Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 78 - Dilamar

Chapter 78 - Dilamar

"Siapa pelaku dari pembunuhan bayi teman saya, Pak."

"Pelakunya adalah petugas rumah sakit sendiri. Dia bilang dia lalai dalam menjaga suhu inkubator. Sehingga suhunya melampau tinggi."

Andini dan Mayang saling pandang. Seperti ada yang ganjal. Petugas rumah sakit pasti sangat ahli dalam mengoperasikan alat-alat medis. Tidak mungkin kalau ini tidaik sengaja. Pasti sengaja dilakukan.

Mereka pun menuju kantor polisi. Dan benar adanya kalau ada seorang perawat yang ditahan di sana.

"Katakan! Siapa yang menyuruh kamu melakukan hal sekeji itu?" Andini dengan nada tinggi.

"Maafkan saya, Bu. Ini murni kesalahan saya. Saya tledor." Perawat itu berkata sambil menangis. Seperti ada yang disembunyikan dari balik tangisnya.

"Bohong! Kamu pasti disuruh seseorang untuk melakukan hal ini! Ngaku!"

"Ini murni kesalahan saya, Bu. dan saya terima konsekuensinya." Perawat itu tetap bersikukuh. Walaupun dari mimik mukanya. Terlihat sekali bahwa dia tertekan. Seolah-olah apa yang dia lakukan memang bukan kehendaknya.

Perawat yang sudah menggunakan baju tahanan itu diseret menuju sel. Sedangkan Mayang sedari tadi hanya diam. Dia tampak syok karena teringat dengan kematian anaknya yang begitu tragis. Namun meski begitu, dia tidak yakin kalau pelakunya adalah perawat itu.

"Pak! Tolong usut tuntas Pak! Pasti ada dalang di balik ini semua. Ini nyawa anak teman saya Pak! Seharusnya dibayar dengan nyawa."

"Baik, kami akan menyelidikinya lebih lanjut. Yang jelas, pihak rumah sakit akan bertanggung jawab akan hal ini." Sang polisi berkata.

Andini pun mengajak Mayang untuk pulang. Sepanjang jalan dia berusaha terus untuk menenangkan Mayang yang sudah seperti orang lain.

"Aku sangat yakin kalau ini adalah kerjaan Marwan. Iblis itu orang! Tidak punya hati! Padahal jelas itu bukan anaknya tapi kenapa dibunuh?"

Mendadak Mayang dan Andini saling pandang. Seperti menyadari sesuatu.

"Atau jangan-jangan, Marwan sengaja membunuh anak itu karena itu memang anaknya. Dan hasil dari tes DNA itu ternyata palsu." Andini berspekulasi.

Mayang diam saja. Namun, dalam hati dia membenarkan perkataan sahabatnya. Maka tanpa pikir panjang, mereka pun bergerak menuju rumah sakit untuk meminta hasil tes yang sebenernya.

Dan hasil tes sesungguhnya, benar menunjukan. Anak yang meninggal terpanggang inkubator itu ternyata adalah darah daging Marwan.

Jelas Mayang tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Lututnya lemas serasa mau ambruk. Betapa remuk hatinya. Anak yang tidak pernah diakui Marwan itu. Anak yang dituduh hasil hubungan gelap dengan orang lain, ternyata adalah darah daging Marwan sendiri. Biadapnya, pria itu tega melenyapkan nyawa darah dagingnya.

"May, kamu harus sabar. Harus tegar." Andini langsung menyambut Mayang ke pelukannya. Pelik sekali masalah yang menimpa Mayang ini. Di saat dia yakin bahwa Marwan adalah pria yang tepat. Malah dibuat hancur-sehancurnya hati Mayang.

"Aku harus membuat perhitungan dengan Marwan." Andini terlihat memicingkan mata. Mayang yang mendengarnya hanya terdiam. Dia masih tergugu akan kemelut hatinya sendiri.

Malam itu mereka pulang, Andini menemani Mayang sekamar karena khawatir dengan kondisi kejiwaan Mayang. Mayang kembali di masa di mana dia kehilangan bayinya. Sekarang, kejiwaannya kembali jatuh setelah menemukan fakta yang mencengangkan ini.

Meski pada akhirnya, Mayang bisa tertidur dengan sangat lelapnya.

Keesokan harinya, Mayang terbangun. Andini yang sudah bangun terlebih dahulu pun menyapa Mayang.

"May, kamu enggak usah pergi ke restoran dulu saja. Istirahat dulu saja."

Mayang dengan wajah sayu berkata, "Emangnya aku kenapa Din? Aku enggak apa-apa kok?" Wajahnya pura-pura ceria. Andini jadi khawatir.

"Jangan begitu, May. Kamu pasti masih syok kan gara-gara semalam? Lebih baik kamu tenangin diri kamu dulu."

"Justru kalau aku diam terus malah kepikiran, Din. Lebih baik aku ke resto. Ada yang bisa aku kerjakan. Aku bisa mengobrol dengan para karyawan.

Andini mengiyakan perkataan Mayang, meskipun dia agak khawatir. Takut kalau Mayang mendadak histeris. Namun kalau dilihat dari syorot matanya sepertinya dia terlihat sangat tegar.

Mereka pun bersiap diri menuju resto masing-masing. Andini berada di cabang luar kota, sedangkan Mayang berada di cabang dalam kota. Mereka terpisah dengan menggunakan mobil masing-masing.

Mayang pergi menggunakan mobil Porsche yang dibelikan Andini waktu lalu. Mobil yang mengadiahkan liburan bersama Daud. Memberikan kesan bulan madu yang sempurna. Daud, mendadak Mayang rindu dengan pria itu.

Di kantor, Mayang menjalani kegiatan seperti biasa. Dia terlihat gesit, bahkan tidak segan membantu karyawan. Menyapa pelanggan yang datang. Menyibukan diri dari pikiran yang negative.

Sampai waktu malam hari, kalau penutupan resto. Mayang mendadak galau kembali. Hatinya terasa perih kalau teringat akan kematian anaknya. Anak kedua hasil buah cintanya dengan Marwan. Sampai detik ini dia tidak menyangka kalau Marwan berani melakukan hal itu.

"Selamat malam, Bu Mayang yang cantik."

Mayang menoleh ke sumber suara. Matanya berbinar begitu melihat siapa pria yang datang.

"Daud?" Mayang terkesima sesaat. Namun, sekali lagi dia harus menjaga sikap. Maka dia pun berusaha bersikap biasa saja.

"Ngapain kamu ke sini?"

"Ingin memastikan kamu baik-baik saja. Semalam, aku melihat kamu tidak ada di kos."

Mayang mengulum bibir. Tuh kan gimana Mayang bisa move on dari Daud kalau pria it uterus-terusan memberi perhatian yang luar biasa.

"Aku menginap di rumah Andini. Kenapa?" Mayang ketus. Terasa aneh wajahnya karena menahan senyum.

"Boleh sambil duduk saja enggak ngomongnya?"

Mayang mengernyit dahi. Memangnya apa yang akan dibicarakan Daud sampai harus duduk segala.

"Mau bicara apa sih?"

"Ini menyangkut masa depan kita?"

"Masa depan?"

"Iya, semalam aku ngirim foto-foto kita di Bali ke keluargaku yang ada di medan. Aku sudah menjelaskan tentang latar belakang kamu. Termasuk status kamu yang janda anak satu. Mereka terlihat tidak masalah dan menyetujui selama aku benar-benar mencintaimu."

Mayang tidak berkedip. Apa tidak salah dengan apa yang diucapkan Daud. Padahal sewaktu di jimbaran Bali, jelas-jelas Daud bilang bahwa mereka ingin pisah dengan baik-baik. tapi kenapa sekarang malah memperkenalkan sama orang tua?

"Daud, bukankah aku sudah bilang…."

"Aku tidak terima apapun alasanmu. Bibirmu bisa saja menolak, tapi hatimu tidak. Masih ingat subuh itu ketika kamu tidur seranjang denganku?"

Tentu Mayang masih ingat. Ketika Mayang menyandarkan kepalanya di pundak Daud. Tertidur nyaman dalam pelukan.

"Waktu itu kamu mengigau. Kamu bilang bahwa kamu tidak ingin aku meninggalkanmu. Kamu bilang kalau kamu mencintaiku. Itu ungkapan paling jujur dari dalam hatimu yang tidak terbantahkan." Daud berkata.

Sekarang Mayang ingat, kenapa Daud bisa berbalik arah dan memeluknya. Rupanya pria itu mendengarkan Mayang mengigau lalu menenangkan dengan memeluknya. Dan bisa saja memberikan kecupan sehingga Mayang bisa tidur kembali.

"Daud, aku…."

"Kamu harus siap-siap. seminggu lagi keluarga besarku akan datang dari medan. Meminangmu."

Mayang sampai menutup mulutnya yang mengangga. Walaupun dia sudah berumur tapi tingkat bapernya parah apalagi dilamar oleh berondong gagah seperti Daud. Mau melayang rasanya bahagia sekali.

Namun tiba-tiba angan Mayang pecah tatkala melihat Andini datang.

"Ada apa ini?"

Daud membalikan badan. Tubuhnya langsung berhadapan dengan Andini.

Andini terlihat melihat tajam. Bergantian ke Mayang dan Daud. Seketika wanita itu langsung menyeret Daud menuju sudut yang tidak terjangkau oleh Mayang. Terlihat dua orang itu terlihat membicarakan sesuatu. Entah apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.