Chereads / Swinger of Love / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Bab 3

Satu bulan sudah Aira dan Demas bekerja. Dan selama itu juga keduanya hanya sekedar saling menyapa layaknya pegawai yang lainnya. Awalnya mereka merasa risih, tapi setelah berjalan semua sudah menjadi hal yang biasa.

"Mas, lo dipanggil Pak Murti tuh. Disuruh ke ruangan," ucap salah satu senior. Dengan cepat Demas melirik ke arah depan menatap Aira. Keduanya takut, ada apa manager divisi memanggil Demas. Keduanya takut kalau hubungan mereka terbongkar. Demas mengangguk memberi isyarat pada Aira bahwa dia akan segera ke ruangan dan Aira menjawabnya dengan anggukan dan sedikit tersenyum.

Dengan rasa yang was-was, Demas melangkahkan kakinya menuju ruangan. Bukan hanya demas saja yang merasa sangat khawatir, tapi Aira juga sama. Dia terus menatap punggung kekasihnya sampai Demas masuk ke dalam ruangan.

'Tuhan, semoga tidak ada masalah apa-apa yang mempengaruhi karir kami.' Gumam Aira.

Tok! Tok!

"Masuk!" teriak Pak Murti di balik pintu ruangannya. Demas segera masuk dan langsung berdiri di hadapan manager-nya.

"… silakan duduk, Demas!" titah Pak Murti. Demas mengangguk sambil tertunduk duduk sesuai perintah bosnya.

"Iya Pak, ada apa Bapak memanggil saya?" Tanya Demas dengan suara yang pelan.

"Em … begini, Demas, saya melihat kinerja kamu selama satu bulan ini sangat bagus dan saya mencoba mengajukan kamu ke kantor cabang yang ada di Jakarta, karena mereka membutuhkan marketing. Saat saya mengajukan kamu, kantor cabang langsung acc dan meminta kamu untuk sesegera mungkin ke Jakarta. Maafkan saya tidak meminta pendapat kamu terlebih dahulu, karena ini sangat mendesak." Entah kenapa kabar ini membuat Demas sangat bahagia.

Itu berarti dia tidak perlu menyembunyikan hubungannya lagi dengan Aira, tapi Demas melupakan satu hal, kalau dia akan terpisah jarak dengan kekasihnya.

"Saya siap, Pak!" ucapnya dengan lantang dan tersenyum lebar.

"Kamu yakin? Kalau iya, saya berikan waktu satu minggu untuk membereskan pekerjaan di sini dan berangkat ke Jakarta, karena di sana sangat membutuhkan pegawai seperti kamu."

"Yakin, Pak. Terima kasih, Pak!" Pak Murti tersenyum mengangguk. Demas pun pamit keluar dari ruangan.

Di luar ruangan Aira harap-harap cemas dan terus menatap ke arah ruangan Manager-nya. Dia terus menanti kekasihnya keluar dari pintu. Dan saat keluar seketika Aira berdiri tanpa dia sadari. Untungnya tidak ada yang melihat reaksi dirinya. Karena sudah tanggung berdiri, Aira mengambil ponselnya dan pergi ke toilet. Sampai di toilet, Aira langsung mengirim pesan singkat untuk kekasihnya.

Aira : "Sayang, bagaimana tadi? Apa yang Pak Murti katakan sama kamu?"

Demas : "Yank, kita sudah tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi seperti ini."

Aira : "Maksud kamu apa, Sayang?"

Aira terus menatap ponselnya, tapi demas sama sekali tidak ada tanggapan. Dia semakin khawatir dengan perkataan Demas tadi di whatsapp. Karena dia sudah terlalu lama di toilet, akhirnya dia keluar dan kembali ke meja kerjanya. Saat masuk ke ruangan, Aira melihat sekeliling, tapi sosok yang dia cari sama sekali tidak ada.

"Eh Bang, lihat Demas enggak?" Tanya Aira pada salah satu seniornya.

"Oh Demas, tadi di panggil ke dalam ruangan Pak Murti lagi."

"Oh … gitu. Makasih ya, Bang!" Aira pun berjalan ke meja kerjanya sambil menatap ke arah ruangan Pak Murti.

'Ada apa sebenarnya. Sayang, aku benar-benar merasa khawatir.' Gumam Aira.

Entah kenapa semenjak Demas dipanggil oleh pak Murti, Demas seharian itu tidak ada di meja kerjanya. Sampai chat yang dikirimkan Aira juga tidak sama sekali dibuka olehnya. Dan itu membuat Aira semakin merasa khawatir. Terus menerus dia bertanya-tanya ada apa yang sebenarnya.

Sampai waktu pulang pun Demas masih belum ada kabar juga. Aira terpaksa hanya bisa menunggu kabar dari kekasihnya. Dia pulang dengan rasa penasaran, tanpa ada petunjuk sedikit pun.

Sudah jam 19.00, tapi Demas belum juga ada kabar. Aira terus saja melihat layar ponsel menunggu Demas memberikan kabar untuknya.

Tok! Tok!

"Masuk!" teriak Aira tanpa melihat ke arah pintu. Aira terus menatap layar ponselnya tanpa menyadari orang yang sejak tadi dia tunggu sudah berada di sampingnya.

"Serius amat, lihatin apa sih?"

"Enggak lihat aku lagi lihatin ponsel, pake nanya lagi," jawab Aira yang masih belum menyadari kalau itu adalah Demas. Demas yang berada di belakangnya hanya berbisik tertawa sampai akhirnya Aira menyadari kalau suara yang tadi dengarnya adalah suara kekasihnya. Aira langsung bangun dari tengkurapnya dan menghadap Demas yang masih saja menertawainya.

"Dih … Ayank!! Dari mana aja sih?! Bikin orang khawatir saja tahu enggak!" Aira memasang wajah sedih sekaligus kesal membuat kekasihnya merasa sangat gemas dan mencubit kedua pipi kekasihnya itu.

"Maafin aku, Sayang! Tadi banyak surat-surat yang harus aku urus."

Demas pun mulai menceritakan tentang penugasan dia ke Jakarta dan maksud dari chat dia tadi pada Aira. Tidak sesuai dengan perkiraan Demas, Aira malah mematung tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Itu berhasil membuat Demas merasa binggung dengan reaksi dari sang kekasih.

"Kenapa sih, Yank? Bukannya kamu harusnya seneng kalau kita tidak perlu lagi menyembunyikan tentang hubungan kita?" ucapan Demas polos tanpa dia tahu apa yang akan dialami kalau dia pergi ke Jakarta.

"Sayang, kamu enggak sadar?"

"Maksud kamu apa, Sayang?" Demas semakin binggung dengan apa yang dimaksud oleh Aira.

Sambil meneteskan air matanya, Aira langsung memeluk tubuh kekasihnya. Dan ini membuat Demas semakin tidak mengerti dengan apa yang dipikirkan Aira. Harusnya saat seperti ini Aira senang bukan malah menangis seperti sekarang ini.

"Yank, kamu sebenarnya kenapa? Apa kamu punya masalah di kantor?" Demas masih saja belum mengerti kenapa kekasihnya bisa bersedih.

Aira melepaskan pelukannya dan menatap tajam wajah Demas, "Sayang, apa kamu tidak menyadari, kalau kita akan berpisah?" Perkataan Aira membuat Demas terdiam dan baru menyadari kalau dia harus melakukan hubungan jarak jauh. Jujur sejak tadi dia tidak memikirkan dampak untuk hubungannya apabila dia pergi ke Jakarta.

"Yank, maafin aku! Aku tadi terlalu senang, karena kita tidak perlu lagi menyembunyikan hubungan kita. Aku tidak berpikir jauh kalau kita akan terpisah jarak dan waktu. Sayang, aku harus bagaimana? Aku sudah menandatangani surat kontrak aku ke Jakarta." Demas tertunduk merasa bersalah dengan keputusan yang dia ambil.

Aira menarik Demas untuk masuk ke dalam pelukannya, "Tidak apa-apa, Sayang. Walaupun berat untuk membiarkan kamu pergi, tapi aku harus belajar ikhlas. Toh ini juga untuk masa depan kita." Demas menyambut pelukan Aira dan memeluknya dengan erat.

"Iya Sayang. Kamu harus percaya sama aku." Demas melepaskan pelukannya, menatap wajah cantik Aira. Keduanya saling memandang, Aira tersenyum mengangguk sebagai jawaban atas perkataan Demas tadi.

~Bersambung~

Aku percaya, Tuhan mempunyai rencana yang Indah di luar rencana yang telah direncanakan oleh manusia.

¬Aira