"Dege!" ucap Su Ling Hua dengan senang, dan kegirangan. Dia pun tak membuang waktu, berjalan cepat nya menuju Hwang Xi Han.
Raut wajah Su Ling Hua yang pada awalnya marah, dan ingin murka terhadap Hwang Xi Han, Sekarang menjadi manis dan manja. Sikapnya ini berubah 190 Derajat berbeda dengan yang tadi. Wajah ayunya berseri kembali.
"Dage!" katanya. Gembiranya dia saat melihat Hwang Xi Han ketika cadar hitam itu telah terbuka.
"Mengapa kakak pertama menyamar seperti itu? Aku hampir saja mencurigai kakak pertama sebagai pencuri kitab perguruan!" merengut wajahnya saat memandang kedua mata Hwang Xi Han.
Hwang Xi Han berbalik memandang adik seperguruannya yang yang selalu berlaga lucu itu. Su Ling Hua terlihat manja ketika berada di sisi Hwang Xi Han seperti yang terlihat sekarang. Su Ling Hua meletakkan kedua tangan nya di bidang dada milik Hwang Xi Han. Dan bermanja-manja dia seperti seekor kucing kampung.
"Dasar payah!" ketuk nya di kepala Su Ling Hua. Hwang Xi Han sedikit memukul dahi Su Ling Hua, lalu diacak-acakan nya surai panjang Su Ling Hua, dan berbentuk gelombang ombak kecil di situ.
"Mengapa kau tidak tahu bahwa aku sedang menyamar? Bukankah kau sudah mengenali jurusku dengan baik, tetapi kenapa kau tetap saja kau tidak menyadarinya?" tutur dia dengan bernada kesal. Dia marah karena Su Ling Hua yang tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu tadi? Entahlah. Yang jelas setelah pertaruangan ini ternyata Su Ling Hua belum bisa bersikap dewasa.
Pertanyaan kesal yang terlontar dari bibir Hwang Xi Han kepada gadis bermarga Su itu. Dia tidak menyangka bahwa adik seperguruannya yang selama puluhan tahun selalu berlatih bersama-sama, tidak mengenali setiap juruanya.
Apa itu sulit untuk satu kali perkenalan? Bukankah sudah puluhan tahun kita selalu bersama-sama? Apa dengan serangan dadakan bisa membuat orang Amnesia dengan cepat?
Wajah Hwang Xi Han cukup kecewa dengan ketidak tahuan Su Ling Hua saat tadi, "Kapan kau akan belajar untuk menjadi pendekar dewasa? Jika dengan begitu saja kau tidak bisa mengenaliku?" kesal yang teramat begitu dalam. Jika ini orang lain, mungkin bisa dimaklumi. Namun, dia adalah Su Ling Hua, adik seperguruan yang disayang nya.
"Sudah ku katakan! Jika paman guru menyuruhmu untuk mendengarkan, maka dengarkan dan perhatikan setiap perkataan nya!"
".... Bukan sebaliknya, selalu pergi saat paman guru sedang mengajar!" kesal kian menderu. Emosinya berada di ujung ubun-ubun. Ingin meletup, tetapi takut berlebihan. Ditahan pun, membuat jengkel. Tak ada yang bisa diperbuatnya kecuali menasihati.
"Entah itu, pura-pura sakit. Ingin pergi ke kamar kecil. Dan masih banyak lagi alasanmu untuk tidak menghadiri pelajaran paman guru Xiang!" tuntas nya dengan bernada tinggi.
Marahnya Hwang Xi Han terhadap Su Ling Hua, yang selalu melewatkan pelajaran dari guru Xiang. Membolos seperti anak kecil, sedangkan dirinya sudah berusia 20 tahun. Apa pantas diusinya sekarang, sering membolos? Tidak bukan. Alasan dia memarahi tentu saja jelas, itu demi mendidik Su Ling Hua.
Lalu, yang diberi nasihat hanya bisa tertunduk ke bawah sembari menandang tanah yang berwarna coklat itu. Telinga nya mendengarkan nasihat yang selalu sama. Tidak pernah berubah, tetapi selalu membuat rindu jika tidak ada.
Setiap hari Hwang Xi Han selalu mamerahi Su Ling Hua dengan nasihat yang serupa. Hingga gadis belia bermarga Su ini sudah hafal apa yang akan dikatakan oleh Hwang Xi Han tersebut.
"Maaf kan aku... Dage!" merengut dia ditekuk wajahnya agar Hwang Xi Han berhenti memarahinya. Dirinya menyadari akan arti perkataan Hwang Xi Han yang selalu sama, mungkin itu adalah kesalahannya.
Amarah dari kakak pertama adalah hal yang sangat baik, kakak pertama hanya ingin dirinya bisa menjadi murid yang pintar. Jadi sudah sewajarnya jika seorang kakak menegur adiknya demi kebaikan Su Ling Hua itu sendiri.
Sambil kedua tangan menarik kedua telinga nya, dan memasang wajah memelas. Su Ling Hua berkata,
"Aku memang salah...
"Aku memang bodoh...
"Aku memang payah..." tutur cepat nya yang teramat menyalahkan dirinya sendiri.
"Aku memang pantas untuk dimarahi. Setiap saat Dage selalu memarahiku, itu karena Dage ingin aku menjadi seorang pendekar yang hebat, tetapi aku selalu membuat Dage kecewa," lanjutnya.
"Aku selalu membolos setiap kali Guru Xiang mengajar. Aku selalu bersembunyi di perpustakaan setiap kali Guru Jia masuk kelas. Aku tidak pernah masuk kelas, dalam satu pekan aku masuk kelas hanya dua kali, itu pun ketika Ketua dan Dage saja yang menjadi Guru nya."
"Jadi aku pantas untuk dimarahi seperti ini." Su Ling Hua terus menyalahkan dirinya dihadapan Hwang Xi Han. Kata-katanya telah membuat Hwang Xi Han iba kepada nya.
"Sudah-sudah! Selalu saja seperti ini," tutur dia terdengar pasrah. Pada awalnya Hwang Xi Wang memang kesal pada adik seperguruannya yang selalu manja. Namun, Hwang Xi Han tidak akan bisa memarahi Su Ling Hua ketika, adik Seperguruannya memelas seperti dan memohon seperti anak kecil.
Hwang Xi Han selalu lemah jika Su Ling Hua menyalahkan dirinya sendiri. Mereka itu sudah sangat dekat sejak masa kanak-kanak. Dua murid yang sama-sama yatim piatu. Tidak pernah merasakan kasih sayang dari kedua orang tua.
Sama-sama hidup sendiri, lalu menjadikan mereka untuk hidup mandiri, dan saling melengkapi satu sama lain. Bagaikan perangko yang selalu menempel pada surat.
"Lagi pula mengapa Dage menyamar seperti tadi, dan ditambah Dage terlihat seperti seseorang yang akan pencuri ditengah malam saja!" kata Su Ling Hua, kembali.
"Jadi wajar saja jika aku tidak menyadari bahwa yang sedang ku lawan tadi adalah Dage," lanjut dia lagi, dikerutkan dahinya hingga panjang. Su Ling Hua terlihat lesu saat dipojokkan oleh Hwang Xi Han seperti yang baru saja terjadi ini.
"Sudahlah. Aku memang selalu kalah jika berdebat dengan mu," balas Hwang Xi Han.
"Sebaiknya kau pergi tidur! Ini sudah larut malam," lanjut Hwang Xi Han lebih tegas yang meminta kepada Su Ling Hua untuk segera pergi tidur agar besok tidak bangun kesiangan.
Su Ling Hua menyimak perintahnya. Dia tahu ini sudah larut malam, jadi wajar jika Hwang Xi Han memintanya untuk segera pergi tidur.
"Kau harus banyak istirahat, karena sepertinya tenaga dalammu itu sudah mulai melemah!" cemas Hwang Xi Han.
"Aku merasa kau harus banyak lagi melatih fisikmu, agar tenaga dalammu tidak mudah terkuras seperti tadi!" tuntas Hwang Xi Han.
"Baik Dage! Akan aku ingat kata-katamu ini dengan baik!" sambung Su Ling Hua.
"Aku akan banyak beristrirahat dan berlatih dengan giat lagi setelah ini," janjinya kepada Hwang Xi Han. Su Ling Hua berkata dengan sungguh-sungguh di hadapan kakak seperguruannya.
Dia tidak ingin lagi Hwang Xi Han kecewa dengan dirinya. Karena bagi Su Ling Hua. Hwang Xi Han adalah segalanya bagi hidupnya.
Ini adalah hal biasa yang terjadi dan harus didengar oleh Hwang Xi Han. Pertama Su Ling Hua akan memelas kepada dirinya. Lalu setelah itu dia membuat janji, dan pada akhirnya Hwang Xi Han merasa iba.
Laki-laki ini memang adalah kakak seperguruannya. Namun, bukan hanya sekedar kakak seperguruannya, tapi Su Ling Hua telah menganggap Hwang Xi Han sebagai sosok ayah yang selama ini dirinya tidak pernah rasakan.
"Sudahlah tidak usah berjanji seperti itu. Setiap hari aku selalu mendengar janji-janjimu itu!" kata Hwang Xi Han kembali.
"Lebih baik kau segera pergi tidur! Maka dengan itu aku akan merasa tenang." selesai Hwang Xi Han.
Sudah berbincang-bincang. Su Ling Hua mengikuti Apa yang diinginkan Hwang Xi Han. Sebelum dia pergi. Su Ling Hua memutuskan untuk mendekatkan tubuhnya kepada Hwang Xi Han.
Lalu tanpa disadari oleh Hwang Xi Han, ternyata Su Ling Hua melakukan hal yang tidak pernah dipikirkan Hwang Xi Han itu sendiri.
Dicium pipi kanan Hwang Xi Han. Bibir manis tebal merona Su Ling Hua mencium hangat pipi kanan pria yang sebaya dan seusianya. Tanpa rasa malu Su Ling Hua menciumnya di bawah langit malam ini.
Wajah Hwang Xi Han memerah tersipu malu. Kedua matanya membukat besar ketika dirinya tahu Su Ling Hua mencium pipi kanan nya.
Disentuhnya pipi kanan yang baru saja dicium mesrah oleh Su Ling Hua. Setelah menciumnya gadis muda ini langsung pergi dari sana. Pergi menuju kamarnya kembali.
Dia meninggalkan tempat itu dan membiarkan Hwang Xi Han berdiri sendiri di lapangan yang luas tersebut.
Diam saja dan masih nampak Syok. Ini adalah ciuman pertama dari seorang wanita kepada Hwang Xi Han. Dia bingung harus melakukan apa dan, dia tidak bisa mengexpresikan perasaannya saat ini.
Mungkin benar yang dikatakan orang. Ciuman pertama dari seorang wanita kepada laki-laki. Maka akan membuat laki-laki tersebut lemah.