Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 71 - Kondisi Membaik

Chapter 71 - Kondisi Membaik

Setelah tangis Mayang mereda. Tidak berapa lama, Daud masuk lagi ke dalam kamar. Mayang memejamkan mata. Berpura-pura tidur.

Terdengar Daud menghidupkan televis LED yang terpampang di dinding kamar. Memilih channel olahraga favouritnya, karena tidak berapa lama kemudian terdengar suara riuh rendah khas penonton sepakbola di lapangan.

Mayang masih memejamkan mata. Entah kenapa Mayang jadi suka mendengar itu semua itu. Suka dengan aktivitas yang dilakukan Daud sekarang. Suka bahwa dia sedang menonton acara tivi sekarang, suka bahwa dia tetap MASIH MAU DALAM SATU RUANGAN dengan Mayang saat ini, padahal tadi pria itu sempat marah besar, tapi entah kenapa setelah keluar tadi, pria itu sudah agak tenang. Matang sekali kepribadiannya. Marahnya kok bisa sebentar saja.

Daud pasti sedang duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan kamar ini. Mayang tahu karena suara sofanya yang seperti kejatuhan kingkong. Besar, kekar, berotot. Apalagi julukannnya kalau enggak kingkong.

Mayang diam saja. Bertahan dengan posisi membelakangi Daud. Tidak bergerak sedikitpun. Takut ketahuan kalau sedang pura-pura tidur.

Mayang mendengar Daud yang mengoceh mengomentari permainan klub bola yang entah mana. Terdengar ada kesantaian di sana, pertanda Daud tidak memendam amarah lagi. Malah sekarang terdengar nyaman sekali di telinga Mayang.

Mayang seperti merasakan ada desiran aneh di dada. Desiran lembut yang bergerak pelan di sana.

Mayang menarik nafas panjang. Semakin lama desiran itu seperti bergerak menyisakan celah sedikit di ruang dada.

Mayang memberanikan diri membuka pelan mata. Mayang tahu apa yang sedang bergerak berusaha meninggalkannya tadi. Itu adalah BEBAN BERAT yang menggelayutinya sejak tadi. Beban yang membuat Mayang terisak dan menangis sesenggukan di kamar tadi. Beban yang Mayang kira akan terus dibawa sepanjang hayat sampai mati. Entah kenapa beban berat itu Mayang rasakan dikit demi sedikit akan pergi.

Namun, Mayang tidak menyangka akan secepat ini.

Mungkinkah karena Daud sudah memaafkannya? Makanya pria itu seperti tanpa beban sekarang. Apakah pria itu sudah menerima semuanya?

Sayup-sayup terdengar Daud berteriak tertahan karena ada tendangan GOL yang terjadi dalam pertandingan.

Mayang memejamkan mata. Excited sekali dia. Bahwa semuanya akan baik-baik aja. Tinggal menunggu besok saja dia berbicara dengan Daud. Karena kalau sekarang akan terasa canggung sekali. Yang penting baginya Daud sudah tenang sekarang.

*

Udara di dalam ruangan sangat luar biasa dingin, Mayang menginggil ketika dia bangun. Dia melihat jam di ponsel yang menunjukan jam sembilan pagi.

Sebenarnya sudah waktunya mereka menikmati sarapan pagi sekarang. Satu-satunya jatah makan yang disediakan oleh pihak hotel.

Pelan Mayang memutar badan. Di ranjang sebelah, dia melihat Daud yang sedang membungkus dirinya dengan selimut tebal dari hotel. Kayaknya dia kedinginan. Mayang tercenung, seorang Daud yang biasanya tahan dingin mendadak menutup seluruh tubuhnya gara-gara ruangan Ac, serta luar yang memang sedang hujan. Mayang sampai berpikir kotor. Kenapa mereka tidak saling berpelukan saja.

Mayang berdiri sejenak di sisi ranjang. Terdengar suara dengkuran halus Daud. Tiba-tiba, pria itu menggeliat. Wajahnya tampak setelah tadi tertutup selimut.

Mayang memperhatikannya lama sekali, memperhatikan. Wajah Daud yang luar biasa indah, wajah pria yang Mayang pikir rasanya tidak akan pernah lagi bisa disapa dan lihat lagi.

Mayang tidak pernah tahu bagaimana akhir dari kisah ini. Jalani saja. Yang penting Mayang sudah melakukan apa yang sudah dia niatkan. Jujur saja dia sudah sangat lega. Hanya tinggal memperbaiki kondisi saja. Ingin hubungannya dengan Andini kembali normal, sedangkan Daud yang menjauh tapi tetap berhubungan baik.

Karena bingung mau melakukan apa, Mayang pun duduk di sofa yang semalam dipakai Daud. Lantas, menyalakan televisi.

Mayang diam menatap siaran televisi, tapi pikirannya jauh melayang kemana-mana. Memikirkan bagaimana nanti harus bersikap di depan Daud. padahal mereka masih tetap harus bersama dalam liburan ini.

Sesuai yang direncanakan, Seharusnya sore ini mereka check out dari hotel ini. Setelah itu mengambil penerbangan tengah malam untuk pulang.

Mayang termenung agak lama dengan tatapan kosong, tiba-tiba Daud terbangun seperti terkesiap. Kebiasaan sekali Daud ini, kalau bangun sukanya ngagetin orang.

Mayang hanya meliriknya. Pria itu tetap diam terbaring di atas ranjang. Matanya sudah

Terbuka. Sudah bangun. Mungkin mengumpulkan kembali nyawanya yang masih belum genap.

Dia bergerak bangun dari ranjang, memegang kepalanya sebentar, dia masih pusing pastinya oleh minuman semalam sisa pesta ulang tahun. Masih duduk di ranjang.

Mayang diam saja. Masih menatap televise. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

Tiba-tiba, secara tidak terduga, Daud menyapanya. Rasanya seperti tersambar gledek.

"May," Panggilnya. Mayang langsung menoleh ke arahnya. Mayang dengan penuh harap menatap mukanya.

"Jam berapa sekarang May? " tanyanya pelan. Dia memegang kepalanya kembali.

Luar biasa gugup Mayang menerima pertanyaannya yang simple itu. Masih terbayang raut wajah Angkernya Daud semalam.

"Sudah jam sembilan pagi, Daud. Di luar sedang hujan deras sekarang, " Mayang menyahut. Dia tidak berani menatap Daud lama. Mayang malu karena wajahnya yang sembab menangis gara-gara Daud semalam.

"Hujan ya?" Dia berujar santai. Diam sesaat. Suasana dalam kamar sangat lengang dan kaku sekarang, tiba-tiba dia bertanya lagi yang kembali mengejutkan Mayang.

"Gak sarapan?"

Mayang menoleh. Merasa tidak lapar dengan semua kejadian yang terjadi semalam. Mayang malah merasa perutnya masih penuh, tapi demi menghargai Daud. Mayang pun berucap.

"Aku sengaja menunggu kamu bangun, Daud. Lebih enak

makan pagi berdua." Mayang beralasan. Tidak berani menatapnya lama-lama, Mayang jadi takut salah bicara yang menimbulkan kesalahfahaman.

Daud diam sebentar. Bangun dari tempat tidurnya. Berdiri menuju kamar mandi.

Mayang termenung kembali menunggu apa lagi yang bakal terjadi nanti.

Tak lama kemudian, Daud keluar kamar mandi. Wajahnya sudah segar. Dia sudah bersiap pastinya tadi.

Dia menatap Mayang sebentar. Lalu berpindah ke arah siaran televisi yang sedang Mayang tonton. Sial, Mayang baru sadar kalau sedang menonton National Geographic Channel. Channel yang biasanya menyajikan alam liar.

Dia berdehem sebentar dan menyapa Mayang kembali, "Mau sarapan sekarang?"

Mayang tentu saja dengan sukacita menyambut ajakannya. Mayang bahkan terkejut dengan sikapnya yang tampaknya biasa saja, seakan tidak pernah ada kejadian apa-apa semalaman.

Mayang berdiri pelan. Belum berani menatapnya lama tapi sudah mengiyakan ajakannya tadi.

Daud berjalan dulu. Terlihat dia memegang ponsel dan kotak rokoknya.

Mayang berjalan pelan di belakangnya. Tidak seperti kemaren yang berjalan berdampingan, bahkan tidak segan Daud menggandeng tangan Mayang. Tapi, Mayang mengenyahkan semuanya. Memang seperti ini sudah bagus. Tidak perlu ada kontak badan, apalagi kontak mata yang membuat perasaan tumbuh kembali.

Udara jam sembilan pagi di seminyak menjadi semakin dingin karena hujan masih turun walau tidak sederas. Sebelumnya, suasana masih gelap, awan hitam masih menggelayuti udara pagi.

Di dalam elevator, mereka hanya berdiam saja. Terlihat Daud yang hanya mengotak-atik ponselnya. Menyibukan diri supaya tidak bicara dengan Mayang.

Sesampai di lantai bawah, mereka langsung ke arah restoran hotel, tempatnya tidak jauh dari lounge tempat mereka semalam merayakan ulang tahun Daud.

Restoran dengan pemandangan lepas pantai dan laut, angin yang berbarengan dengan hujan masih saja mengguyur Bali.

Banyak juga yang seperti mereka yang baru memulai sarapan pagi. Mungkin para tamu hotel belum bisa pergi kemana-mana dalam cuaca seperti ini.

Mayang ikuti saja kemana Daud mau duduk. Dia memilih smoking area, tak lama pelayan datang menanyakan nomor kamar tempat mereka menginap, Mayang menunjukkan kartu pintu kamar kami.

Setelah mengorder minuman, Mayang dan Daud dipersilahkan oleh pelayannya untuk mengambil sendiri sarapan yang telah di sediakan secara prasmanan di pojok tempat kami duduk ini.

Ketika pelayannya pergi Mayang langsung berdiri duluan. Tak mau lama-lama rasanya duduk berdua-duaan dengan Daud. Enggak enak juga rasanya.

Mayang memilih internasional food yang tidak banyak makanan berat. Mayang sendiri masih belum terlalu lapar.

Mayang hanya mengambil beberapa kue serta buah dan spaghetti carbonara yang diseduh sedikit saja.

Tiba-tiba ponsel Mayang berbunyi. Mayang segara merogoh ponselnya. Matanya langsung membulat begitu melihat siapa yang menelfon.

"Andini!" Mayang berseru dari seberang sana.

"Saya minta setelah kamu liburan dari Bali, langsung mengurus restoran. Aku sudah sangat mempercayakan restoran itu kepadamu."

Mayang tercenung. Apa yang dikatakan Andini formal sekali, seolah-olah sengaja memberikan jarak. Pasti dia masih marah.

"Andini, tolong dengarkan aku. aku dan Daud itu tidak ada apa-apa kami hanya…."

"Saya tidak ada waktu untuk bicara hal pribadi, yang jelas sebagai bos kamu, aku meminta kamu untuk mengurusi cabang restoranku. Tolong bersikap professional."

Mayang hanya mengiyakan. Meskipun dia agak aneh dengan sikap sahabatnya itu yang biasanya ceria sekarang kering bagai kanebo.

Tanpa Mayang sadari Daud berdiri di sampingnya, menguping pembicaraan mereka tadi.