Keesokan harinya.
"Bu, ibu." Maira membangunkan ibunya yang masih tertidur. Tina belum juga bangun. Akhirnya Maira pun membiarkannya. "Mungkin ibu masih lelah memikirkan semua ini, lebih baik aku biarkan saja dulu." Ia pun keluar kamar dan berjalan ke dapur.
"Bikin kopi dulu lah," ucapnya. Maira memang suka sekali mengonsumsi kopi di pagi hari. Rutinitas pagi yang selalu dilakukan oleh Maira sebelum berangkat bekerja. Kali ini ia akan memasak sarapan pagi untuknya dan juga sang ibu. "Hari ini aku mau masak sayur SOP sajalah, sama perkedel kentang." Ucapnya sembari melihat seisi kulkas Ia lalu menyalakan MP3 nya untuk sekedar menemaninya memasak. Maira sangat menyukai musik. Baik genre pop mau pun genre lainnya. Ia juga mempunyai hobi menyayangi. Meskipun tidak sebagus penyanyi pada umumnya, tapi dia sangat senang sekali dengan hal itu.
30 menit pun berlalu, Maira sudah selesai menyiapkan makanan untuk sarapannya nanti. Setelah itu, ia lalu bergegas untuk mandi dan bersiap untuk berangkat kerja.
"Bu, Maira berangkat kerja dulu ya," ucapnya. "Iya nak. Hati-hati ya," jawab Ibunya. Maira lalu mencium tangan ibunya. "Nanti makanannya jangan lupa dimakan ya bu," kata Maira. "Iya nak," jawab Ibunya. Tak lama kemudian, Maira pun berangkat ke kantor. Tak lupa ia membawa bekal untuk makan siangnya nanti.
Pukul 07.15
Setelah sekitar 30 menit diperjalanan, akhirnya Maira pun tiba di kantor.
"Yah, telat 15 menit lagi," kata Maira sembari berlari menatap ke arah jam dinding kantornya.
"Maira!" Sepertinya ada yang memanggilnya. Maira pun menoleh dan berkata, "Iya Pak." Ternyata Pak Angga yang memanggilnya. "Siap-siap kena semprot ini mah," gumamnya lirih. Ia pun berjalan menghampiri Pak Angga.
"Selamat pagi, Pak." Ucapnya dengan nada gemetar. "Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini baru datang?", tanya Pak Angga. "I-i-iya Pak. Tadi jalanan macet sekali, Pak. Saya minta maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi." Kata Maira dengan wajah tertunduk lesu. "Kalau kamu sampai mengulanginya lagi, saya tidak akan segan-segan untuk memecat kamu dari kantor ini!" Suara Pak Angga pun menggelegar sampai ke penjuru kantor. Seluruh karyawan pun menatap Maira dengan serius. "Baik Pak. Saya mengerti," jawab Maira. "Selesaikan pekerjaanmu segera." Ujar Pak Angga seraya berlalu meninggalkan Maira. "Baik Pak," jawab Maira. Ia lalu bergegas menuju ke ruangannya.
"Ra, are you okey?", tanya Intan. "I'm fine," jawab Maira. "Kenapa kamu bisa telat sih Ra, kan tau sendiri Pak Angga itu killer nya kayak gimana," ucap Intan. "Sudahlah Tan. Nanti saja ceritanya," ketus Maira. Intan hanya terdiam. Ia pun kembali ke mejanya dan menyelesaikan pekerjaannya.
Pukul 11.30 siang. Jam istirahat makan siang pun berlangsung. Dengan sigap Intan pun menghampiri Maira.
"Ra, lu kenapa sih? Ada masalah ya?", tanya Intan. Maira pun menghembuskan nafasnya dan menyandarkan kepalanya dikursi.
"Iya Tan. Aku memang sedang ada masalah saat ini," kata Maira. "Masalah apa?", tanya Intan. "Ibuku," jawab Maira. "Ada apa dengan ibumu?", tanya Intan lagi. "Ibuku digugat cerai oleh ayahku," jawab Maira dengan mata yang berkaca-kaca. "Apa? Cerai!" Intan pun berteriak dengan sangat kencangnya. Ia sangat kaget sekali mendengar pernyataan dari Maira.
"Kecilkan suaramu," ujar Maira. "O-oke. Tapi bagaimana bisa? Bukankah kamu bilang selama ini keluargamu sedang baik-baik saja kan Ra?", tanya Intan. "Sebenarnya ayahku telah lama pergi dari rumah. Entah apa masalahnya. Dan setelah ayahku kembali beberapa hari yang lalu, ia malah memberikan surat gugatan cerai pada ibuku," jelas Maira.
"Lalu? Selanjutnya bagaimana Ra?", tanya Intan. "Ibuku stress bukan main, Tan. Aku bingung sekali harus berbuat apalagi." Air mata Maira yang sedari tadi sudah terbendung pun, kini membludak dan membasahi kedua pipinya. "Tapi yang membuat aku sangat marah dan kecewa pada ayahku adalah dia tega sekali datang dengan membawa wanita lain dihadapan ibuku, Tan. Ibuku bilang, ayahku lebih memilih wanita itu lantaran parasnya yang cantik dan juga pandai merawat diri. Tidak seperti ibuku," kata Maira. Maira pun mengepalkan tangannya, seolah-olah dia akan memukul seseorang untuk melampiaskan kemarahannya.
"Sudahlah Ra, tahan emosimu." Intan hanya berusaha untuk menenangkan hati Maira. "Aku tidak tega melihat ibuku seperti itu Tan, rasanya aku ingin saja menghabisi laki-laki itu," ujar Maira. "Sudah, sudah." Kata Intan sembari menepuk bahu sahabatnya itu dengan pelan. Berharap Maira akan meredam amarahnya. "Kita ke CafeCofee yuk! Aku traktir," ajak Intan. Keduanya lalu berjalan menuju CafeCofee. Maira yang tidak memperhatikan jalan pun tiba-tiba saja menabrak seseorang yang tengah berdiri dihadapannya.
"Bruuukk!" Seluruh barang yang dibawa keduanya pun jatuh berserakan. "Aduh, maaf-maaf. Saya nggak sengaja," ucap Maira. "Kalau jalan bisa nggak sih lihat-lihat dulu." Ujar laki-laki yang ditabrak oleh Maira itu. "Kan saya sudah minta maaf mas," kata Maira. "Iya. Saya maafkan. Lain kali hati-hati," ujar lelaki itu dengan ketusnya.
"Andika!" Sapa Intan. "Intan, apa kabar?" Jawab Andika. Ternyata laki-laki itu adalah Andika, teman lama Intan. "Aku baik-baik saja kok. Kamu sendiri bagaimana?", tanya Intan. "Aku baik kok," jawab Andika. "Syukurlah. Oh iya, kenalin ini Maira." Ucap Intan sambil memperkenalkan Maira pada Andika. "Andika," ucapnya. "Saya Maira," jawabnya. Keduanya pun bersalaman. "Sekali lagi saya minta maaf ya mas," kata Maira. Andika pun tidak menggubrisnya sama sekali.
"Kamu ngapain disini Ka? Gabung aja yuk," ajak Intan. "Kebetulan lagi jam istirahat kantor. Mau makan siang dulu," jawab Andika. "Waah, kerja kantoran juga ya sekarang," ujar Intan. "Alhamdulillah, In." Jawab Andika. "Kamu kerja dimana?", tanya Intan. "Ini disebelah CafeCoffe ini," jawab Andika. "Serius?", tanya Intan. "Iya, serius." Jawab Andika. "Berarti kita satu kantor nih," kata Intan. "Waah, kebetulan sekali ya," jawab Andika.
"Aku balik ke kantor dulu ya, kalian lanjutin aja ngobrolnya." Maira pun beranjak pergi meninggalkan Intan dan juga Andika di CafeCoffe. "Lhoh? Eh, Ra! Mau kemana!" Teriak Intan. Tapi, Maira pun mengabaikannya. Tak lama kemudian, Andika dan Intan pun kembali ke kantor.
"Ra," panggil Intan. "Kenapa lagi?", tanya Maira. "Jangan bete gitu lah," kata Intan. "Nggak kok," jawab Maira. "Eh, Ra. Gimana kalau kamu aku comblangin aja sama Andika," kata Intan. "Kalau ngomong dijaga. Nggak usah aneh-aneh deh," jawab Maira. "Yee, dibilangin juga. Kalian cocok banget tau," ujar Intan. "Memangnya Andika itu siapa sih Tan? Kok kamu bisa kenal sama dia," kata Maira. "Oh itu. Nama lengkapnya Andika Wiratmaja Putra. Dia itu teman lamaku semasa di pesantren dulu," jawab Intan. "Oh ya? Terus?", tanya Maira semakin penasaran.
"Anaknya baik kok. Agak cuek sih memang, tapi sebenernya dia itu super baik banget deh," imbuh Intan. "Gitu ya?", kata Maira. "Gimana? Tertarik nggak?", tanya Intan. "Nggak ah, males." Jawab Maira cuek. "Kenapa males?", tanya Intan. "Laki-laki mah semuanya sama, nggak ada bedanya. Suka nyakitin, contohnya bokap gua." Maira tetap saja bersikeras menolak permintaan Intan. "Yasudah kalau gitu. Nikmatin saja alurnya ya, siapa tau nanti jodoh. Hehe," goda Intan. Maira pun terdiam, ia lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.