Chereads / Istri Galakku / Chapter 7 - Suami Tidak Dianggap

Chapter 7 - Suami Tidak Dianggap

Setelah sarapan pagi bersama, Gita melangkah dengan cemas karena ada pesan dari Ega mendesak bertemu. Dia memutar otak mencari alasan dan mengatakan kalau Saras, teman baiknya sedang ada masalah dan harus memenuinya.

"Sorry membuatmu menunggu lama," ucap Ega setelah kakinya menginjak lantai kafe. Ia meraih tangan Gita serta mengecup pelan sampai perempuan itu tersentak kaget.

Diam-diam Abian yang mengikuti dari kejauhan langsung mengepalkan tangan, lelaki itu menarik napas untuk menahan emosi. Sungguh dia tidak rela ada yang berani menyentuh sang istri apalagi orang yang memiliki kisah belum kelar dengan Gita.

Selama beberapa saat dia sempat berpikir mendekat saja, lalu menarik Clarissa untuk pergi namun dia urungkan setelah melihat senyum istrinya mengembang.

Hatinya remuk redam melihat tatapan penuh cinta. Bukan antara dia dan istrinya, melainkan Gira dan lelaki yang berjaket hoodie hitam. Kali ini Gita duduk dengan tenang, ia mulai menikmati vanilla latte, sedangkan Ega nampak menunggu barista mengantar segelas kopi dingin.

"Masalah Mas Abian ...."

"Lupakan," potong Johan sebelum bibir tipis yang dipulas lipstik nude tersebut mengatakan lebih panjang.

Gita mengatupkan mulutnya rapat ketika barista mengantar satu gelas Nitro Cold Brew. Ega tersenyum sebelum menyesap minumannya, kopi menjelang siang hari menjadi pilihan yang pas untuk memanjakan tenggorokan.

"Kamu kenapa mengajakku bertemu?"

"Aku takut kamu marah, soalnya pesanku lama diabaikan."

"Tadi lagi sarapan di rumah Mama soalnya."

Ega mengangguk mencoba memahami posisi sulit orang yang membuatnya nekat mendekati istri orang.

Abian mengusap rambut ke belakang merasa cemburu melihat sang istri berubah manis di depan adiknya . Ia kecewa karena melihat binar mata itu hanya ada saat bersama pria lain.

Namun, ia tak ingin membuat wanitanya malu dengan marah-marah di depan umum, ia masih menjaga citra istrinya. Lagipula ia ingin melihat sejauh mana hubungan mereka.

Baik Ega atau Gita sama sekali tidak menyadari kehadiran Abian, keduanya saling tatap lalu mencurahkan kerinduan dengan kata-kata.

Setengah jam berlalu, mereka seperti sepasang kekasih yang menikmati momen berdua. Sementara Abian masih mengamati dengan hati panas.

"Gita, mau ikut aku ke apartemen," ungkap Ega yang memilih keluar dari rumah usai mengetahui abangnya melamar Gita.

Wanita itu menimang-nimang kemudian mengangguk ragu, dia sadar kemampuan berpikirnya akan menurun kalau sudah di hadapan Ega.

"Kali ini saja, ya?"

Ega mengangguk senang.

Mata Abian mendelik lebar, ia tak percaya mendengar kalimat yang istrinya katakan. Apa hubungan mereka sedalam itu, kali ini ia tak mampu menahan diri. Buru-buru ia mendekat dan langsung menarik tangan Gita.

Wanita itu kaget bukan main melihat suaminya ada di kafe, ia berusaha melepaskan cengkeraman Abian namun gagal.

"Lepas!" ucap Gita setengah berteriak.

Ega tak kalah kaget melihat sang kakak menyeret Gita, ia langsung berdiri dan menahan keduanya pergi.

"Lepaskan Gita, Bang. Dia akan selalu memilih aku daripada kamu!" seru Johan dengan

percaya diri.

Abian mengembuskan napas kasar, lalu menatap balik lelaki tak tau diri dengan tatapan tajam. "Gita istriku, Ega. Berhenti main-main kamu!"

Sekuat tenaga wanita itu melepaskan diri, dan berhasil setelah tangan suaminya mengendur.

"Jangan ikut campur!" tegas Gita yang langsung menarik Johan keluar kafe.

Abian terpaku, bersama puluhan mata yang memandang ke arahnya. Mereka seolah siap menonton drama yang belum dimulai.

Namun, Abian tidak akan tinggal diam. Dia mengejar sang istri dan mengingatkan Ega apa posisinya kalau-kalau lupa hanya mantan.

Ega memandang sengit. "Kali ini aku mengalah, Bang!"

"Ga, tunggu!" cegah Guta ketika lelaki itu melenggang pergi, dia hendak mengejar sebelum tangan Abian mencekalnya. .

"Biarkan dia pergi!"

Gita menoleh cepat, memberi tatapan kebencian semakin melambung tinggi. "Puas kamu, Mas? Benar-benar tidak tahu diri kalau saja Mas nggak melamar pasti aku masih sama Ega."

***

Abian mengikuti taksi yang membawa istrinya. Taksi itu berbelok ke jalan lain bukan arah rumahnya, dengan cekatan ia ikut membelokkan mobilnya hingga berhenti di apartemen mewah dengan puluhan gedung.

Buru-buru ia memarkir mobil lalu mengejar langkah istrinya, namun sial jejak wanita itu tak terlihat lagi.

Gita masuk lift dengan cepat, menuju lantai enam sesuai lokasi yang Ega pernah katakan sehari lalu. Saat ini Gita mulai takut kehilangan lelaki itu untuk yang kedua kali.

Lift berdenting di lantai tiga, dan seorang wanita paruh baya berpakaian modis masuk dengan tangan memegang berkas. Ia tak bertanya, hanya menatap Gita yang wajahnya basah akibat menangis.

Sampai di koridor lantai enam, kaki jenjangnya melangkah lebar ke unit 601 dan menekan bel. Ia menunggu dengan gelisah namun tidak ada Jawaban, sementara tangannya merogoh ponsel di tas mungil lalu mengusap layar untuk mencari nomor Ega.

"Sial!" teriak Gita ketika nomor yang ia hubungi tidak aktif.

Sepuluh menit di depan unit 601 tapi pemiliknya belum juga membuka pintu, meskipun ia sudah menekan bel berkali-kali. Setelah yakin Ega tidak kembali ke apartemen, ia memutuskan turun ke lantai dasar.

Di lobi ia bertemu Abian yang masih menunggu wanita itu hingga turun.

"Pulanglah, Gita!" perintah Abian tegas.

Gita menatap nyalang. "Aku udah muak hidup sama kamu, Mas!"

Abian menghela napas dalam, kemudian menggendong tubuh seksi istrinya. Ia tak peduli lagi oleh tatapan heran orang-orang yang melihat.

"Turunkan aku!" teriak Gita yang memukul-mukul dada bidang Abian.

Lelaki itu tak merespon dan tetap berjalan ke mobil lalu merebahkan tubuh istrinya setelah membuka pintu.

***

Ega mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia merasa kesal pada sikap sang kakak, sekalipun jelas tahu kalau cintanya pada Gita jauh lebih besar. Ega hanya berniat main-main yang setelah kehilangan baru sadar kalau Gita memiliki posisi penting di hatinya, padahal di belakang Ega memiliki sederet koleksi wanita yang tidak diketahui Gita.

Ia mengacak rambut dengan berteriak, "Sial! Kenapa susah banget pisahkan mereka!"

Di dalam mobil ia terus mengumpat, ia masih belum percaya kalau gadisnya yang dulu bertekuk lutut di depannya telah menikah bersama Abian. Bagi Ega, ia seolah kehilangan satu mainan menarik.

"Gita! Aku akan merebut kamu lagi dari Bang Abian!"

Hubungan bersama Abian makin memburuk sejak sang kakak menghajarnya habis-habisan, terjadi sebelum Abian memutuskan merebut Gita. Ega pernah ketahuan membawa perempuan ke hotel dan tidak sengaja bertemu kakaknya yang baru saja ada urusan pekerjaan.

"Gita hanya mainan menarik untuk aku, kenapa? Memang salah?" Ega terkekeh selagi mengusap sudut bibirnya yang berdarah kala itu.

Abian geram. "Kamu tahu, aku tidak akan merelakan wanita yang aku cintai hanya dijadikan mainan!"

Ega mengerutkan kening.

"Aku mencintai Gita," ujar Abian mengakui dengan nada marah.

Lalu Ega tertawa. "Ternyata kamu lebih gila, Bang. Bisa-bisanya cinta sama pacar adik sendiri."

Selanjutnya Ega tidak peduli sekalipun Abian akan menelannya hidup-hidup, dia melirik ke security yang tadi memisahkan perkelahian mereka. "Silakan pergi, aku nggak akan membuat ulah. Aku tamu di sini."

Tanpa menunggu jawaban, Ega mendekati wanitanya serta merangkul menuju lift.

"Aku berjanji tidak ada yang bisa melukai Gita lagi!" Abian mengepalkan lengan membiarkan adiknya sesuka hati.