Salim meminta dengan suaranya yang begitu lembut. Mendengarnya, Arsia merasa luluh. Apalagi ketika pandangannya bertemu dengan pandangan Salim, Arsia dapat merasakan ketulusan dari calon suaminya tersebut. Otot-otot tubuhnya yang menegang pun perlahan rileks kembali. Dia memberanikan dirinya untuk menerima penjelasan dari sang pangeran meskipun tetap masih ada keraguan dalam benaknya.
"Baiklah. Tapi berbicaralah secara jelas. Jangan bertele-tele dan gunakan bahasa yang bisa aku mengerti," Arsia memberikan syarat.
Salim mengangguk dengan sepasang mata chartreuse-nya yang tertuju lurus ke arah manik hitam Arsia. "Baik. Dengan kalimat yang bisa kau mengerti," katanya menyanggupi.
Setelahnya hening merayap di ruangan tersebut. Keduanya saling menunggu satu sama lain tanpa ada apapun yang terucap.
