Sesampainya mereka di mobil, fathur tidak langsung menjalankannya. Ia lebih dulu meredakan gemuruh di dada. Ingatannya terus berputar pada pria yang lancang menaruh perhatian lebih pada adiknya. Tidak bisa dibiarkan!
"tadi itu arkan cuma lagi iseng, kakak kan tau kalau aku langganan tetap café iya, otomatis karyawan disana pada kenal aku"
fathur masih diam. tidak bereaksi apa-apa selain mengetuk pelan dahinya menggunakan kepalan tangan, dengan mata terpejam sambil menyandarkan punggungnya pada jok mobil. dalam kepalanya begitu berisik dengan teriakan-teriakan kecil tentang hukuman apa yang pantas untuk adiknya itu.
"Kakak juga ngapain pake bilang pecat si arkan, memangnya kakak siapa?" tanya sabrina geli.
Fathur akhirnya menoleh ke Sabrina dengan smriknya yang mungkin mampu membuat Bianca mimisan jika melihatnya.
"Karna aku berhak"
Wajah cantik adiknya terlihat berpikir keras. bagaimana bisa fathur berhak memecat seseorang? Sekali lagi, emangnya dia siapa?. Bos bukan, keluarga bos apa lagi, Kenal dengan pemiliknya saja tidak. Mungkin akan lebih mudah jika tadi fathur mengatakan ingin mengadukan Arkan tentang ketidak nyamanannya agar anak itu di pecat.
"Augh sakit kak!" sabrina meringis karna sentilan fathur di dahinya.
Fathur tertawa sembari melarikan ke dua tangannya untuk menangkup wajah Sabrina "sini aku obati"
Cup
"Apaan obatin malah tambah nyut-nyutan" dumel Sabrina.
"Abisnya cantik-cantik kok lemot"
kini giliran fathur yang meringis karna sabrina yang langsung menarik hidung mancungnya, namun tak lama Fathur pun tertawa ketika melihat wajah adiknya yang berenggut kesal "aku nggak lemot ya!?"
Hahahaha
Tawa fathur makin berderai melihat tingkah menggemaskan dari adiknya itu, yang makin menambah kekesalan Sabrina. Tidak puas hanya menjepit hidung, kini perut fathur yang menjadi sasaran kekesalannya. Tapi sayang, tidak ada yang bisa sabrina tarik karna begitu keras.
"Ssh sakit sayang"
Sabrina langsung melepaskan cubitannya dan memilih mengalihkan pandangannya ke luar jendela, dengan tangan dilipat di dada. Tanda jika ia sedang kesal, padahal sebenarnya ia ingin menyembunyikan semburat merah di pipinya karna panggilan fathur, yang entah pria itu sengaja atau hanya keceplosan. Tapi yang jelas, sabrina sedikit tergelitik akan panggilan sayang itu.
"Hey kamu ngambek?"
Sabrina diam
Fathur kemudian mengurai tangan Sabrina yang terlipat untuk menggenggamnya, namun wanita itu masih belum ingin menoleh."cafe IYA punya aku ra"ungkap fathur.
Sabrina seketika menoleh dengan mata yang membola sempurna "demi apa?!"
fathur mengangguk, sembari mengulum bibirnya menahan tawa. Sebenarnya fathur ingin menyembunyikan mengenai dirinya yang kini menjadi pemilik café itu, tapi karna insiden tadi, mau tidak mau ia terpaksa memakai kartu hitamnya untuk menendang pergi pelayan yang cari gara-gara dengannya.
"Ihh kok bisa sih kak? sejak kapan? kok aku nggak tau? Kakak kenapa sembunyiin ini dari aku?"
Fathur menggeleng pelan seraya menangkup sebelah wajah Sabrina yang memerah karna kesal. Mungkin hanya Sabrina yang ketika kesal atau pun marah intonasi suaranya tetap pelan, belum pernah sekalipun fathur mendapati adiknya itu marah dengan cara meledak-ledak seperti orang pada umumnya. Perbedaan hanya satu, yaitu raut wajahnya. Bahkan pernah ia marah pada fathur tapi orang di rumah tidak ada yang menyadari itu selain papanya, kejadian itu waktu sabrina masih SMA dimana fathur menghajar temannya yang mengantarnya pulang.
"karna aku tau kamu sangat suka makan disana. jadi ketika tau mereka akan bangkrut, tiba-tiba kepikiran aja pengen investasi di situ"
Sabrina melongo dan mengerjap pelan "sejak kapan?"tanya sabrina dengan suara hampir berbisik.
Pertanyaan Sabrina hanya ditanggapi dengan senyum kaku oleh Fathur, pria itu kini kembali menghadap kedepan, menghindari tatapan menuntut sabrina. ia terlihat salah tingkah .
"Kak kapan?" desak sabrina.
Fathur membiarkan pertanyaan itu melayang di udara tanpa berniat menjawabnya. ia memilih bersiap menjalankan mobil, namun urung karna dekapan tiba-tiba dari sabrina.
"Makasih ya"
senyum fathur pun perlahan terukir, dengan satu tangan mengelus lengan sabrina yang melingkari bahunya. Untuk sesaat mereka hanya terdiam, menikmati pelukan mereka. "boleh nggak kalau aku minta reward?" celetuk fathur tiba-tiba.
Sabrina mengangkat wajahnya lalu menumpukan dagunya pada pundak fathur "kakak mau apa?" tanya sabrina sembari merapikan rambut fathur yang acakan karna ulah tangannya sendiri.
"Aku mau dimasakin"
gerak tangan Sabrina seketika terhenti, begitu pula dengan tubuhnya yang kini kembali tegak. Menatap fathur dengan wajah keheranan, sedangkan yang ditatap masih mempertahankan raut memelasnya seakan ia akan mati jika permintaannya di tolak.
"Ya udah nanti malam aku masakin" balas Sabrina.
Bukannya senang, fathur malah menolak dengan gelengan kuatnya."Aku mau sekarang ra, aku lapar" ucap fathur setengah merengek.
"Maksud Kakak apa? Memangnya masih lapar, kan tadi_? Wait! Jangan bilang kamu belum makan siang?"
Fathur langsung mengangguk, yang seketika membuat tubuh sabrina melemas "aku nyariin kamu, mana sempat makan. pas tau kamu di cafe aku langsung nyusulin, tapi ternyata aku malah dapatin kamu tengah dimodusin anak kencur itu" adu fathur.
Wajah sabrina makin keruh mendengar penjelasan fathur, harusnya ia sudah bisa menebak jika inilah yang akan terjadi kalau berani menghindari kakaknya itu. Sabrina benar-benar merutuki dirinya yang menyepelekan sikap fathur, padahal jika dipikir-pikir dia yang paling memahami kakaknya itu.
"kenapa jadi sedih begini sih? Aku nggak marah sama sekali sama kamu? Aku cuma kesal sama an_"
"Maaf kak" sesal sabrina.
"Hey, kamu tidak perlu minta maaf "
sabrina menggeleng " aku salah. karna gara-gara mencariku, Kakak sampai belum makan siang. Lagian kenapa sih belum makan!. Memangnya kalian kemana aja sampai makan siang aja di skip? Kenapa harus nyariin aku, yang jelas-jelas aku udah nitip pesan sama sari untuk kakak" omel Sabrina dengan wajah menahan tangis.
"aku_"
"Sekarang kita pulang, Kakak harus makan! Aku harap ini yang terakhir kakak seperti ini" sela sabrina, yang tidak mau mendengar pembelaan apapun dari fathur.
"maaf ya, tapi tadi itu_"
lagi-lagi ucapan fathur terpotong karna sabrina yang kini menampilkan raut memelasnya, "pliese, kita pulang. Aku akan dengar apapun itu setelah memastikan perut kakak kenyang"
Fathur akhirnya menyerah, ia lantas mengangguk tapi sebelum menjalankan mobilnya, fathur meraih tubuh sabrina memeluknya erat "its ok, aku nggak apa-apa" bisiknya, yang hanya mendapatkan anggukan lemah dari sabrina. Ia akhirnya menyetir dengan satu tangan, karna yang lainnya menggenggam tangan sabrina dengan sesekali mengecupnya.

***
Sabrina tengah berkutat dengan peralatan dapur, membuat makanan simple yang cepat untuk Fathur. ketika sampai di apartemen kakaknya, tempat yang langsung ditujunya adalah dapur. Sepanjang jalan tadi ia memikirkan makanan apa yang akan di masaknya, syukur-syukur isi kulkas pria itu terisi. Tapi setelah melihat keadaan kulkas fathur, sabrina bisa bernafas lega. Paling tidak masih ada sayur dan sepotong dada ayam yang bisa diolahnya jadi makanan layak.
Ngomong-ngomong soal apartemen. Fathur memang telah menempatinya sejak kuliah, Yang ia jadikan tempat menenangkan diri jika merasa ingin sendiri. ya terkadang pria dewasa sepertinya juga butuh tempat yang lebih privasi, Tapi bukan untuk hal yang negatif. Fathur jarang datang kesana, kadang kalau lagi padatnya kerjaan dan apartemen yang paling dekat daripada rumah orang tuanya, maka ia memilih istirahat di sana.
"Ehm baunya bikin cacing-cacing di perutku teriak-teriak loh" gurau Fathur mencoba memancing adiknya itu, agar berhenti mendiaminya.
Tidak mendapatkan respon, Fathur langsung memeluknya dari belakang lalu menumpukan dahinya di pundak Sabrina. Yang cukup berhasil membuat wanita itu mengubrisnya "Kakak duduk, ini udah selesai" titah sabrina. Fathur mengangguk.
Sabrina memasak ayam crispy dan cap cay kuah untuk menu makan siang yang sangat terlambat. Setelah menyiapkan semuanya di meja makan, ia kemudian mengisi piring dengan nasi dan lauk untuk fathur. Sabrina duduk sambil memperhatikan dan menunggu fathur makan, Masih tanpa kata. tapi dadanya menghangat setiap kali melihat wajah berbinar kakaknya itu ketika menikmati masakannya.
"Ehm enak banget sih masakannya"puji fathur, setelah berhasil menandaskan semua masakan sabrina.
Posisi Sabrina yang berdiri sambil menyusun piring kotor di samping fathur, membuat pria itu dengan mudah melingkarkan lengannya di perut sabrina yang kini menghentikan kegiatannya itu untuk meladeni fathur yang belum menyerah mencari perhatiannya. Sabrina menumpukan satu tangannya di meja lalu satunya lagi menyisir pelan rambut Fathur yang menjuntai di dahi."tunggu di sofa ya, aku cuci piring dulu" pintanya lembut.
tanpa kata fathur langsung berdiri lalu mengangkat piring kotor yang sudah sabrina susun tadi."Kamu yang tungguin aku di sofa, biar aku yang cuci piring"
sabrina terkekeh, seraya mengacak rambut kakaknya itu "yang bersih ya" sabrina langsung pergi ketika melihat fathur yang ingin kembali menahannya.
"Awas kamu ya!" teriak Fathur.
***
Selesai cuci piring, Fathur menghampiri sabrina dengan sekotak es krim. Tapi ia mendapatinya ketiduran di sofa, ia mendekat dan duduk dilantai dengan memeluk lututnya sambil memperhatikan sabrina yang pulas. kelihatannya mungkin membosankan memandangi seseorang yang tengah tertidur, tapi bagi fathur tidak! Ada kesenangan dan ketenangan ketika menikmati pemandangan sosok wanita cantik yang tertidur begitu damainya. Dengan hati-hati fathur menyusuri pahatan wajah sabrina menggunakan telunjuknya sembari mengagumi semua yang ada disana.
"Ehm udah selesai ya?" gumam sabrina tanpa membuka matanya. tapi ia berhasil menangkap tangan Fathur yang berada wajahnya untuk dijadikan bantalan pipinya.
"ehm" gumam fathur tanpa mengalihkan tatapannya ke sabrina.
"Tadi kenapa nggak bareng kak El?"
"ngapain sama dia, kalau seharusnya aku sama kamu" jawab fathur ambigu.
Sabrina membuka mata dengan lipatan di dahi "kok bisa? waktu aku tinggalin, Kakak lagi sama dia kan?"
"Jadi kamu mengakui kalau udah ninggalin aku hm?" saut Fathur sambil menusuk pipi Sabrina dengan tangannya yang bebas.
"aku nggak tinggalin Kakak, tadi bianca ajakin aku makan siang dadakan. Aku nggak enak nolak lagi"dustanya.
"aku yang ajakin kamu duluan, nungguin kamu, tapi malah ditinggal" balas fathur kesal.
Sabrina bangun dari rebahan cantiknya, memilih duduk lalu mengapit tubuh Fathur dengan kedua kakinya. "maaf untuk itu kak, tapi aku benar-benar nggak enak sama Bianca yang udah berapa kali aku tolak ajakannya, karna pengen makan siang sama kakak"
"Aku maafin, tapi lain kali jangan pergi tanpa memberitauku lebih dulu ra. kalau ada kondisi seperti tadi, aku mau kamu tetap menemuiku dan izin langsung, walaupun aku sama orang penting sekalipun" tandas fathur tegas.
Sabrina hanya mengangguk lalu mengecup dahi Fathur lama, membuat siempunya tersenyum berseri-seri."Aku ngantuk" ucap fathur.
"Ini udah sore kak, sebentar lagi waktunya salat ashar"
"Sebentar aja, aku mau tidur dipangkuan kamu" pintanya penuh harap.
"ok, tapi Cuma sebentar ya"
Sabrina lalu merapatkan pahanya dan membiarkan Fathur menjatuhkan kepala dipangkuannya. Dalam keheningan mereka larut dengan kesibukan masing-masing. sabrina yang setia mengelus kepala fathur, sedangkan pria itu berusaha menahan diri agar tidak terlelap meski sangat ingin. Kenyamanan yang diberikan sabrina saat ini begitu sulit di tolak.
"besok aku ke singapur, paman sabir butuh bantuan katanya" ucap Fathur memecah keheningan diantara mereka.
"Berapa lama?"
"Paling lama 2 hari" jawabnya pelan sambil menegakkan tubuhnya kembali. "Jangan kangen ya" lanjutnya.
"ih, yang ada kamu yang nantinya kangen"
"Ya emang" balasnya enteng berhasil memunculkan semburat merah dipipi sabrina.
Sabrina langsung berdiri "Tau ah, gelap. ayo salat, setelah itu aku siapin baju Kakak" katanya cepat, sebelum berlalu meninggalkan fathur.
Langkah Sabrina terhenti karna cekalan di lengannya "kamu tambah cantik kalau pipi kamu merona, apalagi karna aku" ungkap fathur serius.
Sabrina gelagapan, dan buru-buru melepaskan cekalan fathur "Apaan sih kak, ini tuh blush on tau. udah ah aku mau salat" ia pun langsung pergi tanpa menunggu lagi respon fathur.
Sedangkan Fathur masih mematung memandangi Sabrina yang berjalan dengan langkah lebarnya ke kamar dengan raut tak terbaca.
"Kakak buruan!!" Teriak Sabrina.
Fathur tersenyum lirih, lalu segera menyusul sang adik untuk menunaikan salat. Berharap agar diberi petunjuk untuk keresahannya selama ini .
***
Semenjak opa meninggal, Sabrina selalu dirundung sesak setiap masuk dalam mansionnya, seperti saat ini. Meskipun sekarang mansion itu kini ramai karna seluruh keluarga memutuskan tinggal disana untuk menemani omanya yang masih sering menangis diam-diam.
ketika memasuki ruang keluarga, sabrina langsung disuguhkan dengan wajah masam adiknya -qila- yang membuatnya urung melangkah ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh yang sebanarnya lelah. Tapi rasa penasaran akan penyebab dari wajah masam adiknya itu lebih besar dari keinginannya itu sendiri.
"ngapain dek?" tanya Sabrina setelah duduk di samping adiknya.
"Lagi ladenin pembeli yang rese kak" jawab qila lesu, sambil menunjukkan isi chatnya dengan pembelinya itu.
Adik Sabrina yang satu ini memiliki kepribadian yang kalem dan sangat polos diantara mereka, makanya sabrina sangat menghawatirkannya, karna takut ada yang akan memanfaatkan kepolosannya itu. Untung setiap ada yang aneh, anak itu akan langsung melaporkannya pada kakak atau papa mereka. Selain itu, ia juga memiliki keahlian berbisnis. fyi keahlian mamanya dalam membuat kue hanya diturunkan oleh qila. Jadi sejak tau bakatnya membuat kue, qila langsung meminta bantuan papanya untuk diberi modal usaha jualan kue online sejak SMA dan Alhamdulillah hingga kuliah ia berhasil menjalankan dan membesarkan usahanya yang kini sudah punya toko kue dan karyawan sendiri. Bahkan rencanannya ia akan membuka cabang di kota lain.
Sabrina mengerjit heran ketika membaca serentetan chat adiknya itu, dan tidak lama ia tertawa "Ini sih lagi modusin kamu dek, kayaknya dia naksir sama kamu deh" tebak sabrina yakin.
"Masa sih kak?"
Sabrina mengangguk pasti "memangnya dia siapa?"
qila mengedikkan bahu "aku juga nggak tau kak, udah hampir sebulan orang ini memesan kue lewat nomor pribadiku kak. mana pesanannya dalam jumlah besar lagi, tapi kami nggak pernah ketemu langsung. Kalau mau ambil pesanan selalu asistennya yang datang" jelas qila dengan raut polosnya.
"Fix nih orang ada maunya"tandas sabrina.
"Mau apa nak?"timbrung Sean _papa sabrina_
Sabrina langsung menghampiri papanya untuk menyalimi dan dibalas dengan pelukan hangat dari sang papa."Kok baru pulang" tanya Sean.
"aku tadi meeting sama anaknya pak waliyono pap, dia mau buat baju untuk acara midodareni-nya nanti"
Sean mengangguk mengerti" pak waliyono yang bantuin kasus kamu waktu kecelakan itu yah?
"iya pap"
"Ingat! kerja jangan berlebihan nak, kamu juga qila. kalian harus bisa membagi waktu kerja dan istirahat, jangan terlalu diforsir"
Sabrina dan qila tersenyum haru, mendengar perhatian papanya "iya pap"jawab mereka.
"Oh iya mama memang jadi nginap di panti ya pap?"tanya qila.
Wajah sang papa seketika berubah muram ketika diingatkan tentang istrinya, yang saat ini berada dipanti.
"Iya, nenek masih sakit jadi mama tidak bisa pulang dulu"jawab Sean lesu.
Kedua anaknya justru tertawa geli melihat papanya yang sedang Gegana (gelisah,galau,merana). Pemandangan seperti ini bukan lagi hal baru bagi mereka. Semua keluarga tau jika sean paling tidak bisa berjauhan dengan istrinya, makanya setiap ada perjalanan bisnis atau undangan di luar kota maupun negri, mama mereka wajib ikut. Sekalian liburan katanya.
"Kalau papa kangen kenapa nggak disusulin, biasanya juga gitu kan?"saut Sabrina.
"Maunya sih begitu nak, tapi papa juga nggak mau ninggalin Oma" Sean menjeda untuk menghembuskan nafas berat "nggak apa-apa cuma sehari. Besok, pulang dari resto papa langsung jemput mama sekalian bawain keperluan panti"kata sean.
"Ehm yaudah papa yang sabar ya, kan bisa video call sama mama nanti"timpal qila prihatin.
Sean tertawa pelan "itu pasti nak!"
"Ngomong-ngomong kak Fathur kok belum pulang ya" pertanyaan qila membuat papanya langsung menoleh ke Sabrina yang hanya tersenyum kecil.
"Bukannya kata Kak bri cuma 2 hari ya"tambah qila.
Sabrina mengedikkan bahunya tanda tidak tau. Ia memang tidak tau mengenai perubahan jadwal kepulangan fathur yang sangat molor. Sebenarnya sabrina bisa tau alasannya kalau ia mau sekedar menjawab telpon fathur, tapi jangankan telpon, chatnya saja sengaja ia senyapkan.
"Memangnya kalian tidak tau kenapa kakak tinggal lebih lama di singapur?" celetuk Shanna yang baru turun dari kamarnya.
"Memang kenapa kak?"tanya qila.
Shanna tersenyum misterius menatap ke tiganya, seakan apa yang akan dikatakannya adalah sesuatu yang sangat penting. Tapi sayangnya, hanya qila yang terlihat penasaran, karna baik sabrina dan papa mereka tidak ada yang menunjukkan raut antusiasnya.
"Tapi sepertinya kak bri udah tau deh" tuduh Shanna dengan mata memicing curiga.
Sabrina tertawa pelan "kakak memang nggak tau apa-apa sayang" balas Sabrina sembari mengerling jahil.
"Kakak nggak cocok tau kedip-kedip gitu"cetus Shanna geli.
"Udah ah! Kakak pengen mandi, gerah banget soalnya" Sabrina kemudian berdiri menghampiri papanya yang duduk di kursi single sofa untuk memberi kecupan selamat malam.
"Pertanyaanku belum ada yang jawab loh" celetuk qila.
"kak Fathur lagi liburan sama kak El, tadi kak fathur telpon arfa waktu mereka di mall pengen belanja oleh-oleh" jawab Shanna girang.
"Sepertinya tidak lama lagi anak pertama papa menyuruh papa melamar wanita"saut Sean yang masih bisa didengar oleh Sabrina yang kini berada ditangga atas, tapi wanita itu hanya tersenyum kecil seraya bergumam "Akhirnya"
Baru ingin membuka kamarnya, Sabrina mendengar sayup-sayup suara heboh dikamar adiknya arfa, yang berada tepat disamping kamarnya. Sabrina kembali urung masuk ke kamar dan memilih menghampiri arfa lebih dulu. Tapi sudah ketukan ke tiga belum ada sautan dari dalam, jadi sabrina langsung membuka pintunya "Dek" panggil Sabrina.
"Loh kak bri baru pulang?" Tanya arfa.
Sabrina tersenyum kecil sembari berjalan ke arah arfa yang sebelumnya sibuk di depan laptop. Pantes tidak mendengar ketukan pintu, ternyata lagi main game. pikir sabrina.
"Kakak udah pulang daritadi, cuma singgah ngobrol sama papa di bawah" jawab Sabrina.
"Kak bri baik-baik aja kan?"
Sabrina melarikan tangannya mengusap kepala arfa yang memang begitu perhatian pada saudaranya "Alhamdulillah Kakak sehat dek, kamu juga jangan terlalu larut ya main gamenya, istirahat tepat waktu supaya di kampus wajah tampan kamu nggak kuyuh"
"Mau diapain atau bagaimanapun, aku tetap ganteng kak. Jadi Kak bri nggak usah khawatir ok!"
sabrina tertawa melihat kepercayaan diri adiknya itu, tapi apa yang dikatakannya memang benar. Arfa merupakan pria yang tampan bahkan sangat tampan. tidak heran jika setiap pulang kampus, ada aja barang bawaannya berupa hadiah dari para fansnya, dan semua itu barang bermerek. Arfa memang bukan artis, tapi dia bisa disebut selebgram mengingat followers-nya udah mencapai 32,7 juta yang rata-rata kaum hawa, hampir menyamai pengikut sabrina yang kini 35,1 juta. Keren nggak tuh!?
"Aku merindukan tawa itu " celetukan dari arah belakang membuat tawa Sabrina seketika terhenti.
"Wah maaf kak, aku jadi lupa kalau masih ada kak fathur hehe"ucap arfa sambil menepuk jidadnya.
Sabrina menoleh pada laptop adiknya yang ternyata sedang melakukan panggilan video bersama fathur. Ia kira arfa tengah main game seperti biasanya. Kalau tau begini, ia jadi menyesal menghampiri adiknya. udah benar kalau ia langsung masuk kamar tadi, tapi mau bagaimana lagi udah terlanjur kegep.
"Oh assalamualaikum kak?" Ucap Sabrina, berusaha terlihat santai.
"Waalaikum salam, kamu kenapa ti_"
"Kak bri, aku dibeliin peralatan mendaki yang keren sama kak Elisa, iyakan kak?" sela arfa.
Fathur hanya mengangguk sekali dengan tatapan lurus ke arah Sabrina .
"Wah keren dong, kamu udah berterima kasih kan sama kak El"saut Sabrina.
"Udah dong kak! bukan cuma aku, tapi semuanya dapat oleh-oleh dari couple bird kita. Iya nggak kak" oceh arfa bermaksud menggoda kakaknya.
"arfa!" tegur fathur, namun arfa justru mengartikan jika kakaknya itu tengah malu.
"Yaudah Kakak balik ke kamar, ingat jangan begadang main game dek!"
"Siap kakakku yang cantik?!"
Sabrina kembali menoleh pada Fathur "Kakak jaga kesehatan disana ya, salam buat kak El. aku mau istirahat dulu, assalamualaikum kak"
Meski menyadari kemarahan dari sorot mata fathur, tapi sabrina memilih mengabaikannya. Karna sekarang ia lebih memikirkan aroma apa yang akan dipakainya untuk berendam nanti, karna sepertinya berendam air hangat bisa melemaskan ototnya yang kaku dan tubuhnya yang lelah .
***