Pernikahannya tidak nyata dan karenanya harus dibuat senyata mungkin.
Oh, astaga! Bagaimana Arsia dapat melewatkan detail penting seperti itu? Padahal dibandingkan dengan Salim dialah yang seharusnya paling menyadari hal tersebut, kalau pernikahannya hanyalah sebuah formalitas belaka. Seketika Arsia pun merasa konyol akan dirinya sendiri.
"Kau benar," kata Arsia yang mimik wajahnya tampak tengah memikirkan sesuatu. Lantas dia mengangkat pandangannya dan menemukannya dengan sepasang mata chartreuse milik Salim. "Kalau begitu kita buat seperti katamu saja," putusnya.
Salim mengangguk menyetujui. Kedua maniknya lekat mengunci Arsia. Sejujurnya dia sangat keberatan pun hanya dengan perjanjian informal. Inginnya mereka sama sekali tak menuliskannya. Namun Salim sudah mentok. Hanya itu opsi yang dia miliki.
'Semoga saja kelak kau akan menganggap perjanjian tersebut hanya sebagai angin lalu, Arsiaku', hati Salim berharap.
"Kita tuliskan sekarang?" Arsia meminta.