Chereads / The Smell of Crime / Chapter 11 - Meninggalkan Sebuah Jejak

Chapter 11 - Meninggalkan Sebuah Jejak

Matahari semakin berada tepat diatas kepala menandakan hari semakin siang. Membuat suasana disekitar pelabuhan menjadi sangat panas.

Para pekerja yang tengah mengangkut muatan di dermaga semakin menambah suasana di pelabuhan terasa sangat tidak nyaman.

"Apa yang ingin tanyakan kepadaku," ucap Luigi sambil menikmati abisthenya.

"Tuan Luigi, perkenalkan kami dari kepolisian, disini kami ingin bertanya kepadamu mengenai bernama Albert Dalton? Apa kau tahu sesuatu tentang dia?" tanya Benjamin.

"Siapa? Albert Dalton? Tidak pernah dengar nama itu, dengar ya, hari ini cukup berat bagiku, aku bekerja sehari penuh di dermaga ini jadi tolong tinggalkan aku," ucap Luigi sambil kembali meneguk minumannya.

"Hmm … Lucu sekali, Anda bilang bekerja seharian di dermaga, karena disinilah kami menemukan Albert Dalton tewas dibunuh, " ucap Madeline.

Luigi yang kaget mendengar hal tersebut segera memuntahkan minumannya.

"Huh? Tewas terbunuh? Eh … Aku tidak tahu menahu tentang itu, sumpah Demi apapun," ucap Luigi.

"Anda bilang bahwa Anda bekerja seharian disini, tidakkah Anda melihat sesuatu yang mencurigakan?" tanya Benjamin

"Setiap hari aku memang selalu bekerja membongkar muatan kapal, itu pekerjaan yang sangat melelahkan. Tapi kami orang Italia hanya bisa mendapatkan kerja kasar di Kota Marseille," ucap Luigi.

"Anda tidak perlu berkecil hati seperti itu, Tuan Luigi, Kau akan mendapatkan perkerjaan yang layak jika berusaha, selama kau tidak terjerat masalah," ucap Benjamin.

"Apa yang dikatakan rekan saya ini ada benarnya, dia juga sama seperti Anda yang berasal dari Italia," ucap Madeline.

"Cuih ... Anda hanya beruntung dari sekian banyak orang Italia disini, jangan terlalu menasihatiku," ucap Luigi.

"Jangan terlalu sombong, tuan. Anda harus ingat dimana Anda menginjakan kaki Anda, " ucap Madeline sedikit sinis.

"Cukup, Maddie. Eh ... Ngomong-ngomong terimakasih banyak, Tuan Luigi. Karena sudah memberikan waktu Anda, kalau begitu kami bedua permisi," ucap Benjamin.

Benjamin dan Madeline segera meninggalkan Luigi yang sama-sama pergi dan hendak segera kembali bekerja.

"Semua hal terjadi kali ini sangat berbelit-belit, Ben .kita belum mendapatkan satu petunjuk baru,"

"Untuk pertama kalinya aku bingung hendak melakukan apa, Maddie,"

"Ini namanya masuk ke medan perang tanpa persiapan, Ben. Jika dipikir-pikir kembali, kau baru saja tiba disini kemarin dan sudah dihadapkan kasus mengerikan,"

"Hal terduga memang selalu saja terjadi, siap atau tidak kita harus siap menjalankan tugas itu,"

"Hmm … Sebagaimana kita tahu, Ben. korban merupakan kepala keamanan pusat Kota Marseille, tempat dimana setiap imigran yang tidak memiliki identitas,"

"Kita juga bahkan tahu rutinitas korban setiap harinya, Maddie. Tapi kita juga perlu informasi baru jika ingin mencari tahu siapa yang sudah membunuhnya,"

"Memangnya apa yang bisa kita lakukan saat ini, kasus ini lama-lama membuatku stress," ucap Madeline.

"Lebih baik kita kembali saja ke kantor, kita lihat apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan disana," ucap Benjamin.

"Ya sudah kita kembali saja ke kantor," ucap Madeline.

Mereka segera kembali ke tempat parkir di pelabuhan untuk mengambil kendaraan mereka, tak lama mereka sampai di tempat parkir.

"Hari ini benar-benar panas, aku sudah tidak tahan lagi," ucap Madeline.

"Cepat, Maddie. Segera nyalakan mobilmu," ucap Benjamin.

Madeline segera masuk ke dalam mobil dan menyalakan kendaraannya, Benjamin segera masuk. Madeline segera menginjak pedal dan mobil segera melaju meninggalkan pelabuhan.

Dua puluh lima menit berlalu, mereka akhirnya sampai di depan kantor kepolisian. Mereka memutuskan untuk segera masuk ke dalam.

"Disini benar-benar terasa nyaman, panas sudah terasa hilang," ucap Madeline.

Benjamin tidak menghiraukan Madeline, tak lama Devon menghentikan langkah mereka berdua.

"Tunggu sebentar, Ben. Ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian," ucap Devon.

"Ada apa, Devon. Kenapa kau terlihat lelah?" tanya Benjamin.

"Aku sudah lama menunggu kalian bedua kembali," ucap Devon.

"Memangnya ada, Dev?" tanya Madeline.

"Aku menemukan sesuatu yang mungkin akan membantu penyelidikan kalian, ada sebuah laporan dua hari yang lalu, laporan itu masih bersangkutan dengan korban," ucap Devon.

"Memangnya siapa yang sudah membuat laporan itu?" tanya Madeline.

"Edward yang membuat laporan itu, kau bisa tanyakan hal itu padanya, kebetulan saat ini ia berada di ruangannya," ucap Devon.

Mereka segera pergi ke ruangan polisi patroli, tak lama mereka tiba disana. Terlihat Edward dan James tengah berbincang satu sama lain.

"Ternyata kalian berdua, ada apa kalian kemari?" tanya James.

"Kami ingin menanyakan sesuatu kepada Edward," ucap Madeline.

"Aku? Hmm … Memangnya apa yang ingin kalian tanyakan padaku?" tanya Edward.

Benjamin dan Madeline segera menghampiri Edward mereka segera mengambil kursi.

"Devon bilang bahwa Anda pernah membuat laporan tentang korban pembunuhan kemarin," ucap Madeline.

"Korban pembunuhan? Maksud Anda Albert Dalton?" tanya James.

"Betul sekali, Edward," ucap Madeline.

"Benar, saya yang membuat laporan itu ketika berpatroli di dekat kawasan asrama para imigran, saat itu saya mendengar keributan, saya segera mencari asal suara tersebut,"

"Lalu apa yang kau temukan?" tanya Madeline.

"Saya tidak menemukan keributan, hanya yang saya temukan saat itu Tuan Dalton, sepertinya orang yang bertengkar dengannya sudah pergi," ucap Edward.

"Hmm … Memangnya Anda mengenal Albert Dalton?" tanya Benjamin.

"Tentu saja, Ben. Aku dan Edward sudah bekerja disini selama bertahun-tahun, kami sudah lama mengetahui siapa Albert Dalton," tegas James.

"Lalu setelah itu apa yang Anda bicarakan dengan korban?" tanya Madeline.

"Tidak ada yang kami bicarakan, saya hanya meminta padanya untuk membuat laporan ke kepolisian, sayangnya dia menolak hal itu, namun saya tetap membuat laporan untuk berjaga-jaga," ucap Edward.

"Terimakasih banyak atas bantuan Anda, tuan-tuan. Jika benar korban pernah terlibat pertengkaran di area sekitar asrama para imigran, sebaiknya kita periksa tempat itu, Ben." ucap Madeline.

Mereka segera meninggalkan ruangan polisi patroli.

"Kira-kira siapa orang yang sudah berdebat dengannya?" tanya Madeline.

"Aku tidak tahu siapa orangnya, jika dipikir-pikir ini merupakan pertengkaran terakhir mendiang Albert Dalton sebelum ia ditemukan tewas," ucap Benjamin.

"Jika benar begitu, aku rasa kita akan tahu siapa pelakunya selama ini,"

"Lebih baik kita segera periksa area asrama para imigran, Maddie,"

"Aku lebih suka menyebutnya gudang terbengkalai dibandingkan sebuah asrama,"

Mereka segera meninggalkan area kantor, setelah itu mereka segera menaiki kendaraan yang tadi mereka gunakan.

"Aku tidak menyangka hari ini akan benar-benar panas, Ben. Sekalipun di dalam mobil ini,"

"Kau benar, Maddie. Sudahlah tidak perlu dipikirkan, dari pada kita hanya jalan kaki, "

Tak mereka sampai di pelabuhan, Madeline segera memarkirkan kendaraannya itu.

"Aku tidak tahu sudah berapa kali kita bolak-balik ke tempat ini,"

"Mau bagaimana lagi, Maddie. Dari sinilah kita tahu pembunuhannya terjadi, maka disinilah kita akan mengadili si pembunuh,"

"Maafkan aku, Ben. Aku terlalu banyak mengeluh, lalu sekarang kemana tujuan kita?" tanya Madeline.

"Bukankah sudah kita bicarakan tadi? Tujuan kita selanjutnya menyisir sekitar area asrama para imigran ilegal," ucap Benjamin.

"Aku sudah tidak sabar untuk melihat siapa pelakunya, tidak ada yang dapat melarikan dari keadilan,"