bahwa Daud akan lekas pulih darisakitnya, atau setidaknya sudah melewati masa kritisnya.
Mayang membalas senyum Daud yang menyambut kedatangannya dengan tertawa seriang mungkin.
Mayang ingin Daud tahu bahwa semuanya akan baik-baik saja. Jadi Mayang harus menampilkan wajah seoptimis mungkin, seolah tidak ada kejadian besar yang datang menimpa sebelumnya.
"Besok Daud sudah diizinkan keluar dari ICU. ini malam terakhir dia disini, besok dia pindah ke kamar rawat inap biasa," ujar Andini memberitahukan Mayang.
"Syukurlah," sambut Mayang senang sembari memandang Daud . " Aku yakin banget kalau kamu akan cepet sembuh, Daud. "
Daud hanya tersenyum. Raut mukanya masih lemas. Perban juga belum lepas dari kepalanya, tapi terlihat bahwa itu perban baru. Pasti diganti tadi siang.
"Iya lah pasti dia cepat sembuh, jangan pura-pura masih sakit deh, mentang-mentang suster yang tadi licin mulus ntar kamu lama-lamain lagi di Rumah Sakit," ujar Andini berkelakar. Santai sekali gayanya seolah tidak merasa yang bagaimana-bagaimana. Apa mungkin Andini sudah tidak ada rasa dengan Daud?"
Mayang tertawa mendengarnya. Daud mencoba tertawa tapi dia menahan perutnya karena masih sakit yang ada sekarang dia jadi meringis.
"Sudahlah, Daud. Kamu istirahat aja sekarang, ini bubur juga belum habis." Mayang ambil mangkuk bubur yang disediakan oleh rumah sakit, belum juga setengah dimakan olehnya.
"Aku bantu suapin kamu ya." Mayang menawarkan diri.
"Tadi aku sudah menawarkan diri untuk menyuapi dia, tapi dia seperti enggak selera kalo aku yang nyuapin, maunya ama suster yang cantik. Malam-malam gini mana ada suster mau bantuin nyuapin? Suster ngesot mau ?" kata Andini yang melempar candaan sesantai mungkin. Terlihat Andini menganggap Daud seperti teman saja. Entah harus senang atau bagaimana, yang jelas Mayang tidak berharap yang macam-macam. Kalau Andini sudah tidak mengejar Daud lagi, maka Mayang juga tidak akan melakukan hal yang sama. Ini demi persahabatan mereka supaya tetap utuh.
Daud tersenyum meringis.
Sedangkan Mayang merespon dengan senyum sekedarnya. Iya, tentu dia tidak ingin terlihat cemberut di hadapan Daud.
Daud membuka mulutnya pelan, dia mengunyah buburnya perlahan.
"Giliran sama Mayang yang lebih cantik dan bahenol, kamu mau. Huuu… Dasar." Andini berkelakar lagi.
Daud tetap tersenyum, tapi tidak dengan Mayang yang susah untuk tertawa mendengar lelucon yang satu ini, ibarat tepat menembak kearah jantungku mendengarnya. Namun, Mayang berharap apa yang dikatakan Andini saja murni hanya sekedar candaan. Jangan lebih dari itu.
Setelah tiga empat kali suapan Daud sudah menggeleng ketika Mayang menyorongkan kembali sendok berisi bubur itu padanya.
Mayang ambil botol aqua di atas meja di dekat ranjang. Diletakkan sedotan di bibir Daud dan dia minum dengan semangat airnya.
Terlihat diatas meja itu terdapat parcel bersisi buah. Pasti tadi sore beberapa teman kantor Daud juga datang berkunjung dan membawakan parsel buah itu.
Sekitar jam sembilan kurang terlihat Daud menguap. Dia pun kembali merebahkan diri untuk istirahat. Tinggal Mayang dan Andini saja. Andini langsung menyeret tangan Mayang keluar ruangan untuk membicarakan sesuatu.
"Kamu sudah lihat keadaan Novi, May?" Andini berkata.
"Sudah, Din. Kondisinya parah. Belum mau bertemu dengan siapapun, termasuk aku ibunya sendiri."
"Dia sepertinya mengalami trauma yang sangat berat, May. Tapi kamu tenang saja, polisi sudah kuminta untuk mencari si biadap itu."
Mayang diam sejenak. Hatinya sakit kalau membayangkan kondisi anak gadisnya itu. Yang membuat Mayang kesal adalah bagaimana Si Sapto yang begitu tega lepas tangan tanpa memantau sama sekali apa yang dilakukan Marwan kepada Novi.
"Oh iya, si Sapto kok enggak ada menjenguk Novi?" Andini bertanya.
"Pihak rumah sakit sudah memberi info kepada Sapto, Din. Tapi sepertinya pria itu sudah mati rasa terhadap anaknya dan lebih memilih bersama dengan istrinya itu. Sari sepertinya sudah menguasai Sapto sepenuhnya." Mayang berkata dengan gigi gemeletuk. Geram sekali dia kalau mengingat gelagat Sapto yang sama sekali tidak memperdulikan Novi. Bapak macam apa dia?
"Duh! Bener-bener keterlaluan Sapto, apa perlu kita kasih dia pelajaran May?" Andini sudah seperti tidak sabar. Sebenernya Mayang juga akan melakukan hal yang sama. Dengan kekuasaan yang dia miliki dia sangat mampu untuk bisa menghancurkan bisnis Sapto. Namun, Buat apa dia berbuat begitu? Buang-buang tenaga saja.
"Tidak perlu, Din. Sudahlah abaikan mereka. Sekarang kita fokus ke Daud dan Novi saja." Mayang berujar.
Andini yang mengetahui bagaimana watak Mayang pun hanya mengiyakan saja. Mayang memang sahabat yang pendiam, tapi lembut hatinya. Berbeda dengan Andini yang cenderung bar-bar. Tidak ambil pusing. Siapapun yang berani menggunggat, Andini berani melawan. Makanya dengan sifat mereka yang bertolak belakang itu yang membuat persahabatan mereka langgeng. Meski sebenernya pemicunya jelas yang membuat mereka salah faham adalah Daud.
*
Keesokan paginya, Mayang mendatangi resepsionis rumah sakit. Semalaman dia menunggui Daud. Meskipun Andini sudah menawarkan suster untuk menjaga, tetap saja Mayang bersikeras. Dia berhutang nyawa dengan Daud atas Novi. Maka seharusnya menungguinya seperti ini bukan masalah berat.
Mayang mendaftarkan kamar kelas satu untuk rawat inap Daud, setelah itu kembali lagi ke ruangan ICU tempat Daud terbaring.
"Daud, kamu hari ini di pindah ke rawat Inap ya. Aku sudah mengurus semuanya. Barang-barang kamu sudah aku bereskan, aku sudah bilang ke suster untuk membawanya nanti ketika kamu pindah. Ok?" Mayang berkata sambil memegang tangannya.
Daud membalas genggaman tangan Mayang dengan penuh perasaan. Mengangguk dan tersenyum. Kerling mata Daud membuat jantung Mayang tidak menentu. Tatapan mata seorang pria yang begitu mengharapkan wanitanya. Meskipun, sebenernya lebih ke berterima kasih atas apa yang sudah Mayang perbuat selama ini. Menjaganya selama dia sakit.
"Kalau ada apa-apa, jangan segan untuk menghubungiku, Daud." Mayang berkata lagi. Mengusir rasa gugupnya.
Nah kan bukannya membalas perkataan Mayang, pria itu malah tersenyum lebar. Senyum jantan yang menampilkan deretan giginya yang putih. Mayang yang sudah tidak tahan tersenyum malu-malu. Terlebih saat Daud membalas genggaman tangannya. Mengenggam erat dengan sepenuh hati.
Mayang segera pergi dari sana. Kondisi Daud sudah cukup membaik. Sehingga cukup dipantau dengan suster saja sudah tidak apa-apa. Terlebih dengan kondisi Daud yang membaik. Membuat Mayang selalu salah tingkah karena gesture pria itu yang selalu menggodanya. Memang dasar pria tengil.
Dengan kondisi Daud yang membaik. Mayang juga sebenernya jaga jarak dengan Daud. Terlebih perkataan Daud yang ingin melamarnya. Duh terdengar ekstrim sekali. Padahal Mayang sudah menolak. Tapi yang namanya Daud sepertinya tidak menyerah untuk bisa mendapatkan Mayang. Mayang jauh lebih mempertimbangkan hati Andini. Intinya Andini adalah prioritasnya sekarang.
Mayang kembali tenggelam dalam kesibukan restoran. Mayang sudah tidak merasa terbebani atas membaiknya Daud. Dia terlihat lebih luwes dalam melakukan segala kegiatannya.
Sepulang dari resto, Mayang langsung bergerak menuju kosnya. Sebenernya, barang-barang Mayang sebagian masih tertinggal di sana, tapi bukan itu tujuan Mayang sebenernya. Dia ingin ke kamar Daud untuk mengambil beberapa pakaian ganti.
Ini untuk pertama kalinya, Mayang memasuki kamar Daud. Nuansa maskulin langsung memenuhi indra penciumannya. Bau khas Daud yang bercampur parfum memang sangat segar. Mayang tertegun sejenak melihat pemandangan sekeliling. Banyak poster seperti klub pemain sepak bola. Pembalap. Pokoknya semuanya yang masih berkaitan dengan hobbynya. Namun yang membuat Mayang cemberut adalah foto-foto wanita-wanita bule telanjang. Dih, dasar Daud otak mesum.
Mayang melihat kamar Daud yang agak berantakan. Mayang pun berinisiatif untuk menatanya. Benar-benar kamar bujangan. Seharusnya Daud butuh istri yang bisa mengurusnya. Mendadak wajah Mayang merona.
Kalau dilihat flashback. Kebersamaan Mayang dan Daud di kos, bali, bahkan di rumah sakit. Mayang sudah seperti pasangan buat Daud. Bukan karena mereka kemana-mana bersama, bahkan sampai tidur bersama. Namun lebih dari itu. Chemistri di antara mereka sudah terjalin erat. Tidak lagi memandang yang namanya usia. Daud yang mampu memperlakukan Mayang sebagai wanita seutuhnya dan Mayang yang menganggap Daud adalah lelaki sejati yang selalu mengayomi kemanapun dia pergi.
Mayang mengibas tangannya. Senyum-senyum sendiri di kamar Daud. Dia pun bergerak menuju lemari Daud untuk mengambil pakaian.
Dan ketika lemari dibuka. Betapa baunya Daud semakin menguar kuat. Sejenak Mayang terdiam sesaat. Ternyata Daud cukup rapi kalau menata barang di dalam lemari. Astaga, Mayang sudah su'uzon saja kalau Daud orangnya tidak teratur jorok, tapi kenyataannya lemarinya saja serapi ini.
Mayang pun mengambil pakaian dengan sangat hati-hati. Saat tiba-tiba, Mayang menemukan foto-foto yang tersimpan di dalam lemari. Rasa ingin tahu Mayang semakin meningkat. Ingin mengetahui apa foto-foto itu ada hubungannya dengan kehidupan Daud.
Dan benar saja, terpampang begitu banyak foto Daud di sana. Mulai dari kecil, remaja, sampai beranjak dewasa. Mayang terheran-heran. Kenapa foto-foto ini masih disimpan. Padahal dengan kecanggihan teknologi sekarang sangat bisa untuk menyimpannya di dalam ponsel, atau mungkin Daud sengaja tetap menyimpannya karena nilai kenangan yang ada.
Mayang memilah foto-foto Daud sewaktu masih kecil. Di mana ada foto dia bersama dengan club sepak bolanya. Mungkin ketika masih SD. Terlihat imut dan ingusan sekali dia.
Mayang beralih ke foto yang lain di mana terpampang foto Daud yang menjuarai renang tingkat provinsi. Memang bentuk tubuh seperti Daud memang memiliki bakat dibidang olahraga. Dan sekarang itu terbukti. Daud yang hobi main sepak bola, berenang, membentuk bodinya yang sangat ok.
Namun yang membuat Mayang tertegun cukup lama, adalah foto masa kecil Daud yang ternyata pernah sekolah diniyah dan khatam kitab suci. Mata mayang benar-benar lekat memandang sosok kecil itu yang memang mirip Daud. Mayang terlihat menggelengkan kepala takjub. Siapa sangka di balik bandelnya pria itu ternyata dia juga beribadah cukup baik pada masa kecilnya. Mungkin pergaulan ibu kota sehingga mengubah Daud seperti ini. Sayang sekali, padahal kalau diteruskan Daud bisa menjadi sosok imam yang baik. Bahkan membayangkan Daud melantunkan ayat-ayat suci saja membuat Mayang merinding.
Dalam hati, Mayang mengharapkan Daud bisa berubah. Setelah sembuh dari rumah sakit. Mayang berharap semoga Daud bisa menjadi pribadi yang lebih baik. supaya dia bisa menjadi imam yang baik bagi istrinya kelak.