"Sial! Iblis-iblis itu berjalan semakin dekat dengan kita!"
"Apa yang harus kita lakukan?! Apakah kita akan mati di sini?! "
Semua orang tampak panik dan ketakutan melihat makhluk-makhluk itu berjalan ke arah mereka. Suara sabit yang bergesekan dengan lantai ruangan meraung dan menandakan bahwa hidup mereka kini sudah mendekati akhir hayat. Di tengah kepanikan semua orang, di sekitar altar tiba-tiba muncul beberapa api biru cerah. Api biru hanya melayang di sekitar mereka, membatasi, dan perlahan, satu per satu, mereka padam dengan sendirinya.
"Ah, bagaimana sekarang?!"
"A–apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Diam kalian! Situasi apa ini?!"
Semua orang semakin putus asa saat makhluk itu semakin dekat dan dekat ke altar tempat mereka berdiri saat ini. Orang-orang yang masih memiliki ketenangan mencoba melihat sekeliling untuk melihat apakah ada petunjuk yang bisa membuat mereka lepas dari ketegangan. Galam dengan sisa-sisa kekuatannya juga berusaha mencari petunjuk seiring api biru yang mengelilingi mereka padam setiap detiknya.
Galam mencoba menatap salah satu iblis yang sedang berjalan ke arah mereka. Dia terkejut saat langkah iblis itu melambat ketika Galam menatapnya. Kemudian dia mencoba lagi pada iblis lain dan ternyata sama seperti sebelumnya. Di sisi lain, ketika Galam mengalihkan pandangannya dari para iblis, mereka akan mulai berjalan normal, tidak lagi memperlambat langkah mereka.
Dia akhirnya mengerti setelah melihat yang terjadi ditambah dengan keanehan gerakan mereka di mana posisi makhluk-makhluk itu tidak sama, padahal mereka muncul bersamaan. Galam pun menyadari hal itu karena ketika makhluk itu ditatapnya ia akan melambat dan makhluk yang berhasil menghindari tatapan itu akan lebih cepat mendekati mereka. Galam yang melihat Sana ketakutan sambil memejamkan mata juga menyuruhnya untuk terus mengawasi para iblis.
"Sana! Hei, jangan tutup matamu! Perhatikan makhluk-makhluk itu!"
"T–tapi, aku takut, Galam. Aku sangat takut."
Tubuh Sana bergetar hebat yang menandakan bahwa dia saat ini benar-benar ketakutan. Suaranya bergetar dan terisak.
Galam mencoba menguatkan Sana dengan menyentuh lembut bahu gadis yang rapuh itu. Dia mencoba meyakinkan Sana bahwa apa yang dia katakan sekarang adalah satu-satunya cara untuk mengeluarkan mereka dari tempat yang mematikan itu.
"Sana, kamu bisa mendengarku, kan? Kamu percaya padaku, bukan? Percayalah, kamu akan bertahan jika kamu mendengarkan perkataanku. Sekarang, buka matamu dan kuatkan dirimu untuk menatap mereka, itulah satu-satunya cara agar kita bisa keluar dari tempat ini."
Mendengar kata-kata Galam, Sana perlahan memberanikan diri membuka matanya dan menatap salah satu iblis yang ada di hadapannya. Sesaat ia berhasil menatap makhluk itu, dengan cepat ia mengalihkan pandangannya ke belakang dan menatap wajah Galam dengan mata sembab. Galam tersenyum berusaha meyakinkan dan menyemangati Sana bahwa dia bisa mempercayai kata-katanya.
Melihat senyum tulus Galam membuat Sana memiliki dorongan untuk menguatkan hatinya lagi. Dia memejamkan matanya sejenak, meyakinkan dirinya sendiri sebelum akhirnya membuka matanya dan menatap iblis yang sedang mendekati mereka.
Ketika dia berhasil menatap iblis itu, langkah iblis itu tiba-tiba melambat dan membuat Sana merasa sedikit senang. Dia tersenyum dan mencoba mengucapkan terima kasih sambil menoleh ke arah Galam tetapi segera Galam memegangi kepalanya tanpa melihat ke arah Sana.
"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk mengawasi mereka? Jangan mengalihkan pandanganmu dari makhluk itu. Tetap fokus."
Galam yang selama ini berdiri dengan bantuan rekan-rekan Bellator yang lain, mencoba berbagi temuannya dengan yang lain. Ia menarik napas dalam-dalam dan berusaha menahan rasa sakit yang ia rasakan pada luka berbentuk lubang di tubuhnya.
"Kalian semua, dengarkan aku! Uhuk uhuk."
Galam merasa tenaganya hampir habis, bahkan dia mulai tidak bisa menggunakan kedua kakinya untuk menopang tubuhnya. Meski dibantu oleh Bellator lain sebagai penopang, dia masih perlahan mulai kehilangan kesadaran.
" Galam! Apakah kamu baik-baik saja?" tanya rekan Bellator yang membantu Galam.
"Yah, jika aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja, mungkin aku akan mati dengan cap dosa sebagai pembohong."
Galam kembali mencoba bangkit dan menyampaikan pikirannya sebelum terlambat dan mati sia-sia di tempat itu.
"Semuanya, dengarkan kata-kataku! Ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan kita dari krisis ini. Makhluk-makhluk itu, tidak, iblis-iblis itu, lihatlah mereka dan jangan mengalihkan pandanganmu ke hal lain. Fokus pada melihat mereka, dan mereka akan memperlambat langkah kaki mereka. Itu akan memberikan waktu untuk ritual agar bisa diselesaikan dan kemungkinan besar kita akan berhasil keluar dari sini hidup-hidup!"
Galam terengah ketika dia berhasil menyelesaikan kalimatnya. Di tengah padamnya api biru, semua orang yang mendengar kata-kata Galam sedikit ragu untuk mempercayainya. Keragu-raguan semakin kuat saat iblis sabit semakin dekat dengan mereka. Sampai salah satu Bellator wanita yang tidak bisa melakukan apa yang diperintahkan Galam, memilih untuk mengalihkan pandangannya dan lari dari altar menuju gerbang yang terbuka lebar.
"Uhh, aku tidak peduli lagi. Aku akan pergi dari sini!"
"Tunggu, jangan!"
Galam mencoba menghentikannya dan memperingatkan wanita itu untuk tidak meninggalkan altar dan menuju pintu itu. Tapi terlambat, wanita itu sudah menginjak kakinya dari area altar, melarikan diri dari altar dan semua orang di sana menuju pintu.
Ketika wanita itu keluar dari area altar, lingkaran sihir yang tadinya menyala di bawah kaki wanita sekarang mati dan pintu perlahan mulai menutup. Tidak mengindahkan hal tersebut wanita itu terus berlari dan mendekati pintu yang terbuka lebar. Sampai akhirnya ketika sampai di pintu, tidak ada jebakan atau iblis yang membunuhnya dan wanita itu berhasil keluar dengan selamat. Semua orang terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
"Apa?!"
"Wanita itu masih hidup?!"
"Apakah itu berarti jebakan di sini benar-benar tidak aktif?"
Semua orang semakin meragukan kata-kata Galam sebelumnya. Kejadian itu membuat semua orang mulai memikirkan kembali tindakan mereka untuk keluar dari tempat ini.
"Galam, bagaimana mungkin dia masih hidup?!"
"Hei, hei, hei. Lihat, pintunya perlahan tertutup."
Semua orang terkejut tentang fakta ini. Sementara itu, Galam masih terkejut dengan keadaan wanita itu dan berhasil keluar dari kamar. Dia menganalisis kembali semua peristiwa yang baru saja terjadi.
Api biru perlahan akan padam setiap detik, lingkaran sihir di bawah kaki wanita itu dinonaktifkan setelah kakinya meninggalkan area altar. Galam kemudian mengingat isi kalimat pada artefak batu yang menyatakan bahwa mereka semua harus menyembah, memuji, dan melakukan pengorbanan. Dari situ, Galam menganggap bahwa mereka telah melewati dua syarat dan hanya satu syarat yang mereka jalani saat ini, oleh karena itu ia menganggap pintu yang terbuka lebar itu hanyalah jebakan "harapan palsu" dan sebuah bentuk ketidaksetiaan yang merupakan sebuah kegagalan. dari syarat ketiga.
"Apa ini sebenarnya? Apakah semua kalimat itu hanya kata-kata manipulatif yang diciptakan ruangan ini? Jangan bercanda!"
Galam tidak menerima kenyataan yang saat ini ia saksikan dengan matanya sendiri. Meski begitu, daya pikirnya semakin berkurang karena tubuhnya juga semakin lemah karena luka fatal yang dia terima.
Dengan kondisi yang saat ini sekarat, ia menyaksikan ekspresi setiap orang yang mulai meragukan pilihan mereka. Terlihat dari ekspresi mereka yang saat ini sedang bingung memilih antara melanjutkan tantangan dan syarat yang ada di ruangan ini, atau keluar dari sana.
Galam yang dalam kondisi saat ini memaksa dirinya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dia berpikir bahwa ketika semua orang berdiri di area altar, lingkaran sihir di bawah menyala dan pintu mulai terbuka. Namun, ketika salah satu orang meninggalkan altar, lingkaran sihir tidak aktif dan pintu perlahan tertutup. Galam juga menyimpulkan bahwa jika semua orang yang ada di sini pergi, maka pintu akan ditutup untuk selamanya.
Ketika Galam mencoba mengatakan itu padanya, dia terlambat satu langkah. Salah satu rekannya yang lain akhirnya memutuskan untuk meninggalkan altar dan menuju pintu keluar. Galam berusaha mencegah kepergiannya tetapi lagi-lagi dia gagal. Dalam kondisinya saat ini, Galam tidak bisa bergerak bebas.
Varos dan Sana yang menyaksikan itu kembali kterkejut aget ketika menyaksikan orang itu juga berhasil keluar dengan selamat. Ekspresi mereka menunjukkan bahwa mereka sedang menyaksikan sesuatu yang benar-benar di luar dugaan mereka.
"Sialan! Apa maksud dari semua ini?!" Varos berteriak frustrasi ketika melihat apa yang terjadi.
Galam yang juga mulai frustrasi akhirnya menggunakan seluruh tenaganya untuk memperingatkan orang-orang yang tersisa agar tidak meninggalkan posisi mereka saat ini.
"Jangan! Jangan biarkan siapa pun melangkah keluar dari altar lagi! Kita tidak bisa membiarkan lebih banyak orang keluar dari sini! Jika kita tidak memiliki cukup orang untuk melihat para iblis itu, maka tidak ada gunanya dan kita semua akan mati!"
Melihat bagaimana Galam bersikeras untuk menyatukan semua orang, Andras mencoba menguatkan dirinya tanpa mengalihkan pandangannya dari makhluk itu. Dia kemudian bertanya kepada Galam tentang situasi mereka saat ini.
"Gaaml, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa semuanya menjadi seperti ini? Tolong jelaskan kepada kami!"
"Aku juga tidak tahu! Yang pasti kita semua hanya bisa melakukan ini untuk bertahan hidup. Kita harus seperti ini sampai semua api biru padam dan menghilang!"
Andras kembali bertanya pada Galam, "Lalu, apa arti dari api biru itu? Kenapa kamu begitu yakin kita akan selamat ketika api biru itu sudah padam seluruhnya?"
"Api biru itu akan padam setiap detik, itu sama dengan menunjukkan sisa waktu yang kita miliki sampai kondisi terpenuhi. Jika semua api telah padam, kita semua akan berhasil melewati semua kondisi di ruangan ini dan keluar dari tempat terkutuk ini hidup-hidup."
Andras yang mengerti kata-kata Galam mengangguk lalu mengalihkan perhatiannya kembali ke iblis-iblis yang mendekat. Begitu pula dengan Sana, dia mencoba mempercayai kata-kata Galam dan terus melawan ketakutannya untuk tetap bertahan. Namun, berbeda dengan Varos, dia menundukkan kepalanya dan ekspresi suram serta putus asa muncul di wajahnya. Dia kemudian mengatakan sesuatu kepada Galam bahkan tanpa memandangnya.
"Galam…"
Galam yang mendengarnya hanya melirik sekilas, ia mencoba memfokuskan diri untuk mendengarkan apa yang ingin dikatakan senior tersebut. Dia hanya berharap kali ini tidak ada orang lain yang memutuskan untuk pergi dan keluar dari ruangan itu.
"Sejak awal penaklukan kita, aku selalu memandang rendah dirimu dan memandang lemah kemampuanmu. Memperlakukan kamu sebagai beban tim. Bahkan di sela-sela perjalanan aku selalu berpikir untuk menyingkirkan beban sepertimu."
Galam terkejut mendengar apa yang dikatakan Varos kepadanya. Dia tidak merasa bahwa kata-kata itu hanya omong kosong untuk membuatnya membenci Varos. Tapi kata-kata itu terdengar seperti seseorang yang jujur dengan perasaannya.
Galam menyadari bahwa dia bukanlah Bellator yang kuat. Ia selalu pulang dalam keadaan terluka dan berkali-kali hampir mati. Namun dia tidak menyerah dan rela mengorbankan nyawanya sendiri untuk membantu orang lain. Mendengar perkataan Varos membuat hati Galam sedikit sakit. Dia tidak menyangka bahwa orang yang begitu hebat dan yang dia kagumi akan berpikir bahwa Galam hanyalah beban yang pantas untuk mati.
"Aku juga tidak pernah mengharapkan apapun darimu, keberadaanmu selalu diabaikan olehku. Ketika kamu bergabung dengan party aku tidak pernah menganggap bahwa kamu adalah bagian dari rekanku," lanjut Varos.
Galam terus mendengarkan kata-kata Varos meskipun itu mungkin menyakitinya.
"Kau juga melihatnya sendiri, bukan? Banyak dari rekan kita yang akhirnya mati ketika kita dengan ceroboh mencoba menjelajahi ruangan ini tanpa persiapan. Tapi satu hal yang tidak bisa aku pungkiri adalah kenyataan bahwa aku dan semua orang yang masih hidup sampai detik terakhir hari ini adalah karena bantuan dan arahan darimu. Semua terjadi karena kau berhasil memecahkan semua misteri di ruangan ini. Kamu adalah seorang pahlawan, Galam."
Varos terdiam setelah menyelesaikan kalimatnya. Dia kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah pintu keluar tanpa melihat ke arah Galam. Entah kenapa, dia merasa tidak berani menatap wajah Galam. Varos kemudian melanjutkan kalimatnya ke Galam.
"Aku masih hidup karenamu. Terima kasih. Dan, maafkan aku."
"Tuan Varos."
Tepat setelah mengatakan itu, Varos kemudian lari dari altar menuju pintu keluar. Galam terkejut menyaksikan tindakan Varos dan berusaha berteriak mencegah Varon pergi.
"Tuan Varos, tunggu! Jangan!"
Varos terus berlari meskipun dia bisa mendengar teriakan dan kata-kata Galam yang mencegahnya pergi. Namun, keyakinan hidupnya saat ini dipertaruhkan. Dia masih mempercayai kata-kata Galam, di saat yang sama dia juga memiliki keyakinannya sendiri untuk bertahan hidup, dan keyakinan itulah yang menguatkannya untuk memilih pergi.
Setelah Varos pergi, lingkaran sihir itu dinonaktifkan dan pintu tertutup secara perlahan. Hanya beberapa orang yang tersisa di tempat itu. Penglihatan Galam semakin kabur karena luka yang diterimanya membuatnya harus mengeluarkan banyak darah. Dia tidak bisa lagi bergerak, bahkan jika dia berhasil melewati tantangan ini, dia tidak tahu apakah dia masih akan hidup atau tidak.
"Varos! Bajingan! Terkutuklah kamu Varos!" Andras merasa kecewa melihat rekannya yang begitu mudah menyerah dan meninggalkan mereka semua.
Bahkan Sana yang mendengar semuanya hanya bisa meneteskan air mata. Dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari iblis di hadapannya bahkan jika dia ingin. Bahkan ketika dia mendengar erangan kesakitan yang berasal dari Galam, dia hanya bisa memberikan beberapa kata untuk membantu Galam bertahan.
"Tunggu sebentar lagi, Galam! Setelah kita keluar dari sini... Bagaimanapun, ini sudah berakhir, aku akan menolongmu dengan segera. Aku mohon, bertahanlah sedikit lebih lama."
Galam tetap berusaha mempertahankan kesadarannya meski otak dan tubuhnya tak mampu lagi menguatkannya. Di tengah situasi itu, Galam terus mengoceh dan mengatakan sesuatu. Andras dan Sana bahkan tidak mendengar apa yang dikatakan Galam, satu-satunya suara yang bisa terdengar hanyalah nafas berat masing-masing yang berpacu dengan waktu dan takdir.
"Tuan Varos, apakah kamu berterima kasih padaku sebelumnya? Lalu meninggalkan kami sendiri melewati semua ini? Kau membuat diriku tertawa, Tuan. Kepergianmu hanya akan membawa malapetaka dan kematian bagi kami yang masih hidup, Tuan Varos. Mungkin kau akan menyesalinya."