Chereads / ganti judul / Chapter 1 - Orlinda

ganti judul

🇮🇩SiriusStar
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Orlinda

Masa kecil adalah masa di mana kita bebas untuk melakukan apapun, pergi ke mana, kapan saja dan dengan siapapun itu. Seorang gadis yang duduk di bangku kursi kayu sedikit usang merasa tegang. Matanya terus meilirik ke segala penjuru kelas. Ia sedang menantikan hasil ujian yang selama ini dikerjakan dengan sungguh dan mati-matian.

Tangan mungil Orlinda berpeluh dingin, sebab sang guru maish berceramah di depan kelas. Tentang sikap dan sifat para muridnya. Tangan si Ibu meraih tangan puterinya, tersenyum, "kamu kenapa sayang? Kok tegang begitu." Linda kecil yang tidak tahu harus apa hanya cengengesan saja sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Yup, Linda selalu menjadi juara pertama dari kelas sampai kelas empat. Pada semester baru, di tahun ajaran baru dan segalanya berbaur baru. Ada seorang bocah laki-laki berwajah dingin dan cuek. Ia merupakan anak pindahan dari luar kota. Karena penasaran, Linda mendekat dan mengajaknya untuk berkenalan.

"Hai. Aku Linda, kalau kamu siapa?" Linda menjulurkan tangannya sambil tersenyum, berharap akan disambut ramah oleh si bocah berambut pendek itu. Ia hanya menatap dingin tangan Linda, sambil berdecih, "ck. Javas."

"Salam kenal ya Javas. Semoga kamu betah di kelas ini dan ---" Linda berhenti bebricara ketika Javas memunggunginya dan memilih untuk tidur-tiduran di mejanya. Gadis yang memakai seragam merah putih itu menarik napas, "sabar Linda. Sabar." ia duduk di bangkunya.

Tak lama Pak Guru pun datang membawakan seragam untuk Javas. Llau mereka pun menandatangani berka-berkas serta bon pembayaran atas seragam dan buku. Setelah itu kami secara bergantian ke depan dan melakukan hal yang sama pula.

Awalnya aku pikir bahwa Javas bukanlah lawan dalam kelas. Karena sepengelihatanku dia laki-laki yang malas, suka tiduran di kelas, tidak memerhatikan guru dan terkadang bolos. "Biarin aja dia bolos. Kan bukan urusan kita juga," ujarku saat salah seorang teman memberitahuku.

Setiap hari selalu berbeda. Tidak sama seperti kelas empat dahulu. Linda menjadi anak yang santai, tidak terlalu ambisius. Sebab Viola yang menjadi juara kedua sudah berpindah sekolah. Jadi, tak ada lawan yang seimbang baginya saat itu.

Linda terlalu meremehkan dan memandang rendah Javas. Ia menjadi sosok yang sombong. Sebab nilai ulangannya selalu sempurna dan tidak ada celah sedikit pun dari lawannya. "Linda, kamu memang yang terbaik ya di kelas ini." puji teman-teman Linda.

Ada satu hal yang tidak diketahuinya. Javas pindah sekolah bukan karena memiliki masalah di sekolah lamanya, melainkan ia sedang mencari lawan yang seimbang. Sebab, sekolah di kota hanya mengandalkan harta orang tua, pangkat dan kedudukan. Ia sama sekali tidak menyukai hal itu. Semua orang memandangnya hina dikarenakan kedudukan sang Ayah yang berpangkat tinggi menjadikannya disegani oleh para guru.

Saat bertemu dengan Linda. Melihat bagaimana ambisiusnya gadis itu dalam belajar dan pemikirannya selalu kreatif dalam menuangkan ide, ia menjadi tertarik. Javas membayangkan bagaimana raut mukanya jika dikalahkan oleh Javas. Sedikit senyuman kecil tersurat di sudut bibirnya. Javas sedang memainkan game bersama adik kecilnya.

Linda tengah mempersiapkan diri untuk ujian semester satu. Tidak seperti tahun lalu, Linda benyak bersantai dan bermain dengan teman sebayanya di taman. Bermain perosotan dan barbie, "Linda, kamu tidak belajar?"

Gadis kecil yang memakai baju pink serta jepitan rambut berwarna pink itu menggeleng, "tidak," balasnya, lalu mengambil boneka dan menyisir rambutnya.

"Kenapa? Bukannya kamu selalu belajar Linda." tambah si teman yang ikut menyisir rambut boneka mereka.

"Lagi mau santai saja."

Sesampainya di rumah, Bunda juga menanyakan kenapa Linda tidak belajar padahal ujian semester satu tinggal sehari lagi. Linda kecil memeluknya, "Bunda tenang saja. Linda pasti akan tetap jadi rival di sekolah kok." Karena gemas, Bundanya menggendong Linda hingga ke meja makan.

Kehidupan mereka berdua berbanding terbalik. Jika Javas hidup dengan kemewahannya, Linda hidup dengan kasih sayang orangtuanya yang tak pernah pudar. Orangtua Javas memiliki perusahan pabrik sepatu dan Ayahnya Linda bekerja di sana sebagai karyawan. Sungguh hal yang tak terpikirkan oleh mereka berdua. Lagian juga mereka takkan paham, sebab masih di bawah umur.

Karena Ayah Javas baru pindah, ia kurang mengenali tempat-tempat di situ. Kebetulan Ayah Linda berada di sana dimintai tolong oleh Ayah Javas. Sejak saat itu mereka menjadi sosok sahabat. Ayah Linda memintanya untuk tidak memilih kasih, meski Ayah Javas ingin menaikan gaji serta posisinya.

Kembali lagi kepada Javas dan Linda. Hari ujian sudah tiba. Linda bangun pagi seperti biasanya. Ia memakai jepitan berwarna biru, menyandang tas barbie yang dibelikan oleh Ayahnya semalam. Ia melangkah penuh suka, yakin akan menjawab semua soal-soal dengan benar dan tanpa ada cela sedikit pun. "Linda, kamu cantik sekali." teman-teman Linda mengerubunginya seperti semut yang mendapat tumpahan gula.

Javas dan Linda duduk bersebelahan. Linda dengan gaya angkuhnya memainkan pensil di atas kertas lembaran jawaban. Dalam waktu lima belas menit Javas selesai dan keluar ruangan kelas. Linda terdiam tidak percaya. Pengawas juga tidak mempersalahkannya. Karena para guru di sana tahu siapa Javas.

"Fokus Linda fokus." kedua tangannya ia kibas-kibaskan di muka. Menarik napas dalam-dalam, membaca secara cermat soal-soal yang ada di depannya.

Bel pulang berbunyi. Linda yang penasaran lagi mencoba untuk mengajak lelaki jutek dan dingin itu untuk berbicara. "Kamu kok cepat banget selesai ujiannya. Hm, apa kamu yakin dengan jawabannya?" Javas diam, terus melangkah.

"Hey! Aku sedang berbicara dengan kamu loh!" Linda merentangkan tangannya di depan Javas sehingga laki-laki yang berseragam merah putih itu berhenti. "Bukan urusanmu."

"Aaarg," Linda menghentak-hentakan kakinya karena kesal. Sebelum itu, Javas juga memperingatinya, "Jangan terlalu senang dulu. Kalau pada akhirnya kamu menangis."

"Hah? Orang kayak kamu bisa ngalahin aku?" tertawa keras. "Ngimpi kamu." gadis itu mengacungkan jempol terbalik kepada Javas yang terus berjalan tanpa melihat Linda. Merasa kesal diabaikan, Linda berlari dan menyenggol bahu kanan Javas.

"Itu hukuman bagi orang yang sudah meremehkan aku. Paham kamu!" Ya namanya anak kecil, ia suka sekali menjulurkan lidahnya mengejek.

Di jalan menuju rumahnya, Linda berpikir keras. Kenapa ia merasa deg-degan saat mendengar kata menagis. Padahal Javas tidak mengatakan bahwa ia akan mengalahkan Linda. "Linda, ah sudahlah. Aku sendiri juga tidak mengerti dan paham pada diriku." Gadis itu merebahkan badannya di kasur.

Ambisius dan jenius. Jika keduanya digabungkan tentu akan melahirkan sebuah keajaiban bukan. Sosok Linda yang ambisius dan Javas jenius.

Terkadang, hal yang sangat diinginkan menjadi sulit jika si jenius datang dan merubuhkan impian yang tinggal seangin lagi hingga mencapai puncak.