"Lala!" teriak Velo mencari sang kembaran di kamar dengan nuansa alam.
"Lala!" teriak Velo lagi.
"Iya... iya apa si Velo?" sahut Lala keluar dari kamar mandi yang ada di kamarnya tersebut.
"Buruan pake baju, ingatkan hari ini kita mau belanja peralatan sekolah?!"
"Iya Lala inget kok."
"Kalo inget kenapa lambat banget si, sini aku pakein bajunya," ujar Velo gemas melihat pergerakan kembarannya yang begitu lamban membuat dirinya menjadi greget sendiri dan mengambil pakaian sang kakak.
"Apaan si, Lala udah gede! Velo keluar aja sana," usir Lala mendorong tubuh Velo yang sedikit lebih besar darinya.
"Makanya cepetan," dengus Velo kesal menunggu Lala yang begitu lama.
"Iya... iya, Velo cerewet." Belum sempat Velo untuk mengomel kembali, pintu kamar Lala sudah di tutup oleh sang empu pemilik kamar tersebut.
Setelah kejadian Lala yang di perhatikan di toko kue Bibi beberapa hari yang lalu, ia jadi merasa seperti di perhatikan terus-terusan tiap harinya. Namun, ketika Lala mengedarkan pandangannya pria itu tak kunjung ia temukan membuat dirinya menjadi merinding sendiri. Sama halnya seperti sekarang ini, ketika dirinya sedang berganti pakaian, Lala merasa ada orang yang sedang melihat ke arahnya.
"Ga ada siapa-siapa kok," gumam Lala setelah melihat sekelilingnya yang memang hanya ada dirinya saja di kamar ini.
Tiap malam juga Lala tak pernah absen memimpikan sesuatu yang aneh yang ia duga sebagai 'wet dream', namun kali ini ia bisa merasakan aura yang membuatnya merasa sesak di dadanya. Yah, walaupun hingga kini Lala juga belum tahu wajah pria yang ada di mimpinya tersebut.
Sembari mengusap tengkuknya yang merinding, Lala buru-buru keluar dari kamarnya. Di depan kamar terlihat Velo yang sedang bersidekap dada dan mengetuk-ngetuk kakinya.
"Lama bang-" kalimatnya terpotong karena Lala langsung menggandeng tangan Velo membuat laki-laki itu tersentak kaget.
"Bang Ale engga ikut?" tanya Lala memasuki kereta kuda mereka.
"Masih ada urusan sama papah," balas Velo masih terus memperhatikan kembarannya yang nampak agak pucat hari ini. Lala yang merasa di perhatikan pun menoleh, "Apa?"
"Lala hari ini sehatkan?"
"Menurut Velo? Lihat nih udah cantik ka-"
"Oke, jika kamu mulai cerewet berarti sehat."
"Huh, yang cerewet itu kamu. Lala mah orangnya pendiem," sinis Lala tak terima dirinya dikatakan cerewet. Velo tak menanggapi perkataannya, seengganya laki-laki itu cukup lega melihat kembarannya yang memang baik-baik saja tidak seperti dugaannya.
"Pertama kita bergi nyari sepatu," usul Lala ketika kereta kuda mereka tiba di pasar yang terlihat banyak orang yang berlalu-lalang.
"Kita turun aja yuk, kayaknya kalo pake kereta pasti lama," ujar Lala melihat keadaan pasar itu yang memang di rasa jika mereka menaiki kereta akan memakan waktu yang cukup lama, lebih baik mereka berjalan kaki saja.
"Tapi-"
"Kalo naik kereta pasti lama," potong Lala sebelum kembarannya itu protes.
"Baiklah, tapi jangan jauh-jauh dari aku Lala pokoknya," ucap Velo pada akhirnya mengalah menuruti sang kakak yang beda lima menit darinya.
"Iya... iya cerewet."
"Bukannya Paman Sam juga punya toko sepatu ya? Kenapa kita engga ke sana aja?" tawar Lala setelah mengingat jika suami dari Bibi si pemilik toko kue yang mereka beli beberapa hari yang lalu itu memang memiliki toko sepatu.
"Oh iya, ga jauh dari toko kue bibi kan ya?" Lala mengangguk sebagai jawaban, mereka berdua pun bergandengan tangan menuju toko sepatu dengan dua orang pengawal di belakang mereka. Orang-orang yang tak mengenal mereka di sana mulai memperhatikan mereka, wajah yang tidak mirip antara keduanya membuat persepsi bahwa keduanya adalah pasangan kekasih.
"Aduh, Velo kebelet pipis lagi," keluh Velo gelisah.
"Yaudah sana ke toilet, Lala tunggu di sini."
"Jangan kemana-mana."
"Iya Velo, lagian ada paman pengawal juga yang jagain Lala." Velo pun pergi di ikuti salah satu pengawal yang tadi berdiri di belakang mereka dan satunya lagi berada di belakang Lala.
Setelah sang adik pergi ke toilet, Lala mengedarkan pandangannya untuk melihat-lihat sekitar.
"Uwah, apa itu?" seru Lala menyipitkan matanya mendekat ke arah pepohonan yang ada di ujung pasar.
"Nona jangan jauh-jauh," ujar sang pengawal mengingatkan anak dari majikannya.
"Iya paman, lihat itu kasian kucingnya di kejer anjing. Ayo kita tolongin," ajak Lala tak tahan melihat kucing kecil itu sedari tadi di kejar-kejar oleh dua ekor anjing. Kucing tersebut berakhir di atas pohon dengan dua anjing yang menggonggong di bawah.
"Hush-hush sana," usir Lala kepada dua anjing tersebut, perempuan tersebut merasa puas ketika usahanya berhasil melihat kedua anjing itu kabur yang padahal binatang tersebut itu takut dengan pengawal yang berdiri di belakangnya dengan tatapan yang begitu tajam.
"Paman tolong ambilin kucing itu ya, kayaknya dia engga bisa turun deh. Lala tunggu di bangku itu," tunjuk Lala ke arah bangku yang tidak jauh dari pohon tempat kucing berada.
Pengawal itu pun menuruti perintahnya dan mulai memanjat, belum sempat Lala menduduki bangku perhantiannya tercuri oleh seorang pria yang memasuki sebuah toko besi, punggung pria yang terlihat seperti seseorang di mimpinya selama ini membuatnya Lala berlari ke arah pria itu tanpa pikir panjang.
"Kemana ya tadi," gumam Lala melihat sekitar di dalam toko besi, pandangannya terjatuh ke arah pojok kanan dimana terlihat dua orang pria yang sedang mengobrol.
"Permisi," ujar Lala menghentikan obrolan keduanya, bisa Lala lihat salah satu pria itu terkejut dengan kedatangannya di sini. Sama halnya dengan dirinya terkejut melihat wajah pria yang ia yakini ada di dalam mimpinya tersebut. Parasnya begitu rupawan membuat Lala terbungkam tidak bisa berkata-kata, yang bisa ia rasakan hanyalah tarikan lembut pada tangan kanannya.
"Duduk," perintah pria itu setelah membawanya masuk lebih dalam di toko besi ini.
Lala duduk sembari meremas jari-jari tangannya gugup. Pria itu terus memperhatikannya membuat Lala mau tidak mau mengungkapkan maksud tujuannya datang ke sini.
"Maaf sebelumnya, a-apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Lala datang ke sini karena merasa familiar sama kamu maksudnya Tuan er-" tanya Lala hati-hati dan bingung.
"Mike."
"Er iya Tuan Mike."
"Panggil saja Mike."
Lala menatapnya bingung, " Ehem iya M-Mike?"
"Ini pertemuan pertama kita," balas pria yang di panggil Mike itu membuat Lala memberanikan diri mendongak, menatap bola mata berwarna hitam itu yang seolah membiusnya. Serius Lala salah orang? Tapi mengapa pria itu langsung menariknya tadi seolah pria itu tahu bahwa dirinya sedang mencari pria tersebut bukan pria yang satunya?
"Eh Lala kira, k-kamu-" Lala sontak menutup mulutnya reflek, ia tak ingin pria itu mengetahui mimpi aneh yang ia alami.
"Kamu kira aku apa?" tanya Mike memasang wajah penasarannya menunggu kalimat yang tak dilanjutkan itu.
To be continued