"Tolong! Tolong!"
Suara teriakan panik seorang wanita terdengar jelas di sebuah gang. Hanya dengan mendengar teriakannya, seseorang sudah bisa membayangkan betapa panik dan takutnya dia dengan sesuatu yang dialami olehnya.
"Diam, jangan berisik!" bentak seorang pria sembari mencengkram mulut targetnya dengan kuat. Ia menghantam kepala wanita itu ke dinding dengan keras. Ia melakukannya karena teriakan barusan membuatnya takut akan sesuatu sehingga ia menjadi kesal. Dengan ekspresi muram, kepada wanita tersebut ia berkata, "Sekali lagi kau membuat kebisingan, aku tidak akan segan membunuhmu."
Wanita itu benar-benar terdiam saat ini. Ia bahkan tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Ekspresi panik, ketakutan dan cucuran air mata tidak bisa menyembunyikan emosi yang sebenarnya.
Melihat ancamannya sukses dan tidak lagi mendengar suara keributan, pria itu merasa bahwa ia bisa melakukan aksi selanjutnya dengan mudah. Namun, saat ia baru saja berpikir seperti itu, ia tiba-tiba mendengar suara orang asing.
"Benarkah itu?"
Seketika ekspresinya menjadi muram kembali. Cengkraman tangannya pada mulut wanita di depannya semakin kuat, kemudian ia menengok ke kiri dan ke kanan untuk mencari sumber asal suara. Namun, ia sama sekali tidak menemukan seorang pun. Dengan nada marah dan kerutan kening ia berkata, "Siapa kau? Jangan main-main denganku! Keluarlah, jangan bersembunyi seperti seorang gadis kecil."
"Jika kau tidak keluar, aku akan segera membunuh wanita ini!" lanjutnya setelah tidak mendapatkan respon dari orang misterius tersebut. Ia kembali beraksi lagi dengan mencengkram leher wanita tersebut lalu menempelkan punggungnya sendiri ke dinding untuk menghindari serangan musuh dari titik butanya.
Suara seseorang membuatnya sangat bersemangat untuk waktu singkat, tetapi ancaman dari seorang pelaku kejahatan di dekatnya membuat wanita kembali ketakutan. Sebagai korban yang tidak berbuat apa-apa selain menunggu, dia hanya bisa diam dengan tubuh gemetar dan diam-diam berdoa agar bisa diselamatkan.
Untuk sesaat, suasana kembali sunyi setelah teriakannya. Sejak kedatangan orang misterius itu, ketakutan pria tersebut menjadi semakin besar. Ini semua karena rumor yang beredar bahwa ada seorang pahlawan super seperti di komik yang akan membasmi kejahatan di kota ini. Ia menjadi semakin gugup setelah mendengar suara misterius tersebut.
"Tepat di atasmu."
Ketika mendengar suara itu lagi, ia langsung menengadahkan kepalanya, mencari ke arah sumber suara yang didengarnya. Namun, itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena saat melihat ke atas, ia tidak sempat bereaksi atas tindakan sosok misterius tersebut.
Sosok misterius itu langsung turun sebelum ia mengatakan lokasinya. Saat penjahat menoleh ke atas mencarinya, ia telah turun dan langsung beraksi dengan menggenggam cengkraman tangan penjahat yang menahan wanita itu. Gerakannya sangat cepat sehingga penjahat itu terlambat bereaksi dan wanita yang menjadi korban berhasil lolos dari cengkraman penjahat tersebut. Ia menindak lanjuti dengan memukul wajah penjahat dengan keras hingga terbang sejauh 3 meter.
Sementara wanita yang menjadi korban, dia merasa bahagia setelah berhasil lolos dari genggaman penjahat yang menyerangnya. Dia segera menjauh dari pertarungan keduanya, kemudian mengatakan sesuatu kepada orang misterius itu.
"Terima kasih. Terima kasih telah menyelamatku! Jika bukan karenamu, aku ... aku–"
"Jangan berterima kasih dulu. Segeralah bersembunyi, temukan tempat yang aman bagimu. Aku akan segera mengakhiri ini," ucap sosok misterius dengan lembut agar bisa menenangkan wanita itu.
"Baik. Aku mendengarkanmu," balas wanita itu, kemudian pergi mencari tempat bersembunyi dengan aman. Emosinya saat ini sudah pulih sedikit demi sedikit sehingga bisa memikirkan sesuatu yang logis. "Aku harus menghubungi polisi segera," ucapnya setelah sampai di tempat yang menurutnya aman.
Pembicaraan mereka memberikan waktu untuk penjahat itu pulih setelah dipukuli oleh sosok misterius. Alhasil, penjahat itu telah bersiap untuk membalas pukulan yang diterimanya dengan sebuah pisau tajam ke arah musuhnya itu secara diam-diam. Gerakannya sangat sunyi dan musuhnya tidak terlihat waspada sama sekali sehingga pria penjahat menggunakan kesempatan ini dengan menyerang.
Namun sayang, sosok misterius itu memiliki kecepatan reaksi yang tidak manusiawi. Pisau yang semula direncakan untuk menusuk leher sosok misterius tersebut harus berhenti di tangan. Sosok misterius itu berbalik, kemudian berkata, "Tidak semudah itu, Ferguso."
Sesaat setelah mengatakan itu, serangan balasan dari sosok misterius langsung diluncurkan. Ia langsung memelintir tangan dengan pisau di genggaman musuh, kemudian melanjutkannya dengan memukul keras perut lawan.
Tak sampai berhenti di situ, ia juga kembali menyerang dengan pukulan kombo pada wajah lawan hingga tubuh lawan dengan kecepatan kilat. Kurang dari satu menit pertarungan dilakukan, penjahat tersebut berhasil ditundukkan oleh sosok misterius tersebut.
"Lain kali jangan begitu lagi, ya. Waterboom, man!" ucapnya kepada penjahat tersebut lalu memukul kepalanya dengan keras hingga penjahat itu kehilangan kesadarannya. Setelah itu, ia mengikat penjahat tersebut menggunakan tali yang ditemukan di lingkungan sekitar.
Tak lama setelah pertarungan berakhir, wanita yang menjadi korban kejahatan kembali dari persembunyiannya. Sosok misterius itu menyadari kedatangan wanita tersebut. Ia pun langsung bertanya, "Bagaimana keadaanmu? Apakah masih terasa sakit di bagian kepalamu?"
"Masih sakit, tapi sudah agak mendingan," jawab wanita tersebut. Mendengar kekhawatiran dari penyelamatnya, dia merasa jauh lebih baik. Tak lupa dia berterima kasih kepada sosok misterius tersebut dengan berkata, "Terima kasih telah mengkhawatirkan dan menyelamatkanku. Jujur, aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi jika kamu tidak datang menyelamatkanku."
"Itu sudah menjadi tugasku untuk menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan," balas sosok misterius itu dengan rendah hati. Mengingat sesuatu, ia segera bertanya lagi, "Sudahkah kamu menghubungi pihak kepolisian?"
"Setelah pergi mencari tempat aman, aku langsung memanggil polisi," jawab wanita itu dengan jujur.
"Bagus sekali. Mari kita tunggu kedatangan polisi," balas sosok misterius sembari menyeret tubuh penjahat yang telah pingsan.
Butuh waktu cukup lama sampai sosok misterius itu merasakan kedatangan dari pihak kepolisian. Setelah mendengar suara sirene mobil polisi, ia segera mengucapkan selamat tinggal kepada wanita tersebut.
"Jaga keselamatanmu. Perhatikan penjahat itu sampai polisi datang," ucapnya. Segera setelah itu, ia menghilang dari pandangan gadis itu, tetapi tidak pergi terlalu jauh. Ia diam-diam memperhatikan wanita itu sampai polisi datang dan penjahatnya dibawa ke tempat aman.
Sembari memperhatikan wanita itu dari jauh, ia membuka masker hitam yang digunakannya, menunjukkan tampang asli dari seorang pemberantas kejahatan yang ternyata masih amat muda. Sosok misterius ini adalah seorang pemuda bernama Neil Ardian.
"Syukurlah aku bisa datang tepat waktu," gumamnya sangat pelan sambil memperhatikan polisi datang menangkap penjahat dan menanyai wanita yang diselamatkannya. Setelah melihat mereka pergi, ia kembali melanjutkan aksinya malam ini untuk memberantas kejahatan di kota Jakabumi.
Namun, baru saja ingin memasang maskernya kembali, Ardian merasakan masker hitamnya telah terpasang lagi dan tiba-tiba berdiri di depan banyak warga kota Jakabumi yang sedang berkumpul memuji-muji aksi kepahlawanannya di kota tersebut. Ia cukup bingung dengan suasananya, tetapi kemudian menemukan walikota Jakabumi ada di samping saat ia menengok. Ia pun langsung bertanya, "Apa yang sedang terjadi, pak Walikota?"
"Mengapa kamu terlihat sangat kebingungan?" tanya sang Walikota dengan nada lucu. Ia segera melanjutkan, "Warga Jakabumi sangat berterima kasih atas aksimu memberantas banyak kejahatan di kota ini. Saya, sebagai walikota Jakabumi juga ikut berterima kasih dengan memberikan piagam penghargaan kepada dirimu, di depan mereka- warga kota ini."
Mendengar itu, Ardian semakin kebingungan saat menerima piagam penghargaan dari walikota Jakabumi yang tersenyum lembut dengan wajah gemuknya kepada dirinya. Namun, Ardian segera beradaptasi. Memberikan senyum terbaik, ia berkata, "Terima kasih telah memberikanku penghargaan ini. Aku pasti akan berusaha lebih baik lagi dalam memberantas kejahatan di kota ini agar warga kota Jakabumi merasa aman dan damai!"
Menanggapi pidatonya, warga yang berkumpul berteriak, bersorak dengan gembira. Namun, perlahan teriakan-teriakan itu berubah menjadi teriakan kepanikan atas suatu tragedi yang terjadi. Hal ini membuat Ardian kembali kebingungan dan langsung memperhatikan situasi di depannya.
Melalui pandangannya, ia bisa melihat banyak warga berlarian karena suatu hal. Kemudian, ada mayat terbaring di mana-mana. Banyak darah berceceran dan gedung terbakar pada situasi kekacauan yang sedang terjadi. Ekspresi wajahnya langsung menjadi sangat serius. Ia ingin segera beraksi dan berpamitan kepada Walikota.
Namun, saat menoleh ke samping, ia melihat Walikota gemuk telah digantung tinggi-tinggi. Hal ini menjadi sebuah obyek tontonan eksekusi di depan warga kota Jakabumi. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang tak karuan.
Berhasil menenangkan diri dengan cepat, ia berniat menurunkan mayat Walikota dari tiang yang tinggi tersebut. Namun, ia melihat para penjahat sedang membantai warga sipil dengan sangat brutal. Jadi, ia tidak lagi berniat melakukan itu dan langsung turun ke bawah untuk menghajar para penjahat satu persatu.
Penjahat-penjahat tersebut melihat kedatangan Ardian. Seperti hiu mencium bau darah saat di lautan, mereka langsung mengganti sasaran mereka kepada Ardian sepenuhnya. Dengan membawa senjata tajam dan senjata api, mereka melawan Ardian dengan kekuatan supernya.
Serangan mereka membuat Ardian harus mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Ia bergerak dengan sangat cepat, menyerang beberapa lawan sekaligus dengan tangan kosongnya. Ia sukses menjatuhkan banyak penjahat dalam waktu singkat dengan serangannya tersebut. Namun, ia tak luput dari luka atas serangan para penjahat.
Ia berniat meneruskan aksinya tersebut dengan mencari para penjahat yang masih berkeliaran, tetapi sebelum ia sempat melakukan itu, ia mendengar suara cemoohan dan makian dari warga kota Jakabumi yang sebelumnya sempat memuji dirinya. Warga kota tersebut menyebutkan satu per satu kesalahannya, memancing warga lain untuk ikut memaki dan mencemooh dirinya atas apa yang terjadi pada kota Jakabumi.
"Persetan dengan aksi kepahlawananmu! Lihatlah, banyak korban berjatuhan hanya karena dirimu. Lebih baik kau menghilang saja dari dunia ini, dasar Pahlawan sialan!"
"Kota ini lebih aman saat ia tidak ada. Aku berharap ia ditelan oleh Bumi dan tidak muncul lagi dihadapan kita semua!"
"Seorang remaja menyebalkan. Berlagak menjadi seorang pahlawan, padahal yang dilakukannya hanyalah kekacauan. Pergi dari sini! Pergi dari kota ini selamatnya!"
"Dasar bocah biadab! Jangan lagi kau berlagak seperti pahlawan! Pergilah dari kota ini, BINATANG!"
Cemoohan dan makian yang tiba-tiba ini benar-benar membuat Ardian bingung, sampai-sampai tidak tahu harus berkata dan berbuat apa. Dalam keadaan ini, Ardian tiba-tiba dikerumuni oleh massa dan ia dibawa ke suatu tempat dan pada akhirnya dibuang di jurang yang gelap nan dalam.
Ia kaget, kemudian sekilas melihat ada sosok kakeknya di dalam kerumunan orang yang membuangnya ke jurang. Sebelum benar-benar jatuh ke tempat yang dalam, ia berteriak minta tolong kepada kakeknya.
"Kakek, tolong aku! Jangan pergi, Kakek. Kumohon, tolong aku, Kek!"
Melihat kakeknya tidak mendengar teriakannya, ia terus mencoba. Namun, hal terakhir yang dilihatnya adalah kakeknya pergi bersama warga kota lainnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.
"Tidak! Tidak, Kakek, tidak!" teriak Ardian lagi. "Jangan tinggalkan aku seperti ini, Kakek!"
"KAKEK!"
Saat berteriak untuk terakhir kalinya sebelum ditelan oleh kegelapan jurang, ia tiba-tiba merasakan wajahnya basah. Ia buru-buru membuka matanya lalu berteriak memanggil kakeknya.
"Kakek!"
Dengan napas tak karuan, Ardian menoleh ke kiri dan ke kanan mencari sosok kakeknya. Ketika melihat kakeknya sedang berdiri di samping kasur kapuknya, ia menghembuskan napas lega. Namun, ia segera kebingungan melihat kakeknya membawa ember dan terlihat seperti baru saja menyiram air.
Kakek menghela napas saat melihat cucunya masih dalam keadaan bingung. Tanpa menunggu cucunya sadar sendiri, kakek langsung menyiram wajah cucunya sekali lagi lalu berkata dengan cukup kesal, "Tidurmu sangat berisik sekali! Ini masih pagi, loh, sudah teriak-teriak tak karuan. Teriakanmu sangat mengganggu tetangga, tahu!"
Kekesalan kakek membuat Ardian langsung sadar. Ia buru-buru berdiri lalu menunduk di depan kakeknya dan berkata, "Maaf, Kek."
"Aku tidak mengerti mengapa bisa terjadi seperti ini, Kek. Aku hanya ingat bahwa aku bermimpi, kemudian ... aku tidak ingat lagi apa yang kumimpikan," jelas Ardian sembari menggaruk-garuk kepalanya karena mimpinya tidak bisa diingat secara tiba-tiba.
"Sudahlah. Bangun dan bereskan kamarmu," ujar kakek langsung berjalan kembali ke lantai bawah dengan membawa ember di tangannya. Namun sebelum pergi jauh, kakek kembali mengingatkan, "Jangan lupa menjemur kasurmu setelah mandi nanti."
Tanpa memberikan Ardian kesempatan untuk menjawab, Kakek telah pergi meninggalkan kamar cucunya. Ardian hanya bisa menatap kepergian kakek sembari memikirkan betapa aneh dan tak nyamannya ia dengan apa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.
"Sebenarnya, apa yang terjadi kepadaku?"