Rindou x Reader
****************
Libur pun tiba, [name] berencana akan kerumah sakit untuk melihat kondisi Rindou sekaligus menemui saudara Rindou sesuai perintahnya. Rindou memberikan jadwal kapan kakaknya akan menengok kepada [name] dan untung saja jadwal kakaknya Rindou tidak bertabrakan dengan part time [name].
Sekitar pukul 11 siang, [name] sudah berpakaian rapi dan dan tentu saja wangi dari parfum yang dipakainya. Walau bagaimana pun dia akan keluar rumah, jadi setidaknya harus terlihat rapi meskipun terkesan biasa. Baru saja selesai, dia keluar kamar dan Rindou sudah berada didepan pintu menunggu [name].
"kau sudah siap kan?" ucap Rindou yang keluar terlebih dahulu kemudian disusul [name] yang terakhir mengunci pintu.
----------------
Haitani Ran seorang eksekutif Bonten kini berada dirumah sakit, rutinitas nya saat ini adalah menjaga sang adik yang terbaring koma. Raut wajahnya tampak sedih dan merasa bersalah, pasalnya ketika menjalankan misi bersama, dia tidak bisa melindungi adik satu-satunya Rindou. Rindou terkena tembakan fatal ketika melindungi dirinya ketika menjalankan misi mencari informasi di area musuh. Namun sialnya, keberuntungan tidak berpihak padanya saat itu. Sungguh ini adalah kesalahannya yang tidak bisa dimaafkan, dia hanya bisa merenung dan melihat kondisi adiknya sekarang. Bahkan dia berjanji suatu saat dia pasti akan melakukan balas dendam kepada mereka karena sudah melukai adik kesayangan nya.
"Ran, apakah informasi dari file-file itu sudah kau temukan?" tanya rekannya bernama Sanzu Haruchiyo yang baru saja datang menjenguk Rindou.
"belum, anak buahku masih mencarinya. Andai saja Rin tidak seperti ini. Pasti kita sudah tahu keberadaan file itu sekaligus penghianat Bonten." kata Ran yang sedang merapikan beberapa barang pribadi milik Rindou selama dirumah sakit.
"huh! Mereka benar-benar brengsek! Jika aku menemukan siapa penghianatnya, ku pastikan benar-benar aku akan menyiksa dan membantai habis tubuhnya." kesal Sanzu
"ya, aku juga berfikiran sama denganmu. Aku tidak akan memaafkan mereka karena sudah membuat Rin jadi seperti ini." kata Ran yang selesai merapikan barang Rindou, dia pun menuju sofa untuk menenangkan fikiran nya yang kalut.
"oi.. Sanzu. Apakah kau sudah menutup mulut pemilik rumah sakit ini?" tanya Ran lagi
"Tentu saja, Koko sudah menutup mulut mereka. kalaupun informasi Rindou berada dirumah sakit ini beredar, tentu saja ku pastikan nyawa mereka semua melayang ditanganku." kata Sanzu meyugar rambut merah muda miliknya, kemudian duduk menyandar disofa bersebelahan dengan Ran.
----------------
[Name] dan Rindou baru saja sampai dirumah sakit sekitar pukul 12 siang. Ternyata mereka berdua menempuh perjalanan 1 jam dari tempat apartemen [name].
"cepat jalan, ikuti aku." perintah Rindou
[name] mendengus pada Rindou, dia sungguh tidak suka dengan sifat memerintah nya itu. selain menyebalkan juga pemaksa. Tapi karena ancaman beberapa hari yang lalu, mau tak mau [name] menuruti kemauannya.
Kini [name] hanya mengikuti Rindou, dia menunjukkan arah kamar rawatnya. [name] yang mengikuti dibelakang nya hanya bisa menghela nafas, dia menyiapkan dirinya untuk menghadapi saudara Rindou yang sama-sama memiliki jabatan Eksekutif Bonten. [name] tentu saja sangat takut kalau-kalau salah bicara, bisa-bisa dia bukannya untung malah buntung ketika terjadi kesalahan. Tak lama, sampailah didepan pintu bertuliskan VVIP dan nomor kamar rawat Rindou.
"disini kamarku dirawat, cepat masuk."
"ck.. kau pikir semudah itu langsung masuk."
"cerewet amat sih, apa susahnya tinggal ketuk pintu."
[name] memutar bola matanya, sungguh Rindou ini mengesalkan. Kalau beneran dia bukan anggota Bonten, [name] sudah mengusir roh Rindou sungguhan. begitu-begitu juga [name] bisa mengusir roh Rindou agar tak mengganggunya dan menetralkannya tapi [name] tidak sejahat itu karena dia tahu Rindou bukan roh orang mati, dia hanya mengalami koma yang sewaktu-waktu dapat kembali hingga waktunya tiba.
Rindou malah memprovokasi [name] hingga terjadi beradu mulut. Sampai-sampai orang yang lewat melihat [name] menganggapnya kasihan karena tidak waras. [name] yang sadar hal itu sungguh merasa malu setengah mati, tapi Rindou terus menerus mengejeknya dengan memancing emosi [name].
"Rindou sialan! udah ditolongin malah gak tahu diri. aku mau pergi saja" ucap [name] bernada tinggi karena kesal setengah mati.
"oi.. selangkah kau pergi, maka kau akan tau akibatnya." ucap Rindou yang mengeluarkan aura membunuh.
[name] terhenti dan merinding ketika Rindou mendekatinya. [Name] langsung terduduk dilantai lorong rumah sakit, dan kini bertatap muka dengan Rindou. [name] menghela nafas dan mencoba tenang dan mengalah.
"ya ya aku kalah aku kalah. Sudah jangan mengeluarkan aura negatif terus, merinding aku."
"baiklah, tetaplah jadi anak baik." elus Rindou sambil senyum mengejek dan mengacak-acak rambut [name].
"cih.. Rindou-san gak usah ngacak-ngacak rambutku! " ucap [name] dengan nada yang keras.
****************
"kau dengar itu Ran? sepertinya aku mendengar ada orang didepan pintu ruangan ini" tanya sanzu yang setengah melek.
"ya, aku dengar Sanzu. bahkan dia menyebut nama adikku. aku akan mengecek sebentar keluar. "
Ran mengeceknya keluar, ketika membuka pintu Ran melihat seorang gadis yang sedang memukul-mukul tembok. Pikiran Ran adalah apakah gadis ini gila?
Padahal faktanya, [name] sedang memukul-mukul bahu Rindou. Rindou yang tidak merasa kesakitan hanya tertawa saja ketika menjahili [name] yang menurut nya lucu untuk diganggu.
"Nona, kau baik-baik saja?" Tanya Ran yang menepuk pundak [name].
[name] berhenti, dia melihat sosok pria tinggi berambut pendek berpakaian jas rapi, rambutnya senada dengan warna matanya.
"Nii-san." itulah kata yang keluar dari mulut Rindou tapi itu tak dapat didengar oleh Ran.
"jadi dia kakakmu, Rindou san." Tanya [name]
Rindou mengangguk, sedangkan Ran hanya heran pada gadis didepannya yang berbicara sendiri dan berkata bahwa dia kakaknya Rindou.
"kau mengenal Rindou adikku?" tanya Ran kepada [name].
[name] hanya mengangguk dan dia sadar jika Ran tidak bisa melihat ataupun mendengar Rindou saat ini. Sebisa mungkin [name] harus bersikap normal, agar dia tidak dianggap gila oleh kakaknya Rindou. Dia menghela nafas sejenak, berusaha tenang padahal malunya setengah mati. Dia berbalik berhadapan dengan Ran dan mencoba untuk senyum.
"iya, aku mengenalnya. aku temannya Rindou-san."
"oh ya? darimana kau tau Rindou ada disini." tanya Ran menyelidik
"Rindou san aku harus ngomong apa?" bisik [name] sambil menunduk.
Rindou melipat tangannya didada "kau tinggal bilang saja kalau kau tau aku dirumah sakit dari anak buahku." kata Rindou santai.
"sialan, mudah sekali dia bicara." bisik [name] kesal.
Ran yang melihat [name] jadi menatap curiga, tak lama sanzu datang menghampiri.
"siapa Ran? " ucap Sanzu datar melihat [name].
[name] yang melihat Sanzu agak merinding, pasalnya sorot mata pria itu menatapnya seolah ingin membunuhnya.
"entahlah, gadis ini gila daritadi ngomong sendiri."
perempatan imajiner [name] muncul, bahkan Rindou tertawa ketika kakaknya mengatakan [name] gila. [name] tak terima dikatakan gila oleh Ran dan dia tak peduli lagi jika dihadapannya ini orang-orang buronan polisi, dengan segenap keberanian kini dia mulai berani berbicara.
"namaku [Full name], aku kesini karena permintaan Rindou-san. "
Alis Ran menukik ke atas, dia menunggu lanjutan dari gadis itu.
"permintaan apa maksudmu? kau tahu adikku koma. Mana mungkin dia mengenalmu atau jangan-jangan kamu jalang yang memata-matai kami dengan alasan adikku."
[name] sungguh tak terima dikatakan jalang apalagi dituduh mata-mata olehnya, tapi dia hanya bisa menahan emosinya.
"oi.. nii-san kau salah! [Name] beneran mau membantuku saat ini." protes Rindou yang tidak terdengar oleh Ran maupun Sanzu.
[name] yang mendengar mengabaikan Rindou.
"huh.. baiklah! aku akan to the point saja. Adikmu memang koma tapi roh adikmu malah menggangguku terus menerus karena dia meminta bantuanku."
Rindou yang mendengar itu dari mulut [name] tersenyum kecut.
"oh ya? baiklah. Apa buktinya?" Ran bertanya.
"aku memang gak punya bukti, tapi saat ini adikmu si rambut ubur-ubur ada disampingmu. Dia ingin menyampaikan sesuatu padamu tentang salah satu penghianat Bonten. aku juga tak mengerti, aku datang kesini hanya menyampaikan pesannya saja."
"oi.. Rambutku bukan ubur-ubur sialan." protes Rindou pada [name].
Ran mulai menanggapi serius sedangkan Sanzu tertawa terbahak-bahak ketika Rindou disebut rambut ubur-ubur yang tentunya membuat Rindou kesal serasa ingin mencekik Sanzu pada saat itu juga.
Akhirnya Ran pun menyuruhnya masuk yang diikuti sanzu dibelakangnya.
"kau benar-benar gadis unik, jadi kau bisa melihat hantu ya? " tanya Sanzu.
"ya, begitulah. " jawab [name].
Kini [name], Ran, Sanzu dan tak lupa Rindou yang berada disisi [name] sekarang. Ran mempersilahkan [name] duduk sebagai tamu dan menyiapkan minuman berupa jus kalengan. kini mereka duduk berhadap-hadapan.
"jadi? Rindou mengatakan apa padamu?" Tanya Ran sambil membuka minuman kaleng miliknya.
"Rindou san bilang Hanma Shuuji adalah penghianat. Dialah yang membocorkan informasi kalian kepada pihak musuh dan sebagian file-file yang lain Rindou-san selamatkan, dia simpan dilokasi ketika dia melarikan diri dibawah jembatan. dia mengubur file-file itu didekat tong besi yang berada disana." jelas [name].
"kau tidak berbohong kan? jika kau berbohong kau akan mati." kata Sanzu mengancam
Ran tampak mencermati perkataan [name], karena tidak mungkin orang awam seperti nya tahu itu.
"aku tidak bohong, Rindou san yang mengatakannya sendiri disebelahku." kata [name] yang teramat polos.
Sanzu pun menelpon anak buahnya untuk membuktikan perkataan [name]. dia sengaja ditahan oleh Ran dan Sanzu diruang rawat Rindou untuk menunggu hasil dari anak buahnya. [name] sendiri merasa terintimidasi, dia sangat takut sejujurnya. Rindou yang berada disebelahnya melirik [name], dia merasa bersalah dan kasihan juga pada gadis yang membantunya ini.
"kau tidak perlu takut, aku ada disini." bisik Rindou
..........
[05-04-2022]