Chereads / Sehelai Mahkota Untuk Ratu / Chapter 8 - Bab 8

Chapter 8 - Bab 8

"Lho inikan ...?" Jeng Mira menatap Ratu dengan raut terkejut.

Umi Laila menatap penasaran ke arah Jeng Mira.

"Ini teman Yusuf, Jeng. Jeng Mira kenal?" tanya Umi Laila. Ratu tampak terlihat pucat di mata Umi Laila. Sementara itu, Jeng Mira tiba-tiba memasang raut sinis. Membuat Umi Laila kebingungan. Apakah sebelumnya jeng Mira mengenal Ratu? batin Umi Laila.

Yusuf yang tanggap dengan situasi pun mendekati mereka.

"Bu Mira nantinnasi gorengnya saya antar saja, Bu. Ada bahan yang kurang, kalau bersedia saya antar saja nanti biar Bu Mira tidak kelamaan menunggu," ujar Yusuf dengan senyum tersungging. Yusuf berharap caranya berhasil agar Jeng Mira lekas pergi dari warungnya.

"Apa yang kurang, Suf? perasaan semua sudah Umi siapkan tadi sebelum kamu berangkat," tanya Umi Laila heran.

"Sudahlah mas Yusuf. Saya tahu Mas Yusuf mau melindungi teman Mas inikan?" cibir Jeng Mira sinis dengan menekankan kata teman menyindir Ratu.

"Bukan begitu, Bu. Tapi memang ada bahan yang kurang. Saya cuma tidak enak jika Bu Mira menunggu lama di sini. Takut Naima mencari," kata Yusuf membuat alasan menggunakan nama anak bungsu Jeng Mira.

"Apa yang kurang, Suf?" tanya Umi Laila.

"Oh, itu Mi, garamnya lupa Yusuf bawa," jawab Yusuf.

"Masa sih? Umi tadi sudah menyiapkan lho, Suf?" cetus Umi Laila tak percaya. Wajahnya menatap penasaran ke arah anaknya yang terlihat sedikit gelisah.

"Sudah-sudah. Saya tahu maksud Mas Yusuf ini apa. Mas Yusuf cuma mau melindungi gadis pelakor ini, kan? Astaghfirullah, Mas. Buka mata Mas Yusuf lebar-lebar. Jangan-jangan Mas Yusuf tertarik sama gadis ini? jangan ketipu Mas, muka boleh mulus, kelakuan minus!" cerocos Jeng Mira sambil melirik sinis ke arah Ratu yang hanya diam menunduk.

"Bukan beg-."

"Maksud Jeng Mira apa ya? saya kok nggak ngerti?" tanya Umi Laila memotong ucapan Yusuf yang hendak menyanggah tuduhan Jeng Mira.

"Umi nggak tahu ya? yang saya bilang tadi ada gadis pelakor dilabrak di dekat sini beberapa waktu yang lalu. Ya ini, cewek ini, Mi. Saya hafal banget mukanya. Walaupun sekarang berkedok jilbab, tapi mukanya tetap familiar. Jauh-jauh deh, Mi. Ingetin juga Mas Yusuf jangan sampai kena jerat cewek murahan ini," ketus Jeng Mira berapi-api.

"Bu Mira, lebih baik Bu Mira pulang dulu ya. Nanti saya antar nasi gorengnya," bujuk Yusuf. Yusuf tak mau Ratu semakin tertekan dengan ucapan Jeng Mira.

"Jeng Mira yakin?" tanya Umi Laila sangsi.

"Loh, ya yakin Bu. Nih Mi, kalau nggak percaya. Saya masih nyimpan videonya," celetuk Jeng Mira sambil mengotak-atik ponsel miliknya kemudian memberikannya pada Umi Laila.

Video pelabrakan Ratu pun terputar. Umi Laila yang melihatnya berulangkali mengucap istighfar. Sesekali kepalanya menggeleng tak percaya. Lalu menatap Ratu dengan tatapan kecewa. Beralih ke arah Yusuf, anaknya dengan tatapan meminta penjelasan.

Yusuf dan Ratu saling pandang gelisah. Bagaimana tanggapan Umi Laila nanti pada Ratu? sementara mereka sudah saling jatuh hati dan tertarik satu sama lain. Yusuf pun berniat untuk memperbaiki akhlak Ratu agar menjadi seorang perempuan yang taat. Rencananya, Yusuf ingin memperkenalkan Ratu pada uminya dan meminta ijin untuk menjadikan Ratu istri. Yusuf yakin setiap orang punya kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Namun ternyata semua tak sesuai rencana. Niatnya Yusuf menceritakan semua tentang Ratu nanti saat uminya dan gadis itu sudah kenal dekat. Bukan sekarang, karena dipastikan uminya akan terkejut jika mengetahui siapa Ratu sebenarnya. Yusuf tak ingin uminya salah duga. Bahwa Ratu tak seburuk yang orang lain kita. Beberapa waktu bersama Ratu dan saling bertukar pikiran, membuat Yusuf tahu, Ratu sebenarnya gadis yang baik.

"Ini benar kamu, Nak?" tanya Umi Laila pada Ratu.

"Ayo jawab jujur! nggak usah malu. Jadi pelakor aja nggak mikir malu," seru Jeng Mira.

"Nak Ratu?" panggil Umi Laila.

Ratu mendongakkan wajahnya menatap wajah tua teduh yang ada di hadapannya itu.

"I-iya benar, Umi," jawabnya lirih.

Umi Laila menghela nafas panjang. Merasa kecewa dengan jawaban gadis di hadapannya. Umi Laila berpikir, Ratu gadis yang baik dari penampilannya yang tertutup. Ternyata dia salah. Dan kenapa pula Yusuf dekat dengan gadis seperti Ratu?

"Suf, Umi mau bicara berdua denganmu di dalam," ujar Umi Laila. Kemudian wanita tua itu beralih tatapan ke arah Jeng Mira.

"Jeng Mira bisa menunggu di rumah saja, Jeng. Nanti biar nasi gorengnya diantar Yusuf," sambung Umi Laila.

Jeng Mira pun berdiri.

"Iya, Mi. Nasehatin deh itu Mas Yusuf biar nggak salah langkah. Dekat kok sama pelakor. Sayang banget, Mi. Kayak nggak ada gadis baik aja di luaran. Ya sudah, saya pulang dulu. Mas Yusuf jangan lupa nanti nasi gorengnyq di antar," pesan Jeng Mira sebelum pergi. Tak lupa berdecih sinis ke arah Ratu yang terlihat salah tingkah.

"Yusuf, ikut Umi ke dalam! Nak Ratu, boleh menunggu atau jika mau pulang tidak mengapa," kata Umi Laila sambil beranjak dan masuk ke dalam.

"Sebentar, ya," ucap Yusuf pada Ratu yang mengangguk lemah.

Yusuf kemudian menyusul uminya ke dalam ruangan di belakang warung yang memang sengaja dibuat untuk beristirahat.

""Ada apa Umi? Umi penasaran soal Ratu?" tanya Yusuf sambil duduk di sebelah Umi Laila yang termenung.

Di ruangan yang kecil yang berbatasan dengan kamar mandi itu hanya ada satu kursi panjang dan ranjang ukuran singel. Di sebelah kursi, Yusuf biasanya melaksanakan sholatnya. Umi Laila duduk di atas ranjang dan menatap anaknya dengan ekspresi tak terbaca.

"Ceritakan semua pada Umi, Suf. Semuanya! Umi tidak mau ada yang disembunyikan," pinta Umi Laila yang diangguki Yusuf.

Yusuf pun menceritakan awal mula bertemu dengan Ratu saat pelabrakan. Lalu bagaimana mereka menjadi dekat dan juga perasaan Yusuf pada Ratu saat ini. Yusuf berharap uminya mau mengerti dan menerima Ratu terlepas dari masa lalu Ratu yang buruk.

"Begitu Mi cerita yang sebenarnya. Ratu tak seburuk kabar yang beredar. Ratu melakukan semua itu karena ketidakpedulian orangtuanya," jelas Yusuf.

Umi Laila mengusap wajahnya sambil menarik nafas panjang.

"Tetap saja, Suf. Gadis itu berbeda dengan kita. Umi tidak mau anak umi satu-satunya berhubungan dengan gadis dari keluarga yang hancur."

"Tapi Mi, itu bukan keinginan Ratu. Ratu hanya korban Mi," ujar Yusuf mencoba membuat uminya mengerti.

"Suf, bahkan gadis itu tak mengerti agama. Apa yang bisa diharapkan dari gadis itu? jika pada Tuhan saja dia tidak melaksanakan kewajibannya, apa yang bisa menjadi nilai lebih?"

"Umi tidak mau Suf. Umi tidak mau menerima calon mantu dengan masa lalu yang buruk sepertinya. Benar jika orang bisa berubah. Tapi kamu harus ingat Suf, kita berasal dari kalangan yang berbeda. Dengan latar belakang keluarganya yang berantakan, bukan tidak mungkin kita hanya akan dipandang sebelah mata saja. Bahkan bisa jadi ditolak."

Umi Laila mengambil nafas sejenak.

"Dan lagi kita harus menjalankan wasiat abimu. Selama ini Umi belum mengatakan semuanya tentang wasiat itu semata-mata menunggu kesiapanmu."

"Wasiat apa, Mi?" tanya Yusuf dengan kening berkerut. Karena memang Yusuf tidak tahu jika almarhum abinya meninggalkan wasiat.

"Abimu berpesan agar kamu menikah dengan Nafisa, anak Ustadz Mansur, sahabat abimu," kata Umi Laila dengan tegas.

Yusuf membelalakkan matanya. Nafisa? Ya, dia kenal gadis alim lulusan pesantren itu. Tapi Yusuf tidak pernah menaruh hati pada teman masa kecilnya itu.

"Tapi Umi-."

"Apa kamu tidak ingin abimu tenang, Yusuf?" tanya Umi Laila tajam.

Bahu Yusuf pun luruh.