Tangan Karina bergetar, tiba-tiba rasa gugup itu datang dan membuatnya merasa tak tenang. Wanita itu memberikan surat undangan untuk melakukan rapat antar sekolah. Niatnya tadi ingin membicarakan tentang masalah penggusuran sekolah ini jadi dibatalkan, karena sedari tadi terus ada sepasang mata yang memandangnya dengan sangat lekat.
Bisa-bisa suaminya nanti dipecat karena dia telah membocorkan rahasia perusahaan suaminya itu. Sehingga saat ini, Karina harus mengambil jalan yang baik agar sesuatu yang buruk tak menimpanya.
"Saya harap Anda datang di rapat ini, terimakasih."
"Ya, terimakasih karena telah susah payah mengantarkan surat undangan ini."
"Tidak masalah." Karina sempat melirik ke arah Jhosua yang sedari tadi memperhatikan nya. Pria itu sama sekali tak membuka suaranya sedari tadi, terus melihat ke arahnya seolah dirinya adalah suatu mangsa yang siap untuk dilahap.
Sungguh mengerikan.
"Saya undur diri mau pulang, selamat siang Pak Daniel, Pak Jhosua." Karina menundukkan tubuhnya, lalu setelah itu dia pun buru-buru pergi meninggalkan tempat tersebut.
Dapat dirasakan punggungnya kini terasa panas akibat tatapan bagaikan laser dari seseorang. Karina menyibak rambutnya ke belakang telinga nya, pandangannya terus menuju ke arah lantai. 'Firasat buruk apa yang aku rasakan saat ini?'
Karina menghembuskannya nafasnya dengan kasar. Dia harus membuang perasaan buruknya itu secepat mungkin dan berusaha terlihat tenang saat menghadapi Joy nanti.
Sebuah tarikan yang sangat kuat dirasakan nya pada tangannya. Wanita itu hampir memekik kuat, jika mulutnya tak ditutup oleh sebuah kain, mungkin dia bisa berteriak dengan sangat kencang akibat gerakan refleksnya.
Tubuhnya didorong dengan sangat kuat, hingga bagian punggungnya kini bersentuhan dengan tembok hingga menciptakan rasa perih pada bagian tersebut. Lantas mulutnya mengeluarkan tangisan yang menandakan rasa sakitnya.
Matanya itu menatap pada objek yang ada di depannya. Tubuhnya lantas menegang melihat sosok itu. Bahkan, lidahnya terasa kelu saat ini hanya untuk bergerak mengucapkan kata-kata.
Tangannya yang bergetar itu terangkat, menyentuh dada pria yang ada di depannya itu dan berusaha untuk mendorongnya. Jarak diantara mereka memang benar-benar dekat sekali dan Karina sangat tak menyukai kedekatan ini.
"Menyingkirlah!" Karina menundukkan kepalanya. Dia sama sekali tak dapat menatap mata Jhosua, tubuhnya seperti mendapatkan insting rasa takut itu.
"Niat apa yang kau miliki untuk datang ke sini?" pertanyaan itu ditujukan langsung oleh Jhosua. Kalimat yang penuh akan penekanan dengan suara yang serak terdengar dengan sangat jelas.
Karina merasa terintimidasi. Bahkan, tenaga nya saja seolah terhisap oleh intimidasi itu hanya dalam waktu yang singkat.
"Aku hanya berniat untuk memberikan undangan, tak lebih," Karina berucap dengan suara yang sangat lirih sekali.
Sebuah tangan hinggap di dagunya, berusaha untuk mengangkat dagunya agar bisa menatap lurus ke depan. Kulit Karina terasa meremang kala dia mendapatkan sentuhan dari pria itu. Bahkan, secara pasrah dia pun mulai mengangkat kepalanya, melihat Jhosua kembali dengan perasaan takutnya.
"Kau memiliki niat lain bukan? Katakan dengan jujur padaku!" Jhosua terus menekan ya untuk berkata dengan jujur.
Apakah perasaan takut dalam diri Karina saat ini terlihat dengan jelas? Sampai membuat pria itu sangat mudah memperkirakan bahwa dirinya sedang berbohong saat ini.
"Karina Putri, kau tak akan bisa berbohong padaku. Semuanya sudah terasa jelas, bahwa kau ingin menggagalkan niat suami mu sendiri." Cengkraman yang ada di rahang nya itu perlahan berubah menjadi elusan yang sangat lembut.
Ini jauh lebih menakutkan. Karina semakin merasakan tubuhnya yang meremang. Dia sungguh tak suka saat tubuhnya tak bisa melawan dari Jhosua.
"Katakan saat ini juga!" perintahnya sekali lagi.
"Tidak, aku sama sekali tak memiliki niat buruk---"
Sebuah kecupan yang sangat pelan didapatkan Karina pada bibirnya. Lantas wanita itu melotot kan matanya tak percaya. Kesadarannya masih belum didapatkannya, sampai ketika Jhosua hendak ingin melumat bibirnya, langsung saja Karina mengumpulkan kekuatannya untuk mendorong tubuh kekar pria itu dengan sangat kuat.
Akibat ketidaksiapan Jhosua dalam menerima serangan, pria itu terdorong ke belakang dalam beberapa langkah. Tidak hanya itu saja, dia pun juga menerima serangan lain berupa sebuah tamparan yang terasa sangat panas sekali di pipinya.
Karina memberikan tamparan padanya dengan sangat kuat. Bahkan sampai membuat dia merasakan darah yang keluar dari gusi-gusi nya. Bukan meringis sakit atau membalas rasa sakitnya itu, justru Jhosua tertawa layaknya psikopat yang benar-benar ditakuti oleh siapapun.
"Brengsek." Tak ingin berada di tempat tersebut dalam jangka waktu yang lama, secepatnya Karina memilih untuk meninggalkan tempat itu dengan berlari cukup kencang, agar tak dikejar oleh sosok mengerikan itu.
Senyuman di wajah Jhosua perlahan menghilang. Tangan pria itu terangkat, menyentuh ujung bibirnya yang ternyata mengeluarkan banyak darah juga.
"Psycho," gumam nya.
***
Membuka pintu mobil, Karina langsung memasukkan tubuhnya ke dalam mobil itu. Nafasnya terengah-engah, dia merasa benar-benar lelah karena telah berlari dengan cukup jauh, ditambah dia kini memakai sepatu pantofel yang ada heels nya, sehingga dia yakin sekali akan tercipta sebuah luka pada kakinya itu.
"Ada apa dengan ibu?"
Suara itu tiba-tiba saja muncul. Lantas Karina menengok, melihat keberadaan Joy yang masih memegang bukunya dengan wajah keheranan.
Ya, mungkin saja Joy keheranan dengan dirinya yang saat ini terlihat berantakan.
"Ibu gak papa."
"Terus kenapa Ibu terlihat ketakutan. Terus keringetan juga seperti baru dikejar setan saja."
"Ibu benar-benar gak papa, tadi ibu buru-buru ke sini karena meninggalkanmu di dalam mobil sendirian, oleh karena itu Ibu keringatan. Ditambah keadaan di luar sana sangat panas sekali," jawab Karina.
Wanita itu mulai bergerak menghidupkan mesin mobilnya lalu mengubah gigi dan menjalankan mobilnya. Hanya ada keheningan saja di dalam mobil tersebut. Joy yang memang memiliki sifat pendiam itu, hanya fokus menatap pada buku bacaannya tanpa sama sekali mengajak ibunya berbincang.
Sementara Karina sendiri, masih saja mengingat akan kejadian tadi yang terbilang sangat membekas di dalam pikirannya. Wanita itu benar-benar tak bisa membayangkan bagaimana keadaan tadi. Saat bibirnya ini dicium oleh pria lain. Oh tidak, dia Baru Saja menodai pernikahannya.
Rasa bersalah itu tiba-tiba saja hadir di dalam hatinya kepada suaminya itu. Dia tak akan bisa membayangkan bagaimana kecewa nya Arsen saat tahu kejadian yang menimpanya ini.
Karina tak terlalu yakin jika Arsen akan menyerang bos nya itu. Ya, bagaimanapun juga suaminya akan bertindak seperti budak jika ada bos tersebut dan sungguh, Karina sangat tak suka dengan sifat itu.
'Bagaimana caranya agar aku bisa membuat Arsen pindah kerja? Jika dia masih bersama dengan Jhosua, aku pasti tak akan merasakan ketenangan.'