"Aduh, dadaku sakit!" Queen meringis sambil meremas dadanya yang sesak. Serangan ghaib yang ia terima tiba-tiba membuat jantungnya seperti ditusuk-tusuk. Ia berusaha melafalkan ayat-ayat Al-Qur'an, meminta kepada Allah untuk memukul mundur apa yang dikirimkan padanya secara ghaib. Al-Fatihah dan ayat kursi menjadi tameng untuknya. Dengan penuh keyakinan dan memohon perlindungan dari-Nya, Queen menangkis sihir yang dikirimkan untuk membunuhnya.
Lola yang panik melihat Queen kesakitan, diingatkan Unin, "La, jangan kosong pikirannya, ya. Baca ayat kursi!"
Queen memposisikan dirinya bersila. Sambil memejamkan matanya, ia berseru seperti sedang berhadapan dengan seseorang. "AKU KEMBALIKAN APA YANG DIKIRIMKAN PADAKU!"
Surat Taha ayat 69
وَاَلْقِ مَا فِيْ يَمِيْنِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوْاۗ اِنَّمَا صَنَعُوْا كَيْدُ سٰحِرٍۗ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ اَتٰى
Artinya: Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya pesihir (belaka). Dan tidak akan menang pesihir itu, dari mana pun ia datang."
Queen melafalkan ayat dari surat At-Taha tersebut untuk mengembalikan kiriman sihir untuknya. Setelah bisa menenangkan diri, ia memagari dirinya dengan ayat kursi. "Alhamdulillah ya Allah," ucap Queen seraya membuka mata.
"Queen, kamu gak apa-apa?" Unin menghampiri dan memeluk sepupunya. Lola pun bergabung bersama mereka, memeluk kedua sahabatnya.
"Aduh, sesek nih aku," protes Queen. Keduanya melepaskan pelukan agar Queen bisa bernafas lega.
"Kiriman dari siapa sih?"
***
"Gimana sih, Ki? Kok kalah sama cewek murahan itu. Aku gak mau bayar, ah. Masa ngeluarin duit gak ada hasil. Katanya ahli santet, gak terbukti. Aku gak mau bayar!" Susan mengoceh dengan hati dongkol. Pasalnya, dukun yang bernama Ki Mbek tidak berhasil membuat Queen kehilangan nyawa.
"Loh, saya kan, sudah berusaha. Saya gak tahu kalau dia bukan orang sembarangan. Bayarlah, saya juga dah habis energi ini!"
Susan tetap enggan membayar. Ia keluar begitu saja dari tempat sang dukun. Ki Mbek tak mau cekcok mulut dengan wanita. Masih ada pasien diluar. Jika perempuan tak tahu diri itu terus mengoceh, sang dukun takut pasien yang lain malah bubar karena dikatai dukun palsu.
Susan melaju dengan mobilnya. Sepanjang jalan ia mengumpat dengan hati dongkolnya. "Sialan! Kenapa sih, gagal terus bikin cewek murahan itu hancur. Mana Bang Bima dingin banget sama aku sekarang. Pelet dari Sri juga udah gak mempan. Aaaargh..., apa aku harus membunuhnya dengan tanganku sendiri?"
Susan mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tiba-tiba, ia seperti melihat seorang pria melintas didepannya. Ia terkejut dan membanting stirnya ke kiri dan menginjak rem.
Cekit..... Brag....
Susan menabrak sebuah pohon besar di sisi jalan. Sabuk pengaman yang ia pakai menahan beban tubuhnya. Air bag yang mengembang pun menyelamatkan nyawanya. Namun, tetap saja, benturan yang terjadi menimbulkan memar di dada dan membuatnya sesak dan pingsan.
***
Perlahan Susan membuka mata. Kepalanya terasa pusing akibat benturan tadi. Samar-samar, wajah Sri mulai terlihat jelas. "Kamu dah sadar, San?"
"Aku dimana? Ssshhh.... " Susan meringis tatkala berusaha untuk bangun. Tubuhnya terasa sakit semua. Keningnya pun terdapat luka gores terkena pecahan kaca. Juga ada beberapa goresan di bagian tubuhnya yang lain.
"Jangan duduk dulu. Kamu masih belum stabil. Kamu kecelakaan tadi. Sekarang lagi di rumah sakit," jelas Sri.
"Bang Bima mana? Apa dia gak jengukin aku?" Susan mengedarkan pandangannya menyapu ruangan. Tak terlihat sosok pria yang digilainya.
"Dia ada sidang. Aku udah kabarin. Nanti dia nyusul kesini. Aku juga gak bisa lama. Aku dah hubungin keluarga adik kamu. Tapi.... " Sri tak mampu meneruskan ucapannya. Keluarga Susan seolah sudah lama tak mau tahu akan kondisi Susan.
"Mereka gakkan datang. Gak apa. Aku dah biasa sendirian. Kamu tahu 'kan aku anak broken home. Makasih, kamu dah mau jenguk aku." Begitulah kondisi Susan. Memang dari dulu, ia selalu berbuat masalah. Susah diatur sampai semua sudah menyerah. Ia bagai hidup sebatang kara. Itu' mengapa, ia sangat ingin menikahi Bima. Menikahi pria kaya dan menjadi nyonya pengacara bonafit akan memguntungkan dirinya. Ia bisa hidup mewah tanpa bekerja keras. Apalagi Sri membantunya untuk mendapatkan Bima, ia mengikuti semua keinginan Sri.
"Aku cuman butuh kamu buat jauhin Bang Bima dari Queen. Aku gak mau abangku di setir sama orang lain. Bang Bima harus selalu prioritasin aku dibandingin istrinya. Aku harus punya kakak ipar yang nurut sama aku. Kalau kamu gak nurut, dari dulu juga udah ku buang, cih!" batin Sri. Adik Bima itu memang selalu ingin menjadi pusat perhatian ayah dan kakaknya. Ia posesif dan tak ingin mereka akan mengabaikannya. Obesesi narsisitiknya sangat mengerikan.
Sejam berlalu, datanglah Bima menjenguk Susan. "Bang, kamu datang?" ujar Sri. "Kalau gitu, aku tunggu di cafe depan Rumah Sakit, ya!" Bima mengangguk cepat.
"Maaf aku baru datang," ujar Bima dan berdiri di samping rsnjang.
"Gak apa, sayang. Makasih, kamu udah mau jengukin aku." Susan menyambut dengan senyum merekah di bibirnya.
"Sebagai atasanmu, tentu aku harus menjenguk. Bagaimana kondisimu?" ucap Bima datar. Ia sebenarnya enggan datang jika tak dipaksa oleh Sri. Sudah tak ada lagi hatinya untuk sang sekretaris. Bahkan, ia tak tertarik sama sekali. Hatinya kini hanya untuk Queen.
"Atasan?" Susan terperanjat mendengarnya, ia berusaha untuk duduk, "Sshh...." Ia meringis menahan perih lukanya. Namun, hatinya lebih terluka. "Abang udsh gak cinta sama aku?" Tangannya berusaha meraih tangan Bima.
Lelaki tampan didepannya malah mindur dan menjaga jarak. "Kita sudah tak ada hubungan pribadi. Aku masih menghargaimu sebagai rekan kerja. Jadi, tolong untuk tidak bertindak gegabah. Jangan sampai kau kehilangan pekerjaanmu juga. Aku sudah beristri."
Lagi-lagi, perkataan Bima sangat menyakitkan bagi Susan. Usaha untuk menjadi nyonya Bima pupus sudah. Bahkan, Bima tak ingin tersentuh olehnya. Emosinya tentu naik. Ia tak terima dicampakkan begitu saja, apalagi alasannya adalah Queen. "Bang, aku gak terima kamu baikan sama Queen. Kamu bilang, kamu cinta sama aku. Bahkan janji mau nikahin aku. Gak mau, aku gak mau pisah!"
Susan nekad turun dari ranjangnya dan memeluk erat Bima sambil terisak. Memang, ia ingin memiliki Bima karena status sosialnya. Ia ingin mrnjadi wanita kaya. Namun, ia juga jatuh cinta pada Bima. Bukan hanya karena harta semata. Ia memang sangat menggilai Bima.
"Kalau kau tetap begini, sepertinya aku harus mencari sekretaris baru. Maaf jika aku menyakitimu. Tapi, aku tersadar bahwa Queenlah cinta dalam hatiku. Ia wanita yang pantas mendampingiku dan ia sudah banyak berkorban untukku." Bima melepaskan pelukan Susan. Ia merogoh saku kemejanya dan memberikan selembar cek. Ia menaruhnya diatas nakas disampng ranjang Susan. "Kurasa, ini cukup untuk biasa rumah sakit juga pesangonmu. Kuharap, kita tak akan berjumpa lagi. Semoga lekas sembuh." Dengan dingin, Bima melangkah keluar kamar tanpa menoleh sedikitpun.