Bagian 1: Kekuatan dan cinta
Chapter 04 : Reuni Terindah
Keheningan terjadi di gua itu. Mereka semua tampak menunggu jawaban priaa bertopeng.
"Iya, aku dari klan Uzumaki yang masih hidup. Chiyo, usiamu sudah tua, tapi ketajaman matamu masih patut diperhitungkan."
"Aku sudah menduganya."
Hinata mendengar hal itu. "Klan Uzumaki?" gumamnya.
Hinata teringat dengan Naruto. Ia juga bagian dari klan Uzumaki. Apa orang ini saudara jauh Naruto? Hinata termenung. Pria bertopeng memperhatikan Hinata. Ial berinisiatif mendekati Hinata.
"Ekhmm...." Hinata langsung tersadar. Ia menatap ke depan. Pria bertopeng sudah ada di depannya.
"Hinata, apa kau merindukan Naruto?"
"Eh." Hinata bungkam.
Hinata sangat terkejut dengan pertanyaan priaf bertopeng. Tiba-tiba saja bertanya seperti itu. Aapa dia bisa membaca pikiran? Atau memang dia tahu sesuatu mengenai Naruto.
"Hinata, aku bertanya sekali lagi. Apa kau merindukan Naruto?"
Hinata tak salah dengar. Pria bertopeng memang tahu tentang Naruto. Hinata mengangguk. "Iya, aku sangat merindukan Naruto-kun. Apa anda kenal dengan Naruto-kun?"
"Tentu saja. Aku datang ke sini juga gara-gara diutus Naruto. Apa kau ingin bertemu dengan Naruto?"
"Iya, aku sangat ingin bertemu dengan Naruto-kun. Apa kau mengetahui keberadaannya? Apa kau bisa membawaku ke sana?"
"Bisa. Ayo ikut aku. Akan kubawa kau ke Naruto."
Pria bertopeng menyodorkan tangannya. Hinata langsung mengaitkannya tanpa ragu.
"Baiklah, ayo kita pergi."
Sedetik kemudian mereka ditelan cahaya biru. Keduanya benar-benar pergi dari tempat itu.
Sakura termangu. Ia hanya bisa melihat Hinata dibawa pria bertopeng misterius itu. Sakura tak bisa mencegah. Tiba-tiba situasinya jadi seperti ini. Ia tak menduga Hinata akan dibawa pergi.
Hati Sakura mulai gelisah. Meski pria bertopeng sudah menyelamatkan nyawa mereka. Itu bukan berarti pria bertopeng sekutu. Bisa saja Hinata dalam bahaya ketika dibawa oleh pria bertopeng.
"Hinataaaa," teriak Sakura.
Reaksi Sakura sangat terlambat. Hinata sudah benar-benar pergi. Tak ada jejak lagi. Chiyo mendekati Sakura. Ia menepuk pundak Sakura. Sakura menengok.
"Tenangkan dirimu. Permasalahan tidak akan ada jalan keluar jika kepala masih tetap panas."
Sakura menarik napasnya perlahan. Ia mencoba mengendalikan dirinya lagi. Chiyo merasa lega. Ia berbalik dan melangkah pergi menjauh dari Sakura.
"Ayo kita kejar Kakashi. Aku harap Gaara sudah berhasil diselamatkan Kakashi."
"Tunggu, Nenek Chiyo! Bagaimana dengan Hinata. Apa kita akan membiarkan Hinata dibawa kabur pria bertopeng? Kitag harus melakukan sesuatu pada Hinata."
"Sakura, tak ada yang bisa lakukan untuk Hinata. Kita tak akan pernah menemukan Hinata. Mencarinya sekarang sama saja membuang tenaga dan waktu. Lebih baik kita fokus ke Gaara dulu."
"Gak, kita pasti bisa menemukan Hinata. Nenek Chiyo jangan pesimis gitu."
Chiyo menggelengkan kepalanya. "Sakura, aku mengakui sejak awal kedatangan pria bertopeng, diriku sudah mencurigai ada tujuan lain dari pria bertopeng. Entah itu untuk siapa."
"Nenek Chiyo, anda tak memberitahukan kami. Setidaknya kita bisa waspada dengan pria bertopeng."
"Percuma. Tujuannya tetap terlaksananya, walau kita melawan sekalipun. Kita sudah terkuras habis chakranya. Luka-luka kita belum sepenuhnya pulih. Pada dasarnya kita kalah telak dengan pria bertopeng. Dan juga perlawanan kita pasti akan menyinggung pria bertopeng. Bisa saja dia marah dan berniat menahan Hinata selamanya. Itu jauh lebih buruk dari sekarang. Makanya aku hanya diam saja."
Sakura terdiam. Ia mulai tahu situasi sekarang. Mereka tak punya kuasa untuk melawan. Tangan Sakura terkepal. Ia merasa marah pada dirinya sendiri, tak bisa menjaga teman baiknya.
Sakura sangat marah. Ia butuh pelampiasan segera. Sakura melihat tanah di sekitarnya, hanya itu objek pelampiasannya sekarang. Sakura memukul tanah sekitar bertubi-tubi.
"Sakura, jangan bertindak bodoh. Apa kau pikir tindakanmu membuat Hinata kembali. Ayo kita pergi dari sini. Kita harus menyelamatkan Gaara. Urusan Hinata nanti kita pikirkan. Aku pasti akan menyelamatkan Hinata juga.
Sakura merasa tenang. Ia bangkit lagi dan menatap Chiyo. "Baiklah, ayo kita pergi."
Keduanya berlari keluar dari gua itu. Mereka mencari jejak Kakashi yang sedang mengejar Deidara.
Pulau Uchimaki
Puncak pegunungan Reach the Clouds itu sangat tinggi. Fakta itu hanya diketahui segelintir orang. Hanya dua orang, yaitu Arashi dan Naruto. Arashi menetapkan tempat itu sebagai tempat rank S. Kerahasiaannya sangat tinggi, lokasinya tersembunyi, dan tak sembarang orang bisa menjejakkan kaki di sana.
Arashi mempersiapkan tempat itu sebagai tempat evakuasi sewaktu-waktu Uzugakure dibombardir musuh. Keamanan tempat itu sangat terjamin tinggi. Fuin yang dipasang di sana berlapis-lapis dan termasuk peninggalan nenek moyang klan Uzumaki.
Fuin terpasang sulit ditembus. Hanya sosok penguasa sejati Fuinjutsu yang bisa membobolnya. Selain itu, tak ada yang bisa membobolnya. Bahkan serangan sekaliber bijuu tak menggoyahkan pertahanan fuin di sana.
Kini puncak pegunungan Reach the Clouds kedatangan dua tamu. Sistem pertahanan di sana langsung memindai mereka. Mereka terkonfirmasi aman, bukan penyusup.
Hinata muncul kembali di sebuah tempat asing. Ia sangat terkejut dengan tempat yang ia singgah. Lokasinya sangat tinggi. Hinata penasaran dengan sekitarnya, ia menengok-nengok.
Hasilnya Hinata menemukan fakta baru. Ia sangat terkejut dengan tempat yang ia pijak. Itu bukan tanah, melainkan awan. Berarti sekarang ia ada di langit.
Hinata kembali memandang ke bawah. Ia dapat melihat hamparan pegunungan sangat tinggi beserta laut yang sangat luas. Hanya dari ketinggiannya sekarang, pegunungan itu bisa dilihat semuanya.
Hinata terlena dengan keindahan tempat itu. Tanpa sadar ia sudah melepaskan diri dari genggaman pria bertopeng. Hinata sangat terkejut. Ia panik. Kakinya tiba-tiba saja langsung melemah, tak bisa menopang tubuh Hinata lagi. Alhasil Hinata terjatuh.
Hinata berhenti di langit yang kakinya pijak, sepeti ada penghalang yang menopang tubuhnya. Hinata sangat terkejut. Ia pikir akan jatuh dari ketinggian ratusan meter. Ternyata tidak. Ia bingung dengan keadaan sekarang.
Pria bertopeng mengulurkan tangannya. Hinata menerima uluran tangan itu. Ia berdiri dibantu pria bertopeng.
"Shinobi-san. Kenapa aku tak jatuh ke tanah? Malah masih mengambang di awan."
"Itu keistimewaan tempat ini. Tempat ini sudah dipasangi fuin area. Secara otomati bagian langit yang terpasang akan menjadi tanah. Kita takkan pernah jatuh ke pegunungan maupun laut."
"Waah." Hinata sangat terpana.
Hinata baru tahu ada fuin seperti itu. Pasti fuin itu salah satu fuin tingkat tinggi dengan kerahasiaan tingkat tinggi. Inikah kekuatan klan Uzumaki yang ditakuti dunia. Hinata menjadi agak merinding.
Hinata tersadar akan tujuannya datang ke sini. Itu untuk bertemu dengan Naruto. Ia menengok ke sekitar, tak ada orang lain selain mereka berdua. Lalu dimana Naruto?
"Shinobi-san, dimana Naruto-kun? Tidak kelihatan. Kau tadi sudah berjanji akan membawaku menemui Naruto-kun. Dimana dia? Tak ada di sini. Apa kau sedang menipuku?"
"Gak, Hinata-chan. Aku gak bisa menipumu. Aku sudah membawamu ke Naruto. Lihatlah baik-baik! Naruto berad di depanmu sekarang." Pria bertopeng menyingkap topengnya sendiri.
Sosok pria berumur 19 tahun dengan mata biru laut, rambut pirang jabrik tengah berdiri di hadapan Hinata. Sosok pria bertopeng selama ini ialah Naruto. Hinata sangat terkejut, ia tak menyangka sama sekali dengan hal itu.
Hinata terdiam di tempat. Ia tak tau harus apa. Otaknya langsung error. Namun, tubuhnya masih berkerja. Tiba-tiba ia mendekati Naruto. Hinata melemparkan dirinya ke pelukan Naruto.
"Naruto-kun."
Hinata memeluk erat Naruto. Ia takut kehilangan Naruto kembali. Mata Hinata terpejam, ia sangat menikmati memeluk tubuh Naruto. Rasanya sangat nyaman.
'Apakah ini mimpi? Aku akhirnya bisa memeluk Naruto-kun. Ya Tuhan, jika ini mimpi, biarkan tetap seperti ini,' batin Hinata didalam pelukan Naruto.
"Kau sangat merindukanku ya, Hinata-chan? Pelukanmu sangat erat, seperti tidak ingin pisah saja?" tanya Naruto dengan niat menggoda
Hinata tersadar dari lamunannya. Ia merasa malu. Mukanya mulai berubah menjadi merah. Hinata langsung melepaskan pelukannya. Tangannya memainkan kebiasaan lama.
"E-to, a-ku i-tu ti-dak be-nar, Na-ru-to-kun. Ta-di i-tu re-flek sa-ja" ucap Hinata dengan terbata-bata karena sudah sangat malu dan gugup sekali.
Naruto mendekati Hinata.
"Em jadi kau tidak merindukanku. Padahal aku sangat merindukanmu Hina-chan. Kau tahu saat aku latihan, aku selalu memikirkamu. Saat makan, latihan, tidur aku selalu memikirkanmu Hina-chan"
Dig...dug, Dig...dug
Jantung Hinata berdetak sangat cepat. Itu kata-kata yang selalu ditunggunya sejak dulu. Dia selalu mengharapkan kata-kata ini berasal langsung dari mulut Naruto. Menurutnya ini mustahil. Tapi sekarang kata-kata ini benar-benar keluar dari mulut Naruto. Hinata merasa sangat bahagia.
'Apa! Naruto-kun sangat merindukanku. Dia selalu memikirkanku' batin Hinata dengan wajah memerah.
Naruto mulai mendorong Hinata ke belakang. Hinata berjalan ke belakang, sampai tak ada ruang untuk ia melangkah lagi. Hinata menengok ke belakang, hanya ada udara kosong Namun, aneh sekali ia tak bisa berjalan lagi ke belakang.
Perlahan Naruto menghimpit Hinata. Hinata tak bisa berbuat apapun lagi. Ia sudah terpojok kali ini. Lalu Hinata melihat ke depan. Wajah Naruto sangat jelas dilihapt dari dekat. Kesadaran Hinata agak goyah. Ia belum berada di posisi ini sebelumnya.
'Tahan Hinata. Kau tidak boleh pingsan. Aku pasti kuat." Hinata menyemangati dirinya sendiri agar tidak pingsan. Pasti kalau ia pingsan, suasana romantis ini akan rusak.
"Na-ru-to-kun a-pa ya-ng ka-u la-ku-kan? Ke-na-pa ka-u meng-him-pit-ku?"
"Hmm kenapa yah? Mungkin karena aku ingin melihat wajah cantikmu dari dekat," ucap Naruto sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata. Hal itu membuat Hinata semakin gugup dan ingin sekali rasanya dia pingsan.
'Tahan Hinata. Kau tidak boleh pingsan,' batinnya menyemangati dirinya sendiri lagi.