Behram mengatakannya tanpa melihat ke arah si pria tua melainkan ke dalam cawan perunggunya yang masih cukup penuh berisikan sirup mawar. Setelahnya dia menyesap minumannya itu dengan gerakan yang begitu tenang seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Padahal sebenarnya dalam benaknya kemarahannya tiba-tiba saja terpantik saat mendengar kesesatan pria tua tersebut.
Iya, sesat! Bagaimana seseorang bisa memberikan analogi yang tidak memiliki welas asih seperti itu? Mendengar orang tua yang bisa memberikan anaknya kepada orang lain saja terasa tidak benar, sekalipun terpaksa. Apalagi ini sengaja memberikan anaknya hanya agar dirawat oleh seseorang yang berpangkat.
"Akalnya sedang tidak berada di tempat saat dia mengatakannya atau memang dia tidak waras," Behram menggerutu pelan menuntaskan rasa tidak sukanya atas ucapan pria tua tersebut.