Chereads / Sehelai Mahkota Untuk Ratu / Chapter 2 - Bab 2

Chapter 2 - Bab 2

"Sudah sudah! bubar semua!" Suara bariton bersumber dari seorang laki-laki muda dengan paras tampan dan teduh. Laki-laki muda berkemeja lengan pendek dengan mata jernih itu menghampiri Ratu.

"Mbak nggak apa-apa? bisa kepinggir? mari ke warung, saya punya obat merah untuk luka mbaknya," ajak laki-laki itu.

"Biarin aja Mas Yusuf! ngapain pelakor dibaik-baikin. Ngelunjak nanti," celetuk salah warga.

"Iya Mas Yusuf. Udah tinggalin aja! Pelakor mah emang pantes digituin!"

Laki-laki yang dipanggil Yusuf itu melihat ke sekeliling. Beberapa warga masih bertahan menjadikan Ratu sebagai tontonan. Membuat Yusuf menggelengkan kepalanya.

"Bapak, Ibu, apapun itu, mbaknya juga manusia. Kita tidak boleh menilai hanya dari luarnya saja. Siapa tahu ada kebaikan dari mbaknya yang bahkan kita sendiri belum mengamalkannya. Sudah ya Bu ibu, Pak, kita fokus pada hidup kita masing-masing saja. Jangan menghakimi, biar Allah yang menilai baik buruknya seseorang," nasehat Yusuf.

"Mas Yusuf mah emang terlalu lurus jadi orang."

Dan masih banyak lagi yang mengomentari Yusuf, namun diabaikannya. Yusuf kembali fokus ke arah Ratu.

"Mari Mbak, saya bantu," ucap Yusuf sambil mengulurkan tangannya yang disambut Ratu. Dengan sedikit tertatih, Ratu berhasil berdiri dan berjalan pelan.

"Ke warung saya dulu Mbak, diobatin dulu lukanya," ajak Yusuf sambil menuntun Ratu.

"Ah, jadi malas beli nasgor di Mas Yusuf. Takut kena sial pelakor. Udah ah Mas, pesanan saya nggak jadi ya!" ujar salah seorang pelanggan nasi goreng Yusuf. Disusul pelanggan lainnya yang juga kesal dengan bantuan Yusuf pada Ratu. Beberapa orang yang awalnya mengantri membubarkan diri hingga warung nasi goreng Yusuf sepi. Ratu menatap Yusuf dengan raut wajah tak enak.

Yusuf hanya tersenyum. Bahkan saat satu persatu pelanggannya membatalkan orderan, Yusuf tetap tersenyum sambil mengucapkan terimakasih.

"Duduk dulu, Mbak. Maaf di luar saja, ya. Saya ambilkan obat dulu," ujar Yusuf sambil menunjuk ke salah satu kursi plastik tempat yang biasa pelanggannya gunakan untuk menunggu antrian. Kemudian Yusuf berlalu ke dalam rumah yang menyatu dengan warungnya.

Ratu menurut. Kakinya memang sudah terasa ngilu. Diamatinya warung nasi goreng kecil milik Yusuf. Hanya warung kecil dengan satu gerobak dan beberapa meja serta kursi plastik. Walaupun kecil, namun warung nasi goreng Yusuf cukup bersih dan nyaman. Ada kipas angin dinding yang mengarah ke tempat duduk pembeli.

"Ini Mbak." Yusuf mengangsurkan sebotol kecil obat merah dan juga kain kasa.

"Makasih ya, dan maaf, gara-gara saya Mas jadi kehilangan pelanggan," ucap Ratu pelan.

Yusuf tersenyum mendengarnya.

"Tidak apa-apa, Mbak. Belum rejeki saya. Insyaallah nanti ada gantinya. Saya tinggal beres-beres dulu ya, Mbak."

Ratu menganggukkan kepalanya. Sesekali Ratu mengamati Yusuf yang bergerak lincah membereskan gerobaknya. Memang sudah hampir jam sepuluh malam. Terlihat di tempat nasi, masih ada cukup banyak sisa. Membuat Ratu semakin tidak enak hati.

"Mbak bisa pulang sendiri? atau saya pesankan taksi online?" tanya Yusuf setelah selesai berberes. Bisa saja Yusuf meninggalkan Ratu sendiri, tapi nuraninya melarang. Bagaimanapun Yusuf bertanggungjawab karena dia yang mengajak Ratu untuk duduk singgah di warungnya. Namun malam yang larut membuat Yusuf takut memunculkan fitnah jika Ratu lebih lama di tempatnya.

"Saya ... boleh minta tolong panggilkan taksi online mas? dan juga kalau boleh, minta dibayarkan dulu. Tapi saya janji mas, besok saya kesini untuk mengembalikan uangnya," ujar Ratu cepat. Hanya Yusuf harapannya bisa pulang ke rumah.

Yusuf menganggukkan kepalanya kemudian mengambil gawai dan memesankan taksi online. Tak berapa lama, sebuah mobil berhenti di depan warung nasi goreng Yusuf. Dengan tertatih, Ratu pun berjalan menuju mobil itu diikuti Yusuf.

"Mbak, ini jaket bisa untuk mbak pakai agar tidak dingin. Ini masih bersih Mbak, baru saya cuci dan belum dipakai." Yusuf menghentikan gerakan Ratu yang baru saja hendak menaiki mobil. Membuat Ratu tertegun dengan perlakuan Yusuf.

"Ini Mbak. Bersih kok. Takutnya kedinginan."

Ratu menerima jaket itu dengan ragu-ragu. Sebenarnya, Yusuf memberikan jaket agar penampilan Ratu lebih tertutup. Namun agar tidak tersinggung, Yusuf membuatnya seolah agar Ratu tidak kedinginan.

"Makasih," bisik Ratu pelan yang diangguki oleh Yusuf. Pintu mobil pun di tutup dan tak berapa lama melaju. Meninggalkan Yusuf yang masih menatap kepergian mobil yang membawa Ratu.

"Sayang sekali," gumam Yusus sambil menggelengkan kepalanya. Kemudian Yusuf berbalik dan melanjutkan berberes peralatan dagangnya.

***

Taksi online yang ditumpangi Ratu berhenti di depan sebuah rumah yang berada di kawasan elit. Rumah besar dan bertingkat dengan arsitektur ala Eropa itu menilang tinggi dan megah. Ratu keluar dari mobil dan berjalan tertatih memasuki gerbang besi yang berdiri kokoh.

"Loh, Non Ratu? kenapa Non?" Pak Ali, salah satu satpam di rumahnya bergegas membuka gerbang dengan tatapan khawatir terhadap nona mudanya itu.

"Nggak apa-apa, Pak. Biasalah!" jawab Ratu sambil terus berjalan menuju rumah diiringi tatapan prihatin dari Pak Ali.

Ratu mengambil nafas panjang sebelum memutuskan membuka pintu rumah. Suasana nampak lengang. Tapi Ratu tahu, hanya menunggu waktu sampai rumah ini terasa seperti neraka untuknya. Melewati ruang keluarga, Ratu dihentikan oleh sebuah bentakan yang cukup keras.

"Darimana kamu, anak kurangajar?"

Ratu memutar bola matanya malas dan menoleh ke arah sumber suara.

Aksara, ayahnya berdiri berkacak pinggang dengan tatapan murka. Sementara Nabila, ibunya, nampak acuh duduk santai di sofa dengan memperhatikan ponsel di tangannya.

"Kenapa?" tanya Ratu malas. Niatnya untuk pergi ke kamarnya di lantai dua harus dia tahan untuk mendengar ceramah dari Aksara.

"Kenapa kamu bilang? anak sialan!"

Aksara melangkah panjang-panjang agar lekas sampai di depan anak tunggalnya itu. Lalu,

Pplllaaakkkk!!!...

Wajah Ratu tertoleh ke samping karena kerasnya tamparan yang ayahnya berikan. Pipinya terasa panas. Dan dia yakin, sudut bibirnya pecah. Karena ada rasa asin darah dan juga nyeri dia rasakan.

"Bodoh! anak sialan! lihat ulah kamu!"

Aksara menyodorkan layar ponselnya ke depan muka Ratu. Ya, rekaman dirinya dilabrak tadi ternyata cepat tersebar. Bahkan trending di salah satu aplikasi sosial media.

Ratu tersenyum kecil dengan tangan memegang pipinya yang baru saja terkena tamparan.

"Oh, bagus dong? Papa jadi semakin terkenal. Bukankah itu salah satu cita-cita Papa? semakin tenar?" sindir Ratu.

"Tenar apa? dasar anak tak tahu diuntung! sudah disekolahkan mahal-mahal bahkan sampai luar negeri, bukannya membanggakan malah membuat malu orangtua! mau ditaruh dimana muka Papa di depan klien perusahaan, HA? dan gara-gara kamu, Papa kehilangan kerjasama yang seharusnya sangat menguntungkan, Aaarrrggghhhh!" Aksara berteriak frustrasi.

Kerjasama yang seharusnya bernilai milyaran hilang sia-sia karena kelakuan Ratu. Siapa yang tidak kaget? Aksara yang tengah bersantap malam tadi dikejutkan oleh telepon dari salah satu sekretarisnya tentang batalnya kerjasama dengan salah satu perusahaan besar. Lebih terkejut lagi dengan alasan pembatalan itu.

Bahkan video Ratu yang dilabrak viral di jagad maya. Membuat saham perusahaannya seketika anjlok. Sungguh Aksara tak menyangka, Ratu akan kembali berbuat ulah. Entah apa yang salah dengan anaknya itu. Semakin kesini, Ratu menjadi biang masalah. Bukan sekali dua kali Ratu membuat perusahaan di ujung tanduk. Andai bukan karena kepiawaiannya dalam mengelola perusahaan, sudah tentu perusahaan yang telah susah payah dibesarkannya itu akan gulung tikar.

"Brengsek brengsek brengsek!" umpat Aksara sambil melayangkan tinjunya ke arah udara.

"Jangan kebanyakan mengumpat, Pa. Inget umur dan jantung!" celetuk Ratu santai.

Plllaaakkk!!!...

Ratu memejamkan matanya. Menikmati setiap rasa sakit dan nyeri yang singgah. Rasa sakit yang dilayangkan oleh sosok yang selama ini selalu dipanggilnya Papa. Sosok yang seharusnya menjadi panutan untuknya.

"Sudah cukup!" Nabila menyela dengan nada dingin dan datar. Untuk sesaat, Ratu berharap ibunya itu akan membelanya.