Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Semesta Untuk Mahesa

lovey_world
--
chs / week
--
NOT RATINGS
12.4k
Views
Synopsis
Semesta. Nama yang begitu indah. Gadis kuat dengan segala beban di umurnya yang bahkan belum menginjak kepala dua. Pun ia masih bisa berjalan dengan baik walaupun kerikil dan batu besar menghalangi jalannya. Ada kakak laki-laki satu-satunya, Reyhan Diraya. Keduanya sama-sama dididik untuk mandiri tanpa dipaksa. Melalui cemoohan tentang mereka yang tidak beruntung dalam hal keluarga, hancur dan tenggelam. Bunda selalu mengatakan akan ada seseorang yang beruntung jika bersama anak-anak tersayangnya. Entahlah, Ryasa Semesta ragu dengan dirinya untuk Mahesa yang bahkan rela tenggelam lebih dulu tanpa tahu akhir kisahnya. Mahesa tahu gadis mungil itu pantas diperjuangkan. Azka pun tahu. Bukan cinta segitiga dengan segala konflik kotor. Hanya kisah Ryasa Semesta yang harus menguatkan diri, setidaknya untuk bernapas untuk keesokan hari.
VIEW MORE

Chapter 1 - Cinta Pertama Dan Patah Hati Pertama

Semua akan berputar pada waktunya. Bak roda yang selalu berada di atas dan di bawah. Mengikuti hukum alam bahwa roda akan terus seperti itu walaupun sudah ditahan sekuat tenaga. Sama pula dengan napa yang terjadi di kehidupan nyata. Bukan kisah fiksi yang dibuat para penulis yang kebanyakan berakhir bahagia ataupun menulis kisah dengan penuh canda tawa. Ada pula yang membuat kisahnya menjadi kisah paling menyedihkan yang pernah ada. Kisah tentang kehidupan yang kelam dan hubungan yang terlarang. Mereka yang dianggap cocok menjadi tokoh visual kisah kelam kerap kali berhubungan dengan sutradara pula karena kisah yang dituliskan sudah memenuhi standar untuk difilmkan. Dianggap akan ramai penonton.

Kisah kelam dengan akhir menyedihkan lebih banyak peminatnya akhir – akhir ini seakan banyak orang butuh untuk menyakiti diri sendiri. Tekanan hidup, cemoohan orang sekitar, pekerjaan yang menumpuk, dan galaknya cuaca membuat pikiran banyak orang berkecamuk geram. Kesal dan benci kepada diri sendiri kalau belum bisa mencapai tujuannya, padahal itu wajar. Terjadi ke semua orang yang sedang berusaha menapaki dunia kedewasaan. Berharap tidak kecewa karena takut dewasa, tapi kecewa sudah seperti makanan sehari – hari. Tidak ada yang menyenangkan seperti yang para anak kecil bayangkan. Menjadi besar dan kaya raya. Nyatanya bekerja adalah kegiatan pokok hampir setiap orang.

Semesta Ryasa. Gadis bersurai hitam dengan sedikit warna pirang di bagian dalam rambut panjangnya. Pandai memadukan pakaian dan suka sesuatu yang mewah. Sadar diri suka sesuatu yang mewah dan mahal, maka dia bekerja sejak umurnya masih kepala satu. Teman – temannya masih menghabiskan harta orang tua saat Ryasa sudah membuat banyak kopi dengan berbagai seni di atasnya. Barista muda yang disenangi banyak orang. Manis dan cantik. Tidak terlalu tinggi karena masih butuh kursi tambahan jika mengambil serbuk kopi di rak paling atas.

Menjadi barista memang tidak seberapa. Belum bisa menghidupi barang – barang bermerk yang ia miliki, maka gadis itu melompat. Berusaha sendiri bagaimanapun harus bisa mendapat pekerjaan dengan bayaran lebih tinggi. Nekat melamar pekerjaan di beberapa perusahaan dengan ijazah SMA miliknya, tapi tidak ada yang memanggilnya kembali. Gelar memang selalu memberikan jalan tersendiri untuk kesuksesan.

Bangunan unik dan hiasan cantik menjadi rumahnya sejak berumur lima belas tahun. Tinggal di café tempatnya bekerja hingga sekarang ia memiliki café nya sendiri. Mendapatkan modal dari peninggalan ayahnya yang sama sekali tidak sudi ia sebut ayah. Ia datang tiba – tiba dan memberikan kalung emas untuk Ryasa. Cukup untuk modal dua café. Awalnya ia tolak mentah – mentah, tapi ibunya memberikannya kepada Ryasa beberapa hari setelahnya. Setidaknya ia harus menghargai ayahnya dan menganggapnya ada. Entah harus menganggapnya ada atau tidak karena Ryasa sendiri membenci ayahnya teramat dalam.

Ibu Ryasa bekerja di suatu perusahaan. Wajahnya terlihat masih muda dengan balutan pakaian yang sama bermerknya. Independent Women yang diidamkan banyak orang. Bagi Ryasa sendiri ia setuju kalau menjadi wanita harus bisa berdiri di kakinya sendiri. Tidak bergantung pada laki – laki yang dielu – elukan akan hartanya. Wanita bisa melakukan apapun yang ia inginkan. Cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya, tapi patah hati pertamanya juga pada ayahnya. Berselingkuh dengan wanita murahan yang jelas bukan apa – apa dibandingkan ibu Ryasa sendiri. Laki – laki yang tidak merasa memiliki power pada satu wanita pasti mencari wanita yang membuatnya memiliki power yang begitu hebat. Omong kosong dunia adalah cinta seumur hidup. Tingkat perceraian dan kekerasan rumah tangga bahkan sudah semakin tinggi saja. Apanya cinta?

"Kenapa melamun, Kak?"

Seorang gadis berdiri di samping Ryasa. Salah satu barista yang juga bekerja padanya. Teman dekatnya sejak SMA. Gadis bersurai hitam pendek dengan balutan kemeja dengan motif bunga – bunga kecil.

"Sudah makan? Kak Reyhan bilang kalau Kak Ryasa lupa sarapan."

Ryasa menoleh ke samping. Kapan Reyhan datang?

"Aku sudah makan roti saat baru datang. Kau sendiri sudah makan? Tumben pulang lebih cepat?"

Kalandra Senja. Gadis SMA yang tidak sengaja bertemu dengan Ryasa saat ia pulang terlambat di hari senin. Ryasa selalu menganggap hari senin adalah hari paling tidak menyenangkan nasional. Pelajaran Pancasila dan matematika selalu mewarnai hari senin. Ia pulang terlambat karena baru saja dihukum karena mengobrol bersama temannya di kelas. Jadilah ia diberikan sepuluh soal matematika yang sayangnya butuh waktu lama untuk dikerjakan.

Kala baru saja pulang dari sekolahnya. Pulang dari warung tempatnya mengobrol bersama teman dan tidak sengaja bertemu dengan Ryasa yang sedang duduk menunggu angkutan umum. Memulai obrolan dengan santai tentang bebek yang baru saja melewati jalan raya. Dari situlah keduanya dekat. Kala tahu Ryasa bekerja di suatu café, maka ia menyempatkan diri datang ke café tersebut.

"Guru bahasa Indonesia sedang hamil, jadi dibolehkan pulang cepat. Sepertinya ingin melahirkan," ucap Kala santai. Ia sedang membereskan tempat sendok yang berada tepat di samping Ryasa.

"Sudah makan? Aku sudah bertanya tadi, Kal."

Kala terkekeh. Ia lupa menjawab, padahal jawabannya sudah terlewat di otaknya.

"Belum. Aku baru akan makan. Boleh aku makan dulu, Kak?"

"Tentu saja. Barista lain akan melayani costumer. Makanlah dulu."

Kala beranjak dari tempatnya berdiri. Gadis itu mengibas rambutnya sebelum pergi yang malah membuat Ryasa terkekeh pelan. Teman yang sudah dianggap seperti adik itu – walaupun sebenarnya Ryasa amat membenci anak kecil – memang kerap kali menjahili Ryasa. Dengan itu keduanya menjadi semakin dekat dan sering mengobrol bersama.

***

"Aku tidak memiliki ayah," ucap Ryasa dengan lancar. Santai sekali, padahal yang berdiri di depannya adalah wanita yang dikejar ayahnya. Wanita murahan yang haus harta, sayangnya ibu Ryasa jauh lebih mendominasi dalam segala hal dibanding ayahnya. Kehidupannya ditanggung penuh oleh ibu yang sampai saat ini masih sangat dicintai anak – anaknya.

"Kenapa kau mengatakan tidak memiliki ayah?"

Ingatkan Ryasa untuk tidak melempar tas laptop yang sedang ia pegang. Ia baru saja keluar dari gedung kampus dan dicegat tepat di dekat motornya. Entah mendapat keberanian darimana wanita ini. Ryasa juga tidak habis pikir kenapa dia masih berani menampakkan wajahnya ke hadapan Ryasa yang jelas – jelas membenci semua tentang ayahnya. Ayah terburuk yang pernah ada, serius.

"Setidaknya ia masih ayahmu."

"Jangan buang – buang waktumu untukku. Aku akan membenci kalian sampai mati, tenang saja. Aku harus bekerja untuk membeli tas bermerk. Selamat tinggal."

Ryasa langsung menaruh tas di motornya dan menaikinya. Mengandarai motornya keluar dari parkiran dan meninggalkan wanita tersebut sendirian. Tidak tahu malu sekali ia masih berani bertemu dengan Ryasa. Tidak tahu saja kalau Ryasa geram bukan main dan ingin sekali melemparnya dengan pot bunga. Wanita itu belum tahu apa maksudnya saat menemuinya. Kepalang benci dan ingin pergi. Ryasa benar – benar membenci ayahnya. Bukan ayah. Laki – laki tua itu, Ryasa sangat membencinya.