Berselang Min Young pergi, tak lama Said datang dengan terburu.
"Mr.Wil gawat, nyonya Rafida terlibat skandal dengan Min Seok!" ucap Said panik.
"Apa? kenapa mereka bisa bersama?" Mr.Wil bingung.
"Cepat hapus foto-foto di internet itu, jangan sampai tersebar luas. Dimana mereka berada?"
"Di hotel tempat Min Seok dan Min Young menginap."
"Hahh, sebenarnya apa yang sedang wanita itu lakukan disana." Mr.Wil pun langsung bergegas pergi ke hotel yang dimaksud.
***
"Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya Rafida pada Min Seok yang terlihat sangat khawatir.
"Kalian ngapain sih lama banget diluar? Eh-" Firda yang ikut keluar terlihat panik saat melihat Min Seok yang terlihat sangat lemas tak berdaya.
"Oppa, kau tidak apa-apa?" tanya Firda panik.
"Dia kehilangan inhalernya-"
"Aku pergi untuk beli. Tunggulah didalam!" Firda pergi begitu saja tanpa mendengar ucapan Rafida selanjutnya. Tak punya banyak pilihan, Rafida pun membantu Min Seok untuk kembali masuk kedalam kamar.
"Pelan-pelan, tunggu. Eh- aww." Saat hendak masuk kedalam, tubuh keduanya tak bisa masuk bersamaan. Sehingga tubuh Min Seok tak sengaja membuat tangan Rafida kepentok pinggir pintu dan membuatnya kesakitan. Tapi, Rafida tetap melanjutkan membimbing Min Seok hingga duduk di sofa.
"Tanganmu kenapa?" tanya Min Seok terlihat cemas saat Rafida mengelus tangannya yang kesakitan.
"Tidak apa-apa. Aku cuma tak sengaja menabrak pintu saat membawamu masuk. Tunggulah sebentar, Firda pasti akan cepat kembali."
Min Seok tampak merasa bersalah mendengarnya.
"Dalam situasi seperti ini, lebih baik minta bantuan si tua Wil."
"Kenapa tidak minta bantuan managermu saja?"
"Aku lebih suka si tua Wil."
"Kalau begitu aku akan keluar dan menyusul Firda."
"Baiklah. Aku kalah, kau menang. Kau membantuku hari ini, apa yang kau inginkan?"
Rafida tak percaya mendengarnya, "kalau kau merasa berterima kasih, bilang saja terima kasih. Kalau merasa bersalah, maka bilang saja maaf. Memangnya kau tidak mengerti komunikasi sederhana semacam ini?"
"Aku hanya tidak suka berhutang apapun pada orang lain."
"Kau punya delusi yang aneh. Kalau begitu, bisakah Kau berjanji sesuatu?" tanya Rafida.
"Bisa, tapi jangan yang aneh-aneh."
"Tidak kok, jadi begini, ada seorang temanku yang meminta untuk menjaga anjing selama 2 hari. Bisakah Kau membantuku membujuk Mr.Wil?"
"Apapun itu Aku bisa membantu, tapi yang ini tidak bisa." Tolak Min Seok.
"Kenapa?"
"Aku gak bisa karena alergi pada anjing."
"Akuhanya ingin kau membujuknya agar aku bisa merawat anjing itu selama dua hari. Bukan memintamu untuk menjaganya."
Min Seok galau, Ia menatap Rafida yang penuh dengan harap.
"Hahh baiklah, tapi aku tidak jamin dia akan setuju."
"Tidak apa. Jadi, kita deal?" Rafida menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Min Seok pun akhirnya menerima dan membalas jabat tangan Rafida.
"Apa kau mau mendengar sebuag cerita?" tanya Min Seok sesaat keduanya terdiam satu sama lain.
"Cerita apa?"
"Aku dan Wil berteman sejak kecil. Meski usia kami terlampau delapan tahun. Tapi dia teman yang cukup menyenangkan. Ayah nya yang keturunan Korea membuat dia menghabiskan masa kecilnya disana. Kami tetangga, dan sering bermain bersama. Waktu kecil Wil mempunyai seekor anak anjing. Tapi suatu hari saat dia sedang bermain dengan anjingnya, Ayahnya Wil tak suka melihatnya dan langsung membuang anjing itu sambil memberitahu Wil bahwa seorang pebisnis tidak boleh memakai perasaannya. Banyak yang mengira kalau itu karena aku, padahal sebenarnya itu karena Paman Wil. Sejak saat itu, si tua Wil tidak pernah memiliki hewan peliharaan. Atau lebih tepatnya, dia tidak pernah lagi memiliki perasaan pada siapapun. Tentu saja, aku pengecualian karena aku saudaranya." Cerita Min Seok dengan mengenang kebersamaannya bersama Mr.Wil.
"Kau bukan saudaranya kan?"
"Aku teman yang sudah seperti saudaranya. Apa kau tau huh?
"Terus kenapa? Hubungan kami dilindungi oleh hukum. Apa kau punya?"
"Memangnya kau tidak pernah dengar kata-kata ini? Saudara itu seperti tangan dan kaki, sedangkan wanita itu seperti pakaian."
"Kau!"
Tapi perdebatan mereka terhenti saat itu juga berkat kedatangan Mr.Wil yang langsung masuk begitu saja. Posisi Rafida yang sangat dekat dengan Min Seok membuat Mr.Wil memandang tajam tidak suka. Rafida sadar dan langsung berdiri menjauh.
"Mas Wildan, bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Rafida kebingungan. Di belakang Mr.Wil muncul Firda bersama Said yang langsung memberikan inhaler untuk Min Seok.
Mr.Wil berjalan dan langsung menarik Rafida untuk keluar dari sana. Tapi, tiba-tiba saja Said mendorong keduanya untuk kembali masuk kedalam. Sementara Firda sedang membantu Min Seok untuk menggunakan inhalernya.
"Ada reporter dibawah, mereka mencari Min Seok yang baru saja tiba untuk mencari berita," ucap Said memberitahukan situasi mereka yang terkepung.
"Bagaimana ini? Kenapa banyak reporter tiba-tiba?" ucap Rafida tidak menyadari apa yang terjadi. Mr.Wil menatapnya tajam.
"Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Karena siapa coba ini semua terjadi?"
"Memangnya karena aku? Mereka mungkin ingin melihat Min Seok oppa yang sangat terkenal itu." Mr.Wil melotot karena Rafida memanggil Min Seok dengan sebutan 'Oppa'.
"Saya akan mengalihkan mereka Mister." Usul Said.
"Maafkan aku, karena tidak bisa berbuat banyak. Aku masih kurang sehat. Ini semua karena aku terlalu terkenal jadi mereka pasti ingin bertemu denganku," ucap Min Seok percaya diri.
"Sudah tau akan membuat masalah untuk apa datang kesini?" ucap sinis Mr.Wil menatap tidak suka.
"Kau jahat sekali. Aku sedang liburan, apa tidak boleh?"
"Pulanglah bersama Min Young. Jangan buat ulah lagi."
"Sudah-sudah kenapa kalian malah bertengkar. Para reporter itu gimana jadinya huh?" sela Rafida meleraikan pertengkaran keduanya.
"Aku punya ide." Firda mengangkat tangannya tinggi. Ia pun bersuara setelah diam memperhatikan ketiganya.
Sepasang kekasih terlihat turun ke lobby dengan menggunakan topi dan masker yang menutupi wajah keduanya. Mereka berjalan mendekati para reporter itu dan membelah para reporter yang langsung mengejar keduanya, mengira mereka adalah Rafida dan Min Seok.
Setelah lobby sepi, Mr.Wil dan Rafida muncul dan keluar dari hotel dengan terus bergandengan tangan. Mereka berjalan menuju parkiran dan pergi dari sana.
Sementara, Firda dan Said yang sedang menyamar itu juga berlari yang membuat para reporter ituikut berlari hingga Firda yang tak bisa menyeimbangi langkah Said pun terjatuh. Penyamaran mereka pun terbongkar karena topi yang dikenakan Firda terlepas. Said pun berjalan mendekati Firda sembari melepaskan maskernya.
Para reporter kecewa karena mereka salah mengejar orang.
"Siapa mereka?"
"Ah bukan mereka. Aku bahkan tidak pernah melihat wajahnya." Para reporter itupun bubar meninggalkan keduanya.
Firda sedang duduk di halte busway. Said datang dengan membawa obat merah. Ia membelikannya untuk luka pada lutut Firda.
"Apa kau bisa mengobatinya sendiri?"
"Ya aku bisa. Terimakasih. Ah dan terimakasih juga karena sudah mau membantu Rafida. Ku dengar kau dulu tidak menyukai Rafida," ucap Firda dengan tersenyum ramah.
" Tidak perlu, ini memang sudah tugas saya. Saya akan melaksanakan apapun yang diperintah oleh bosnya. Dan saya tidak pernah bilang bahwa saya membenci nyonya Rafida."
Firda geli mendengarnya, "Kau seperti seekor anak anjing yang setia pada tuannya."