Siang itu, Saira di buat cemas kembali oleh kondisi SaiLy, tiba-tiba saja kambuh kembali kejangnya. Kali ini, SaiLy mengalami kejang cukup lama. Saira pun tergesa-gesa, memanggil Dokter. "Namun" sayang sekali... Dokter BaiLy tidak ada di sana, Dan beruntunglah ada Suster Keira yang sedang bertugas di sana.
"Aemmm, Bu,,," tegur SaiLy seraya merekatkan kedua tangannya itu. Dan kedua mata SaiLy menatap kosong keatas. "SaiLy, kamu kenapa nak? Dok!" teriak Saira seraya melirik kesana kemari. Siapa tau ada Dokter, yang lewat.
"Siapa sih yang berteriak?" tanya seorang Suster yang tak lain adalah, Suster Keira yang sedang berjaga di ruangan harapan. Dia pun mencoba melirik ke arah sudut ruangan. "Arah suaranya sih, dari ruangan harapan 1, aku harus segera mencari, dari mana asal suara itu terdengar." Suster Keira pun, menghampiri dari mana, asal suatu itu terdengar.
Dan benar sekali. Teelihatlah Saira sedang memeluk putrinya, yang sedang kejang itu. "Sus, kebetulan sekali Sus! ada anda. Lihat anak saya Sus! kejang anak saya kumat lagi Sus. Tolong Sus." cerutu Keira seraya memelas kepada Suster Keira, "Sebentar ya Bu, coba saya lihat!" Suster Keira pun memeriksa keadaan SaiLy yang sangat mengkhawatirkan. "Bagaimana Sus?" tanya Saira yang semakin cemas, "Sebentar ya Bu! (Aduh! bagaimana ini? sedangkan... Dokter BaiLy, sedang tidak ada jadwal praktek. Beliau, tidak mungkin datang. Atau aku telepon saja kali ya?) " Suster Keira pun, mencoba menghubungi Dokter BaiLy, yang kebetulan sedang menuju ruangan Harapan.
"Kringg..." suara ponsel Dokter BaiLy, kembali berdering. "Aduh! siapa lagi ini?" Dokter BaiLy, sedikit mengeluh. Sesaat ada orang yang meneleponnya. "Iya! Assalamu'alaikum." ucap Dokter BaiLy, dengan hati sedikit kesal. "Dok! ini saya, Suster Keira." jawab seseorang dalam ponselnya. "Iya, Sus! ada apa ya?" tanya Dokter BaiLy, sedikit kaget. "Begini Dok! di ruangan harapan 1. Ada seorang pasien yang mengalami kejang. Dan kejangnya sangat parah sekali Dok." ujar Suster Keira, dengan hati sedikit cemas. "Apa? coba ulang lagi! Ruangan apa?" tanya Dokter BaiLy, sedikit bingung. "Ruangan Harapan 1 Dok! Cepetan, pasien semakin kritis Dok." Suster Keira pun, menyuruh Dokter BaiLy, secepatnya datang. "Baiklah, saya sebentar lagi sampai." ucapnya. "Ya Dok, cepat ya!" titah Suster Keira, kepadanya.
"Ruangan Harapan 1 kan Ruangan di mana SaiLy di rawat. Saya harus secepatnya sampai!" Dokter BaiLy pun, segera bergegas menuju ruangan itu. Beruntunglah Dokter BaiLy, ingin datang ke Rumah Sakit. Ternyata... SaiLy mengalami kejang lagi. Dokter BaiLy, pun berlari cepat agar secepatnya sampai menuju Ruangan Harapan 1.
"SaiLy!" tegur Dokter BaiLy, seraya memasuki ruangan tersebut. "Dok! syukurlah, anda datang!" ucap Suster Keira, yang sedikit lega melihat kedatangan Dokter BaiLy, "Namun sayang... " SaiLy, kamu sadar nak!" teriak Saira, dengan sangat kerasnya. "SaiLy," Dokter BaiLy pun segera menghampiri SaiLy, yang tidak ingat setelah dia mengalami kejang.
"SaiLy, tidak! kamu harus kuat ya." Dokter BaiLy, mencoba memeriksa SaiLy sebisa mungkin. "Dok! Anda telat Dok, jika dari tadi anda datang, mungkin putri saya tidak akan begini." cetus Keira seraya memukul Dokter BaiLy. "Bu! Ibu tidak boleh begitu kepada Dokter!" tegur Suster Keira, yang menyalahkan Dokter BaiLy. "Sus! biarkan saja. Ini memang salah saya ko. Sudah ya!" tegur Dokter BaiLy kepada Suster Keira. "I... Iya Dok!" ujarnya.
"Bu... Ibu tenang Dulu ya!" Dokter BaiLy, tetap tenang menghadapi sikap Saira yang selalu menyalahkannya. "Dok! saya tidak mau tau. Cepat tangani putri saya. Dia satu-satunya harta saya Dok." cetus Saira dengan air mata yang tidak berhenti mengalir. "Tidak! SaiLy kamu tidak boleh pergi." Dokter BaiLy, memegang kedua tangan SaiLy, yang sudah tidak ada denyut nadinya lagi. "Dok! apa yang terjadi dengan SaiLy? katakan Dok!" Dokter BaiLy, tidak dapat berkata lagi. Dia pun hanya terdiam tanpa, keluar sucap kata apapun dari mulutnya. Sedangkan Saira terus mendesak Dokter BaiLy.
"Dok, jangan bilang SaiLy meninggal. Jawab Dok! kenapa anda hanya diam?" tanya Saira, yang kekeuh kepadanya. "Maaf Bu! SaiLy... " Saira pun memotong perkataan Dokter BaiLy. "Saya tidak mau tau Dok. Pokoknya! SaiLy tidak boleh terjadi apa-apa." cetus Saira, seraya memeluk SaiLy.
Dokter BaiLy, pun. Semakin bingung menceritakan yang sebenarnya kepada Saira. Karena Saira terus menekannya. "Bu, bisa tidak? anda.. tidak menyalahkan Dokter," tegur Suster Keira, yang tidak rela Dokter BaiLy. Di salahkan olehnya. "Ibu, SaiLy sebenarnya... SaiLy..." Dokter BaiLy pun berhenti kembali bicaranya. Membuat semua nya penasaran. "SaiLy... meninggal Bu! saya," seketika Saira pun kembali, marah pada Dokter BaiLy. "Anda ini Dokter apa sih Dok? kenapa anda tidak bisa menyelamatkan anak saya? kenapa Dok," kekeuh Saira padanya, "Bu... jika SaiLy meninggal, itu takdir Allah Bu. Bukan salah Dokter!" Suster Keira pun, kembali masuk kedalam pertentangan Saira. "Anda tau apa Sus? tentang takdir," Saira pun membalikan kata-kata nasehat Suster Keira.
"Namun" Tiba-tiba saja... "Ibu..." teriak SaiLy, yang pertama kali memangggil Ibunya. "SaiLy... SaiLy. Alhamdulillah kamu, kamu tidak apa-apa nak." Saira pun kembali tersenyum, di tengah linangan air matanya yang tiada henti mengalir. "SaiLy, subhanallah akhirnya kamu sembuh juga. Terima kasih ya Allah, ternyata kau telah kembalikan pasien kesayangan saya!" ucap syukur Dokter BaiLy.
Saira pun, sedikit melirik ke arah Dokter BaiLy, yang sigap mendekati SaiLy. "Ternyata aku sudah salah paham, pada Dokter BaiLy, Astaghfirullah..." gumam hati Saira, yang telah salah menilai Dokter BaiLy. "SaiLy, ternyata Doa saya di kabulkan Illahi, Terima kasih Ya Allah." ucap Dokter BaiLy seraya memetiksa SaiLy.
Sementara Suster Keira, semakin salut melihat atasannya. Bisa setenang itu menangani pasien yang kritis. Dan tanpa melawan menanggapi Ibu pasien yang mungkin... sedikit cerewet. "Dokter BaiLy, memang Dokter impian ya. Sangat sulit sekali, mencari Dokter seperti Beliau. Tidak salah, Pak Direktur membawa Dokter BaiLy, ke tengah Rumah Sakit ini." sanjung Suster Keira kepada Dokter BaiLy yang sangat tenang sekali menangani pasiennya.
"SaiLy, ini sungguh sebuah keajaiban untuk kamu. Dokter sangat senang... sekali melihat kamu sudah sadar." ungkap Dokter BaiLy yang sangat bahagia melihat SaiLy sudah sadar dari komanya. Bahkan dalam sangkaan Dokter BaiLy, SaiLy telah meninggal. Apa karena pengaruh obat yang di berikan Dokter BaiLy padanya?
"Iya Do... k." ucap SaiLy yang masih terputus dalam bicaranya. "SaiLy! kamu mau kan therapy bicara?" tanya Dokter BaiLy pada SaiLy yang terus menatap Dokter BaiLy, tiada hentinya. "Ma.. u." ucap SaiLy, seraya menyodorkan kelingking tangannya, kepada Dokter BaiLy. "Baiklah, saya janji malaikat kecil!" ujar Dokter BaiLy kepada SaiLy yang tersenyum lebar, seakan dia sangat gembira sekali, saat bisa sedikit bicara.
"Tidak!" tegur seseorang padanya.
bersambung...