'Maafkan aku, Daud. Sejujurnya kamu adalah lelaki yang paling sempurna yang pernah aku temui. Semakin jauh aku menyelami dirimu, aku semakin jatuh cinta. Kamu sudah mencuri hati ini, Daud. Tapi, mau bagaimana lagi. kita tidak bisa bersama. Bukan karena aku tidak ingin memperjuangkan rasa ini. Namun, aku lebih memilih persahabatanku dengan Andini. Kami sudah melebihi saudara.' Mayang meratap dalam hati. Dia membuang wajahnya ke jalan. Tidak sanggup melihat Daud walaupun hanya melalui kaca spion tengah.
Mobil melaju membelah jalanan seminyak.
"Daud, kita mau ke Tanah Lot kan?" Mayang menyakinkan kembali destinasi kami. Sejak dari kos, Daud sudah sangat antusias tentang destinasi itu.
Salah satu tempat yang konon memiliki sunset terbaik di pulau Bali.
Daud mengiyakan, tapi sebelum itu, dia mengajak Mayang untuk mampir dulu ke Alas Kedaton, karena tempat wisata satu itu satu jurusan dengan Tanah Lot, sama-sama di daerah Tabanan jadi bisa sekalian.
Meskipun beberapa kali ke Bali, Mayang belum pernah mendengar tempat wisata itu. Dia hanya mengenal Bali dengan Kuta, Ubud dan Tanah Lot. Tempat-tempat yang cukup terkenal. Selebihnya, Mayang tidak tahu.
"Kamu nanti hati-hati ya kalau sudah sampai Alas Kedaton."
"Memangnya ada apa?"
"Nanti juga tahu sendiri." Daud menyengir. Misterius sekali.
Mereka berhenti sebentar mencari warung padang. Lapar juga sejak pagi hanya makan makan seadanya. roti dan minum kopi.
Selesai makan siang, mereka meluncur ke TKP. Menyinggahi Alas Kedaton sebelum ke tempat tujuan utama mereka di Tanah Lot.
Satu jam perjalanan, Daud harus memelankan kendaraannya karena jarak pandang yang pendek. Hujan cukup deras mengguyur. Namun, tidak berapa lama berangsur terang. Alam sepertinya sangat mendukung untuk wista mereka.
Mayang masih penasaran dengan apa yang ada di sana. Ketika sudah hampir memasuki kawasan ada papan billboard terbaca, Kawasan Wisata Hutan Lindung dan Pura Dahlem kahyangan.
'Akhirnya tidak hanya pantai saja, tapi ada hal lain dari Bali yang wajib dikunjungi.' Mayang bergumam.
Hujan yang terhenti meninggalkan genangan banjir dan becek di jalanan yang kami lewati.
Di sepanjang jalan, banyak sekali penjual pisang. Ada juga yang menawarkan kacang.
Daud membeli setandan pisang. Mayang masih belum ngeh tempat apa sebenernya ini dan kenapa banyak orang yang menjual pisang.
"Daud, ngapain beli pisang?" Mayang bertanya heran.
"Masa jauh-jauh ke Bali hanya mau beli pisang." Mayang menambahkan. Daud bukannya menjawab. Malah terkekeh. Wajahnya misterius sekali.
"Kamu mau pisang?" Daud menawarkan pisangnya. Eh, maksudnya bukan pisang yang di bawah, tapi yang ada di tangannya. Aduh pikiran Mayang kemana-mana.
"Enggak mau ah. Makan sendiri saja." Mayang menyahut ketus karena Daud yang tidak menjelaskan secara detail tempat ini. Membuat Mayang semakin penasaran saja.
Lima menit berselang, mereka memasuki gerbang masuk kawasan hutan Lindungnya. Tentu setelah membayar tiket masuk.
Mereka memarkir mobil dekat gerbang bertuliskan. HATI_HATI DENGAN BARANG BAWAAN ANDA. Semakin misterius saja ini tempat.
"Kamu jangan bawa apa-apa ya. tas, hp, barang-barang kecil, pokoknya jangan." Daud memperingatkan. Mayang hanya menurut saja. Sedangkan Daud, saja hanya membawa kamera saku saja. Bahkan kaca mata hitam kebanggannya tidak dibawa. Mayang semakin kepikiran. Apakah tempat ini angker atau bagaimana sih?
"Emang kita mau ke sarang preman apa ? " Mayang penasaran.
Namun, pria itu sudah jalan terlebih dahulu. Tidak lupa membawa pisang yang dia beli tadi. Mayang mengekorinya dari belakang.
Mayang terhenyak saat mendengarkan suara riuh rendah dari kejauhan. Menggema ke seisi hutan itu. Mayang jadi takut dan bingung jadinya. Tidak hanya itu, jalanan juga mengenang air bekas hujan tadi, agak berlumpur juga. Mayang benar-benar harus menjaga diri, supaya tidak jatuh.
Semakin lama, Mayang semakin mendengar suara jeritan. Wajahnya langsung berubah pias.
Mayang langsung mensejajari Daud. Kalau ada apa-apa, dia bisa memeluk Daud. Meminta perlindungan dari pria kekar itu.
Baru Mayang sadari kalau ternyata suara itu adalah suara monyet yang bergelantungan di atas pohon. Tidak hanya puluha, melainkan ratusan monyet berlarian bergantungan di antara batang pohonnya.
Mayang terhenyak saat dari kejauhan, puluhan monyet berlari ke arah
Mereka. Tentu saja Mayang ketakutan. Mengerikan Sekali, serasa mau diserbu dan dimangsa oleh monyet-monyet liar itu.
Mayang membenamkan kepalanya di balik punggung lebar Daud. Dia tampak mengginggil ketakutan. Daud malah terkekeh, atau bisa jadi Daud kesenangan karena Mayang terus-terusan menempel dengannya.
Mayang sudah sangat ketakutan. Tidak terbiasa melihat monyet sebanyak itu. Dan sesuatu yang lebih membuat Mayang ketakutan, sampai menjerit tatkala monyet-monyet itu mengitari tubuhnya. Mayang hanya memeluk Daud dengan sangat erat.
"Sudah enggak apa-apa."
Ketika Daud berkata, Mayang perlahan membuka mata. Ternyata monyet-monyet itu tidak mengincar dirinya melainkan pisang yang dibawa Daud. Sial bener! Nyaris saja jantung Mayang copot.
Daud memberikan makan pisang itu dengan meletakan pisang di aspal. Mereka pun langsung keroyokan menggambilnya. Bahkan lucunya sampai ada yang bertengkar.
Mayang bisa tenang sekarang. Sedangkan Daud hanya tertawa. Setelah itu, mereka kembali meneruskan perjalanan.
Suasana agak gelap karena habis hujan. Mayang juga merasa kedinginan. Daud yang tanggap. Tanpa diminta merangkulkan lengan besarnya ke belakang Mayang. Membiarkan wanita itu mengambil kehangatan darinya.
Sekarang Mayang tidak terlalu parno lagi dengan Monyet, dia sudah mulai terbiasa. Ternyata Mayang tidak sendirian, ada banyak wisatawan yang berlarian saat dikejar monyet.
"Makanya tadi aku pesan hati-hati." Daud mengingatkan Mayang atas perkataan di mobil. Mayang tidak menanggapi. Dirinya terlanjur nyaman dengan rangkulan tangan Daud. Sungguh Mayang ingin berlama-lama seperti ini.
Mereka terus berjalan saja. Mengikuti arah penunjuk jalan ke Pura Dahlem kahyangan. Jalanan yang becek agak memperlambat perjalanan.
Di berbagai tempat, Mayang mendengar suara jeritan wisatawan. Entah itu dari seorang cewek atau ibu-ibu atau bahkan cowok juga. Mungkin monyet yang sedang menyerbu bergelantungan di badan mereka sangat menakutkan bentuknya.
Semakin mereka masuk ke dalam khawasan hutan tersebut, semakin jinak monyetnya. Daud berkata bahwa monyet yang di luar sana itu adalah monyet penjaga. Sedangkan semakin mendekati pura Dahlem Kahyangan, monyetnya adalah monyet priyayi atau bangsawan.
Memang ada bedanya. Dan kentara sekali. Mereka sangat jinak dan tidak agresif. Bahkan, ada yang seperti membimbing mereka menuju Pura. Mayang bahkan sampai percaya kalau mereka dalah jelmaan orang-orang terdahulu. Bali benar-benar memiliki daya magis yang luar biasa.
Samar-samar tercium aroma bunga semerbak. Ternyata Pura semakin dekat, bangunan lama peninggalan jaman dahulu. Tempat pemujaan sang Hyang Widi.
Wisatawan sibuk berfoto dan masuk ke dalam pura. Monyet-monyet hanya duduk melihat orang-orang masuk. Sikap monyetnya jinak. Tak membuat gaduh di Pura itu.
Mayang dan Daud berfoto di depan pura ketika beberapa wanita Bali masuk ke dalam pura membawa sesajen khas Bali. Tinggi menjulang ke atas bentuk sesajennya.
Mereka lantas masuk. Duduk dan berfoto di beberapa pendopo. Bau sesajen membuat suasana magis disini makin terasa,.
"Mau lihat kelelawar besar?"