Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

无名

arayan_xander
--
chs / week
--
NOT RATINGS
12.7k
Views
Synopsis
Xiao Han harus kehilangan seluruh kekuatannya, dikarenakan Jing Sheng, memutus aliran Qi pada Xiao Han, dan dengan tega membuang mayatnya ke jurang. Namun, Xiao Han memiliki takdir langit. Dirinya berhasil selamat dari maut, setelah tubuhnya tersangkut di dahan pohon selama beberapa hari. Sampai akhirnya seorang pendekar sakti menyelamatkan nyawanya. Xiao Han berlatih dengan giat, meningkatkan kultivasi-nya bersama guru barunya, yaitu Lao Xing. Sementara itu, Jing Sheng diangkat menjadi murid utama Sekte Teratai Putih, sekaligus pewaris Sekte selanjutnya. Lima tahun telah berlalu, Xiao Han kembali ke Sekte Teratai Putih dan berniat mengambil alih hak yang seharusnya dia miliki. Pedang Bulan Biru, menjadi benda pusaka yang dicari seluruh dunia persilatan. Xiao Han pemilik pedang tersebut. Guru Lao Xing lah yang telah memberikannya. Lalu, bagaimana kisah lengkap Xiao Han?
VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 8 (Siapa itu?)

"Ternyata sudah puluhan tahun berlalu, tetapi semuanya masih tetap sama. Semuanya masih seperti pertama kali aku datang ke tempat ini."

"Angin malam yang selalu aku rindukan. Suara hewan malam yang bergemecik membuatku selalu betah untuk berlama-lama di sini."

Dia bertutur sambil memandangi langit gelap. Su Ling Hua bersandar pada dinding jendela kamarnya, dan menatap penuh makna pada Bulat Sabit yang ada di atas sana.

Su Ling Hua masih belum ingin tidur. Engan terpejam dia. Kedua mata indah pemberian Sang Pencipta ini, masih terasa segar walau tubuhya sudah terasa lelah akibat berlatih satu hari penuh.

"Sudah tengah malam, sebaiknya aku pergi tidur. Besok aku harus pergi latihan dengan Dage." Su Ling Hua berseru dari sana seraya ingin beranjak pergi dari hadapan jendela tersebut.

Namun, sebelum dia hendak tidur dan meninggalkan jendela kamarnya. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan sesuatu yang sedang berlari cepat di atas atap salah satu kamar yang ada di sana.

Tuk! Tuk! berlari cepat tanpa hambatan di atas atap, seperti angin orang itu dengan mudah berjalan di puing-puing atap. Apa tidak takut jatuh orang itu berlari di atas atap? Apa tidak ada jalan lain? Kenapa harus genting kamar orang yang menjadi batu pijakan?

Bukankah jalan di Wu Dang sangat luas? Haruskan ini jalan satu-satunya untuk belajar terbang? Mungkin enak berlari di atas rumah, dari pada berlari di atas permukaan tanah yang datar.

Su Ling Hua melihat sosok aneh bertubuh manusia yang berpakaian hitam dan cenderung longgar. Terlihat orang itu berlari sambil memegang sesuatu di tangan kanannya. Sepertinya Su Ling Hua mengenali itu? Yang ada ditangan kanannya, sangat tidak asing dan pamiliar di mata Su Ling Hua.

Benarkah yang dilihatnya? Nampak seperti sebuah kitab yang ketebalannya cukup tipis. Ukurannya pun sedang dan pas saat digenggam.

"Siapa itu? Kau pasti penyusup! Jangan lari kau!" teriak Su Ling Hua dari balik jendela kamarnya.

Kali ini Su Ling Hua menaruh curiga dan was-was kepada sosok misterius yang ada di atas sana. Karena tidak mungkin dia mencurigai seseorang tanpa ada sebab. Dia tidak ingin sesuatu terjadi pada perguruan ini. Su Ling Hua pun memberanikan diri untuk mengejar sosok misterius yang mungkin saja ingin membawa lari kitab perguruan itu.

Hub!

Dia meloncat saja seperti seekor bajing lompat. Langsung tanpa basa basi, melompat dari dalam kamarnya. Tidak perduli ini sudah larut malam, yang ada dipikirannya sekarang adalah mengambil kembali kitab yang sudah dicuri. Dia segera melayang ringan di udara untuk mengejar sosok misterius berpakai hitam ditengah malam.

Tek! Tek! Ling Hua berlari tanpa hambatan di atas atap seperti orang yang berlari di depan sana.

Dia pergi mengikuti kemana sosok misterius yang membawa pergi kitab perguruannya. Lajunya sangat cepat, tanpa rasa takut Su Ling Hua pun melangkah saja di atas sana.

Seperti yang dikatakan banyak orang. Dia pendekar hebat. Jadi untuk mengejar satu pengacau saja, itu sangat lah mudah baginya. Untuk apa dia takut. Lagi pula ini adalah rumahnya. Tempat bermainnya. Seluk beluknya dia sangat tahu. Jadi mau kemana pencuri itu pergi? Sejauh apa dia pergi meninggalkan Wu Dang. Pastinya akan tertangkap juga oleh Su Ling Hua.

***

Sampai lah di ujung perbatasan menuju gerbang utama perguruan. Jika sosok berpakaian hitam ini terus berlanjut meloncati gerbang utama, maka dia akan lolos dari kejaran Su Ling Hua, dan berhasil membawa sebuah kitab pusaka yang dicurinya tadi.

Namun, Sosok hitam yang memakai kain hitam diwajahnya, menoleh dan melihat-lihat ke sekitar perguruan. Dia menghentikan niatnya untuk kabur dari Wu Dang dan bertengger senenak di sana. Hanya dengan satu kaki. Di berdiri di atas sebuah tugu berlambangkan Elang yang menjadi kebanggaan Wu Dang.

Dia tahu bahwa sejak tadi dirinya dikejar-kejar oleh murid Wu Dang, tetapi mengapa sampai sekarang yang mengejar dirinya tidak kunjung datang?

Kemana Su Ling Hua tadi? Bukankah tadi dia sangat bersemangat untuk mengejar sosok yang bercadar hitam ini?

***

"Yaaa!" teriakan keras terdengar.

Dari udara, dengan latar belakang bulan sabit. Serangan cepat menyambar seperti kilat. Su Ling Hua berteriak. Dia yang menggenggam sebuah pedang pun mengayunkannya dengan cepat kearah sosok misterius yang mencuri kitab perguruannya.

"Cling! " beradu kedua pedang. Memblok satu sama lain. Kedua mata pisau pedang saling bertabrakan, dan sama-sama menahan serangan.

Ternyata makhluk bercadar hitamnya sudah tahu bahwa Su Ling Hua akan datang, dan membuat serangan mendadak dari udara.

Kedua orang yang sama-sama seorang pendekar hebat digenerasi ini saling menatap satu sama lain. Tatapan itu sangat serius dan banyak menyiratkan arti. Bahwa mereka saling menaruh dendam satu sama lain.

Dengan kedua pedang mereka yang beradu satu dengan yang lain, lalu membuat pertahanan kokoh beserta dengan jurus masing-masing. Mereka tidak ingin saling mengalah, dan ingin menunjukan kekuatan terhebat mereka.

"Siapa kau?"

"Kitab apa yang ada ditanganmu itu? Apa kau mencurinya dari perpustakan Wu Dang?" tanya ketusnya sambil berteriak keras.

Het! bergeser kedua pedang yang sedang beradu dan menahan ini kearah bawah. Bergerak keposisi lain. Pertahan kuat. Lawan yang dihadapi sungguh bernyali. Membuat Su Ling Hua cukup bersemangat dibuatnya. Setidaknya ada lawan yang sepadan dengan nya.

Ling Hua mengikuti setiap gerakan dan perlawanan dari pencuri yang ada dihadapannya. Lalu, sebaliknya. Sosok hitam yang belum diketahui namanya. Ikut memberi perlawanan. Tidak mau kalah dari seorang gadis. Masa, dengan seorang gadis saja dia kalah. Malu dengan kumis.

Tatapan panas Ling Hua tidak ingin lepas dari sorot mata berwarna hijau yang tersamar dari balik cadar. Su Ling Hua tidak mau jika kalau pencuri kitab ini lolos dari dirinya.

Maka dari itu Su Ling Hua sangat menjaga ketat setiap pergerakan dari sosok misterius yang memiliki postur tutuh gagah dan berlengan tangan yang kuat.

"Ini adalah milikku. Kitab sakti ini milik perguruanku! Aku akan membawanya kembali pada perguruanku!" jawab ketusnya yang bersuara kan besar.

Kata-katanya terpatah karena cadar hitam yang yang menutupi mulutnya. Suara lembut terdengar dari balik cadar hitam transparan terasa tidak asing di telinga Su Ling Hua.

Sesungguhnya wajahnya terlihat samar-samar, tetapi Ling Hua tidak melihat dengan jelas wajah yang tersembunyi dari balik cadar hitam. Namun, mungkin ini cukup aneh. Kenapa suara yang terdengar tidak asing di telinga? Apa mungkin dia mengenalinya?

Su Ling Hua mungkin tidak mengenal sosok ini, tetapi sosok yang menutupi wajahnya dengan sehelai kain hitam tahu siapa Su Ling Hua.

"Jangan coba-coba kau mengakuinya..." ketidak sukaan Su Ling Hua, dengan pengakuan tersebut, dan untuk menggambarkan kemarahannya pula.

"Kau tidak berhak memiliki kitab ini. Kitab ini milik perguruan Wu Dang, dan bukan milik perguruan siapapun!" lanjut tegas Ling Hua.

Tiba-tiba raut wajahnya berubah lagi. Sebelumnya Su Ling Hua sudah terlihat marah, tapi sekarang dia semakin marah dan cenderung kelabu.

Ssst! melepaskan kedua pedang. Su Ling Hua memiliki sepasang pedang yang hebat, Su Ling Hua pun dijuluki Pendekar Elang, karena berhasil memiliki dua pedang pusaka Wu Dang.

Keduanya sudah saling terpisah. Ling Hua mundur beberapa langkah kebelakang, dan begitu pula dengan pencuri kitab yang juga melangkah mundur kebelakang.

Apa yang akan dilakukan selanjutnya? Mungkin kah akan terjadi pertarungan?

***

Mata indah yang berwarna hitam berubah menjadi merah menyala, menyorot tajam kepada pencuri kitab yang memakai cadar. Ling Hua sudah sangat geram, dia tidak ingin berlama-lama memberi kesempatan kepada orang itu untuk bernapas lebih lama lagi.

"Serahkan kitab itu kepadaku! Kau tidak berhak memiliki kitab pusaka itu!... Aku meminta itu dengan baik. Kembalikan kitap pusakanya, atau!?"

"Atau apa?" berbalik bertanya.

"Cepat kembalikan saja itu padaku! Aku tidak akan membunuhmu jika kau menyerahkan itu baik-baik!" katanya lebih lanjut Su Ling Hua, sambil tangan kirinya meminta dengan baik-baik kitab perguruan nya tersebut.

"Hm...Lewati dulu mayatku! Setelah itu baru kau bisa memiliki kitab sakti ini kembali," jawab si cadar hitam.

Sosok ini berbalik menantang Su Ling Hua. Dia tidak sedikit pun menaruh takut kepada murid wanita Wu Dang ini. Dan sebaliknya dia lebih memilih untuk menjajal kehebatan dari Su Ling Hua Sang Pendekar Elang.

"Jadi... Kau menantangku, pencuri kitab!" marah semakin meledak kepala Ling Hua ketika mendengar bahwa dirinya ditantang untuk bertarung satu lawan satu.

"Baiklah. Aku akan merebut kembali kitab itu..."

"Dan aku akan membuatmu menyesali keputusanmu ini!" tuntas Su Ling Hua.

Seriusnya Su Ling Hua bertutur. Dia tidak akan diam saja jika ada yang ingin mengajaknya bertarung, terutama orang yang akan dilawannya itu adalah seorang pencuri kitab.

Pergelangan tangan masing-masing diperkuat. Ssst! Ling Hua mengeluarkan pedangnya yang lain. Yang sebelumnya berada di sabuk pinggang kirinya.

Disimpan dahulu kitab sakti kedalam pakaian nya. Sosok ini menguatkan Kuda-kuda nya. Genggaman tangan pun telah erat pada pedang nya.

Posisi siap bertarung sudah diancang-ancang. Musuh sudah berada dihadapan mata. Kemarahan akan segera meledak. Emosi telah berada di ujung kepala, dan sekarang tunggu apa lagi.

Siaplah bertarung!