Chereads / The Last Vampire Descendant / Chapter 1 - Chapter 01

The Last Vampire Descendant

DiamondSky_
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 2.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 01

"1... 2... 3... READY!!!!" teriak seorang Disc Jockey di atas panggung.

Suara dentuman musik mulai mengiringi tamu yang tengah menari liar di atas lantai dansa. Ekspresi kegembiraan begitu terpancar, tampaknya mereka sangat menikmati pesta tanpa memikirkan masalah-masalah yang ada.

Pelepasan beban tentunya dibarengi dengan minuman memabukkan, rasanya tidak sah jika menari tanpa meminum air kemaksiatan. Begitu pula dengan Alora Misha, gadis berambut hitam itu menikmati setiap cairan bening dalam gelas kecilnya.

Pandangannya mulai kabur hanya menyisakan kelap-kelip lampu yang samar. Kesadarannya pun mulai berkurang menandakan bahwa Alora sudah mabuk berat.

"Nona Misha, kau kalah!" ujar pria tampan mendaratkan tubuhnya di kursi sebelah Alora.

Senyuman Alora mengembang saat pria itu mengejeknya. "Ya, aku akui kau pemenangnya."

Bisa disimpulkan Alora membuat tantangan dengan pria tampan itu. Meski Alora mengalami kekalahan, ia masih tetap bahagia, seperti ada kebanggaan tersendiri saat dirinya berhasil bertahan setelah meneguk tujuh gelas minuman beralkohol.

"Sesuai kesepakatan, akan ku habiskan malam ini bersamamu!" pria itu menagih janji yang mereka buat sebelumnya.

"Aku tak menyangka, seorang James menganggap lelucon ku dengan serius," balas Alora tanpa menoleh dan hanya terkekeh pelan.

"Ayolah, jangan mengingkari janji mu, Alora!" tegas James, menautkan kedua alisnya.

Saat Alora hendak menoleh ke arah James, tiba-tiba kesadaranya hilang sepenuhnya. Semua menjadi gelap dan tak bisa mengingat apapun.

Tidak lama setelah gelap menerjang, Alora bermimpi jika dirinya sedang dijamah oleh seorang pria bertubuh kekar, pria itu m enghujam Alora dengan sangat brutal. Dalam mimpinya, Alora juga merasakan getaran hebat saat mencapai puncak kenikmatan, itu terasa sangat nyata.

Masih di malam yang sama.

Gadis itu mulai mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai pulih kembali. Dahinya mengernyit tak kala ia berhadapan dengan sorot lampu yang begitu terang di atasnya.

"Nghh... Silau sekali di sini!" keluh Alora menarik kain tebal yang membalut tubuhnya.

Namun, detik selanjutnya Alora terkejut, matanya membesar saat ia sadar bahwa dirinya berada di dalam sebuah kamar. Kepanikan mulai menyerang kedamaiannya. Alora mulai mengedarkan pandangannya dengan penuh kecemasan.

Pupil matanya mendapati seorang pria tengah membelakanginya, membawa gelas dalam genggaman dan berdiri menatap indahnya hamparan kota.

Keterkejutan Alora tidak sampai di situ saja, jiwanya bak diguncang getaran aneh saat melihat setengah tubuh pria itu ditutupi sepenggal kain handuk yang dililitkan. Spontan Alora pun memeriksa pakaiannya. Dan ternyata...

Lenyap.

Walaupun begitu, ini bukanlah waktu yang tepat untuk menuntut penjelasan pada pria biadab itu.

Sudah waktunya Alora menggunakan kemampuannya melihat masa lalu, ia harus tahu bagaimana dirinya bisa bersama pria asing itu. Meski sudah berusaha sekuatnya untuk melihat masa lalu, tetap saja kemampuannya tidak berpengaruh.

Fyi, Alora memang mempunyai kemampuan yang tak dimiliki manusia pada umumnya, ia diberkahi sebuah kemampuan untuk melihat masa lalu, tapi entah mengapa kemampuan itu tidak bisa digunakan setiap saat. Tepat saat ini juga, Alora tidak bisa menggunakannya dan akhirnya tidak berguna.

"Sialan, di saat genting seperti ini kekuatanku malah menghilang!" kesalnya meremas selimut yang sengaja ia lilitkan untuk menutupi tubuhnya.

Bisa saja Alora langsung memarahi orang yang menidurinya, tapi itu bukan tindakan yang tepat, Alora takut jika pria asing itu balik menyerang lalu membunuhnya.

Tak butuh waktu lama, Alora mendapatkan sebuah gertakan dalam hatinya untuk mendorong pria itu.

Awalnya Alora tidak terlalu yakin, akan tetapi bisikan lain mendorongnya untuk melakukannya.

Perlahan Alora mengendap-endap menghampiri pria asing itu, ia menghapus jarak di antara mereka. Dan tinggal selangkah lagi Alora sampai, ia hanya perlu mendorongnya dengan kencang, sampai pria itu terjun ke bawah.

Tangan Alora mulai diangkat bersiap mendorong, namun...

"Hai, kau sedang apa?"

Tiba-tiba pria itu berbalik kemudian bertanya, wajahnya begitu asing dan Alora tidak mengenalinya. Alora berpikir pria itu tua dan jelek, tetapi semua itu terelakkan saat Alora melihat wajah tampan pria asing itu.

Bagaimanapun rupanya, Alora tetap menaruh dendam. Ia tidak bisa menerima begitu saja jika dirinya dilecehkan.

"Aku akan membunuhmu!" murka Alora hampir berhasil mendorong pria asing itu.

Tetapi, serangan Alora meleset dalam pertahanan pria itu. Sekarang tangan Alora berada dalam cengkraman pria yang menidurinya, ia pun mendecak pelan mengejek kebodohan Alora.

Senyum menawannya berubah menyeringai menakutkan, tapi bukan itu yang membuat Alora ketakutan.

Namun, taring...

Alora ketakutan melihat sepasang taring keluar bersamaan dengan seringainya. Sekuat tenaga, Alora mencoba melepaskan diri dari makhluk mengerikan itu.

Brukk..

Alora berhasil melepaskan diri dan terjatuh ke lantai. Tubuhnya bergetar hebat, wajahnya memucat, dan otaknya tidak bisa menebak bagaimana bisa taring tumbuh sepanjang itu.

"Membunuhku? Sebelum kau membunuhku, akan ku pastikan kau mati terlebih dahulu!" pria itu balik mengancam dengan tawa menyeramkan.

Seluruh matanya berubah menjadi merah pekat, taringnya semakin memanjang, belum lagi rambut pria tersebut berubah putih dalam sekejap.

Alora berharap itu semua sebuah mimpi, akan tetapi kenyataan menamparnya lagi. Pria itu menghampiri Alora secepat kilat, bahkan kilat petir pun kalah oleh kecepatannya.

"MENJAUHLAH KAU MONSTER!" teriak Alora semakin mundur menghindari pria asing itu.

Pria itu tertawa semakin kencang, ia membelai wajah Alora dengan tangan besarnya. Rasa senang menjalar, tak kala melihat wajah ketakutan Alora.

"Sungguh indah!" pria itu memuji wajah Alora yang cantik bercampur keputusasaan.

Matanya yang merah pekat, berubah seperti semula. taringnya yang panjang, perlahan mulai menghilang. Seringainya pun berubah menjadi senyuman tulus menggoda.

"Menyingkirlah!" pekiknya menepis tangan makhluk menyeramkan itu.

"Tenang. Aku tidak akan menyakitimu, Yang Mulia," tutur pria itu menundukkan sedikit kepala sebagai penghormatan.

Alora semakin dibuat bingung, "Apalagi ini? Yang Mulia! Taring! Mata merah! APA INI SEMUA?!" teriaknya frustasi.

Ia benar-benar dibuat gila menghadapi kenyataan, sebenarnya apa yang terjadi, mengapa semua tidak masuk akal? Entahlah, Alora sungguh tidak mengerti.

"Tenanglah Yang Mulia, aku akan menjelaskan padamu, siapa aku dan menjelaskan tujuanku ke kemari!" balas pria kekar itu melembut.

"Tidak perlu, sebaiknya kau keluar dari sini dan tinggalkan aku sendiri!" usirnya dengan tangan yang menunjuk ke arah pintu, mengisyaratkan pria itu harus segera pergi.

Walaupun Alora sudah mengusir pria itu secara tidak hormat, ia masih duduk menunduk di hadapan Alora. Emosi Alora mulai tak terkontrol, ia mencoba menyerang pria misterius itu dengan pukulan-pukulan yang baginya menggelitik.

"Yang Mulia, kumohon tenanglah! Berikan aku waktu untuk menjelaskan," pria itu merapatkan tangannya memohon agar Alora berhenti.

Dan benar saja, Alora berhenti memukulnya kemudian menatap dengan begitu tajam.

"Aku Jack Harold. Utusan Yang Mulia Ratu Farfalla dari Negeri Utopia." tuturnya.