Chereads / The Smell of Crime / Chapter 26 - Penyidik Senior Dari Kepolisian Pusat Kota

Chapter 26 - Penyidik Senior Dari Kepolisian Pusat Kota

Kepulan asap hitam yang berasal dari tempat kebakaran telah mewarnai langit kota Marseille menjadi gelap gulita, mobil polisi dan mobil pemadam kebakaran telah diterjukan ke lapangan.

Terlihat warga lokal tengah menonton proses pemadaman dari batas garis polisi bahkan ada beberapa orang yang menonton dari atas gedung apartemen mereka masing-masing.

Petugas pemadam mulai memadamkan api, dilanjut dengan para petugas dari kepolisian mulai melakukan evakuasi terhadap korban kebakaran dan memasukan korban ke dalam kantong jenazah .

Sebuah mobil berjenis packard 733 berwarna hitam baru saja berhenti tepat di depan lokasi kebakaran terjadi, seorang polisi segera membuka pintu mobil tersebut.

"Bonjour, officier" sapa petugas polisi menggunakan bahasa france.

Seorang pria menggunakan mantel coklat juga topi slash yang juga berwarna coklat serta kumis tebalnya yang berwarna putih baru saja turun dari mobil.

Pria itu bernama Isaac Bontemps yang merupakan seorang penyidik senior, para polisi memanggilnya dengan sebutan Tuan Bontemps.

"Bagaimana perkembangan kasus kebakaran ini," tanya Isaac kepada salah satu petugas.

"Saat ini semunya sudah berada dalam kendali kami, tuan. Kobakaran api sudah perlahan memadam dan juga semua para korban telah berhasil di evakuasi,"

"Bagaimana dengan kondisi para korban?" tanya Isaac.

"Kondisi mereka cukup memprihatinkan, tuan. Para korban mengalami luka kabar yang serius hingga tercium aroma bau daging panggang, kami bahkan sulit untuk mengidentifikasi mereka,"

"Dimana mereka sekarang?" tanya Isaac bontemps.

"Siapa maksud Anda?"

Isaac sedikit melirik sinis sambil mengangkat sebelah alis kepada polisi tersebut "Memangnya siapa lagi, tentu saja para korban,"

"Oh mereka berada di dekat lokasi kebakaran, tuan,"

Isaac Bompent segera mendekati lokasi kebakaran, terlihat ia segera mengakat garis polisi dan mulai memasuki lokasi kebakaran.

"Hati-hati, tuan. Api di dalam sana belum sepenuhnya padam," seorang petugas pemadam memberi peringatan kepada Isaac.

"Aku mengerti, anak muda," ucap Isaac.

Seketika Isaac Bontemps berhenti di depan mayat korban kebakaran, terlihat luka bakar hampir menghanguskan kulit dan wajah mereka, bahkan salah satu korban hampir tidak memiliki wajah.

"Hmm ... Kondisi yang benar-benar mengerikan sekali," ucap Bontemps

Isaac Bontemps terus memperhatikan kondisi mayat dengan sangat teliti, sampai ia melihat sesuatu yang cukup menarik. Terlihat ada sebuah luka berlubang di dada salah satu korban.

Isaac mengeluarkan semacam besi dari balik mantelnya, besi tersebut perlahan ia memasukannya kedalam luka tersebut.

"Apa yang Anda lakukan, tuan?" tegur seorang polisi yang berada di sampingnya.

"Diamlah, aku sedang berusaha fokus," ucap Isaac Bontemps.

Isaac Bontemps terus mencari sesuatu dari dalam luka tersebut menggunakan besi miliknya itu, secara perlahan Isaac menarik besi tersebut dan ia mendapatkan sesuatu yang mengejutkan.

"Sebuah peluru?"

"Aku bisa menyimpan benda ini sebagai bukti,"

"Bagaimana Anda bisa berpikir Ada sebuah peluru di dalam sana?"

"Itulah yang dinamakan insting, jadi pertajam instingmu karena suatu saat hal itu akan menyelamatkan hidupmu,"

Polisi tersebut hanya terdiam sejenak menatap para korban, terlihat Bontemps segera memasukan kembali besi tersebut kedalam mantelnya.

"Apa ini perbuatan mereka lagi? Aku jangan terlalu terburu-buru, aku harus mencari bukti dan informasi lebih jauh lagi," batin Isaac.

**

Di pelabuhan, terlihat sebuah kapal pengangkut muatan baru saja berlabuh di dermaga, sebagian pekerja disana baru saja akan mejalankan tugas mereka masing-masing.

Terlihat Benjamin tengah menatap keindahan laut ditambah sinar matahari yang menyinari langsung dari arah dermaga. Tampak dari raut wajanya, Benjamin sangat menikmati moment tersebut.

Terlihat Madeline tengah memperhatikan disekitar pelabuhan, Madeline sedikit melirik ke arah Benjamin lalu menepuk pundaknya.

"Apa yang sedang kau lihat, Ben?" tanya Madeline.

"Aku sedang menikmati keindahan sunrise, Maddie"

"Sunrise?"

"Sejak kecil aku selalu menatap kearah matahari, aku selalu bermimpi bisa pergi ke arah cahaya matahari, namun itu hanya sebatas mimpi,"

"Sudahlah, Ben. Dari pada kau terus melamun tidak jelas dan hanya menatap matahari, lebih baik kita segera temui Diana, aku yakin dia sudah menunggu kita dari tadi,"

"Kau benar juga, Maddie. Sebaiknya kita kesana dan segera temui dia sekarang,"

Benjamin dan Madeline melanjutkan kembali langkah mereka. Tampak mereka terus memperhatikan di sekitar pelabuhan yang cukup ramai.

"Aku tidak melihat tanda-tanda keberadaan Diana di sekitar sini?" tanya Madeline.

"Jika memang tidak ada disini, bagaimana jika kita memeriksa kembali tempat penampungan itu?" Benjamin kembali Bertanya

"Aku rasa tidak ada salahnya, Ben," ucap Madeline.

Benjamin bersama dengan Madeline

memutuskan untuk pergi ke asrama penampungan para imigran. Setelah beberapa saat kemudian, mereka tiba di gerbang menuju asrama.

"Hmm ... Ini aneh, di sekitar gedung benar-benar sepi, Ben. Kira-kira kemana orang-orang disekitar tempat itu?" tanya Madeline.

"Entahlah, Maddie. Mungkin mereka masih beristirahat mengingat sekarang ini masih pagi," ucap Benjamin.

"Hmm ... Bukankah James bilang dia bertemu dengan Diana saat tengah patroli di pelabuhan, mungkinkah dia sudah tidak tinggal disini?" tanya Maddie.

"Hal itu Bisa terjadi, Ben. Tapi lebih baik kita harus memastikannya terlebih dulu, siapa tahu dia masih berada di tempat ini," ucap Madeline.

Madeline dan Benjamin semakin dekat dengan gedung asrama, hanya segelintir orang yang baru terlihat sejauh mereka berjalan.

Sebagian dari mereka tengah melakukan aktifitas bahkan ada beberapa orang terus memperhatikan Madeline dan Benjamin dari dalam bangunan.

"Kenapa mereka terus menatap kita?" tanya Madeline.

"Sepertinya mereka mengira kita merupakan salah satu petugas imigran, Maddie," jelas Benjamin.

"Aku merasa tidak nyaman jika terus-menerus di perhatikan seperti ini, Ben,"

"Sebaiknya kita abaikana saja, kita hanya perlu fokus mencari Diana disekitar tempat ini," ucap Benjamin

"Biasanya jika kita ingin mencari Diana, kita hanya perlu mendengar suara kambing tapi hingga saat ini aku tidak mendengar apapun bahkan aku tidak melihat orang-orang disini,"

"Ini memang cukup aneh, Maddie. Apa tidak sebaiknya kita tanya kepada orang-orang yang berada disini,"

"Tapi siapa yang bisa memberikan kita informasi, seperti yang kau lihat, Ben. tidak ada siapapun di sekitar sini,"

"Kira-kira apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini? Jika terjadi sesuatu di tempat ini, jelas akan langsung tersebar beritanya melalui surat kabar,"

"Aku rasa itu tidak mungkin, Ben. Semenjak bangunan ini berdiri sampai dijadikan asrama seperti ini, aku tidak pernah melihatnya di berita atau surat kabar manapun,"

"Hmm ... Sepertinya memang ada sesuatu yang di sembunyikan disini, Maddie,"

"Tapi siapa yang akan memberikan kita informasi, seperti yang kau lihat, Ben. Tidak ada satu orangpun disekeliling kita,"

"Aku tidak tahu apa tujuan Diana memanggil kita ke tempat ini, Maddie. Sementara dia tidak ada di tempat ini, sepertinya dia memang sudah tidak ada disini, Ben," ucap Benjamin.

"Kalau begitu sebaiknya kita pergi saja dari sini, Maddie. Waktu kita tidak banyak,"

"Kau benar, Ben. Dengan kita berada disini, itu sudah jelas kita sudah buang-buang waktu,"

Akhirnya Benjamin dan Madeline memutuskan untuk pergi meninggalkan asrama dan kembali ke pelabuhan.

Seketika Benjamin teringat kembali dengan kebakaran semalam. "Bagaimana situasi di tempat kebakaran itu, apakah penyidik senior telah berhasil mengungkap semuanya?

Aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun jika Madeline terus disampingku seperti ini," batin Benjamin.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Ben. Wajahmu itu terlihat sangat serius seperti sedang memikirkan sesuatu?" tanya Madeline.

"Aku? Eh ... Aku baik-baik saja, Maddie. Kau tidak perlu mencemaskanku,"

"Kau yakin? Jika ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu, sebaiknya kau ceritakan kepadaku saja,"

Benjamin terdiam sejenak "Tidak, aku tidak boleh bicara sembarangan, aku harus menjaga rahasia ini sebaik mungkin," Batin Benjamin.

"Sudah kubilang kau tidak perlu secemas itu, Maddie,"

"Baiklah, Ben. Jika itu mau,"

Di tengah keramaain sangat mereka berdua berjalan, sayup-sayup terdengar suara kambing di sekitar tempat mereka berjalan. Benjamin segera sadar ketika mendengar suara tersebut.

"Tunggu sebentar, Maddie,"

Madeline cukup terkejut "Ada apa, Ben?" tanya Madeline.

"Apa kau dengar itu?" tanya Benjamin.

"Dengar apa? Aku tidak mendengar apapun selain orang-orang disekitar sini," jelas Madeline.

"Coba kau dengar lebih teliti lagi, Maddie. Suara itu seperti suara kambing," ucap Benjamin.

Madeline segera menajamkan pendengarannya, setelah bebera saat akhrinya ia sadar "Kau benar, Ben. Sudah jelas Diana berada di sekitar sini,"

"Kita cari tahu asal suara itu dari mana,"

Madeline dan Benjamin terus menelusuri bunyi suara kambing tersebut. Semakin mereka berjalan, Benjamin dan Madeline semakin dekat dengan suara tersebut.

Terlihat seekor kambing tengah terduduk disamping tempat duduk umum, tampak juga seorang wanita tengah terduduk di kursi tersebut.

"Lihat, Ben. Itu pasti Diana,"

"Kau benar, Maddie. Sebaiknya kita segera menghampirinya,"