SaiLy masih dalam kondisi kritis, dia saat ini masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Akankah, SaiLy bisa terselamatkan? sedangkan hampir semua Dokter telah berupaya menangani SaiLy. Terutama Dokter BaiLy, yang sangat cemas melihat kondisi SaiLy yang sangat memprihatinkan sekali.
"Dok!" tegur seorang wanita, kepada Dokter BaiLy yang hendak bergegas keluar ruangan nya. "Ya Bu! Eh, Bu Saira..." tanya Dokter BaiLy, yang sedikit agak kaget melihat Saira. "Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Saira dengan penuh harap padanya. Dokter BaiLy pun sedikit kebingungan saat Saira bertanya tentang SaiLy. "Ya Allah, apa yang harus saya katakan?" tanya hati Dokter BaiLy, dengan sedikit bimbang. Beliau pun bingung harus berkata apa kepada Saira. "Maaf Bu, SaiLy... SaiLy, " Saira pun menyela jawaban Dokter BaiLy, "Apa yang terjadi pada SaiLy Dok?" tanya Saira getir.
Dokter BaiLy semakin tertekan karena saat ini kondisi SaiLy semakin memprihatinkan. "Bu Saira, saya... Saya minta maaf. Soalnya, anak ibu SaiLy, masih dalam keadaan kritis. Tapi saya janji! Saya akan berusaha kembalikan keadaan SaiLy seperti semula." ungkap Dokter BaiLy, dengan penuh penyesalan. Saira pun, kedua matanya memerah. Dan rasanya dia ingin memarahi Dokter BaiLy. Akan tetapi... dia teringat dengan semua pengorbanannya untuk SaiLy.
"Ibu mau pukul saya silahkan! bukannya semua, karena saya! Iyakan?" Dokter BaiLy, terus mrmojokan dirinya sendiri. Seakan dirinya yang salah kepada SaiLy. Beliau pun, mencoba menarik tangan Saira yang, nengepal.
"Tidak Dok!" Saira terpekik hatinya, sesaat Dokter BaiLy, memintanya untuk memukul dirinya. Yang telah berjuang untuk putrinya. "Kenapa Bu? Ayo! Ibu pukul saya, saya memang pantas di pukul. Silahkan!" Dokter BaiLy, terus memojokkam dirinya sendiri. Yang tadinya hendak menolong SaiLy.
Saira pun hanya menangis tanpa berkata apapun kepadanya. "Bu Saira. Ayo pukul saya! Saya yang salah Bu!" Saira pun semakin tidak tega, untuk terus menyalahkan Dokter BaiLy. "Cukup Dok!" pekik Saira dengan sangat lantamg nya kepada Dokter BaiLy. "Anda tidak bersalah Dok! saya yang salah. Apa yang harus saya cari dari kesalahan anda? cukup Dok! jangan salahkan diri anda lagi. Saya... saya terlalu egois! maafkan saya Dok." ucap Saira dengan penuh rasa penyesalan kepada beliau.
Dokter BaiLy pun hanya sedikit tersenyum melihat Saira yang merasa bersalah terhadapnya. "Bu Saira, maafkan saya juga ya. Karena... saya belum bisa selamatkan SaiLy. Saya janji, akan berusaha kembali, untuk mengobati SaiLy." ucap Dokter BaiLy, berjanji kepada Saira. "Terima kasih Dok! saya..." Dokter BaiLy pun, menyela kembali perkataan Saira. "Sudah Bu! saya... mau pergi dulu ke Ruangan Dokter! katanya ada meeting. Assalamu'alaikum!" ucap Dokter BaiLy, seraya bergegas menuju lantai 2, untuk meeting.
"Waalaikum sallam, maafkan saya Dok!" Saira masih sedikit menyesal dengan semua ungkapan jelek kepadanya. Sedangkan beliau masih berusaha untuk mencari jalan terbaik, untuk padiennya itu. Kenapa Dokter BaiLy, sangat perhatian sekali ya, dengan SaiLy. Padahal kan, mereka baru bertemu beberapa kali dengan SaiLy dan Saira. Apa memang semua Dokter seperti itu ya? tapi, tidak semua Dokter, sama seperti Dokter BaiLy.
Sementara Dokter BaiLy pun menuju Ruangan Dokter. Di mana semua Dokter
berkumpul di Ruangan tersebut. "Assalamu'alaikum," ucap Dokter BaiLy,
seraya memasuki Ruangan tersebut. "Waalaikum sallam, nah ini dia Dokter
kita yang baru." ucap seseorang kepadanya. "Apa? Dokter baru. Maksud
anda?" tanya seorang Dokter dengan sedikit heran kepadanya. Lalu siapakah Dokter yang bertanya seperti itu, di tengah acara meeting.
"Loh, anda belum tau Dok? ini Dokter BaiLy, seorang Dokter Spesialis anak. Yang menggantikan, posisi Dokter Williams. Karena beliau harus pindah praktek di tempat lain." ujar pak Direktur Rumah Sakit harapanku. Dokter tersebut pun, menatap penuh sinis keiada Dokter BaiLy. Lalu beliau pun berkata kembali. "Begitu ya, Anda punya gelar apa?" tanya sinis Dokter tersebut, dengan perkataan yang agak sedikit menyinggung Dokter BaiLy.
"Kenapa anda bertanya seperti itu kepada saya?" tanya Dokter BaiLy, yang sedikit merasa terinjak dengan pertanyaan Sinis, Dokter yang satu itu. "Ya... takutnya, anda Dokter bohongan. Soalnya..." Perkataan Dokter itu pun tersela oleh Dokter BaiLy. Yang tiba-tiba saja ada di sampingnya. Dengan wajah sedikit memerah, dan amarahnya mulai memuncak. "Ok! Anda tidak percaya saya seorang Dokter, baiklah akan saya buktikan. Untuk apa saya membohongi semua orang. Hanya karena saya ingin berada di Rumah Sakit ini. Saya di tugaskan, oleh pak Direktur, untuk praktek di sini. Paham?" cetus Dokter BaiLy, yang seketika ingin memukul Dokter tersebut.
Pak Hasyim pun, menghentikan peleraian mereka. Yang mungkin... akan berlangsung menjadi kegaduhan. "Dok... stop! kalian kenapa jadi ribut? Bukannya kita semua ini mau ada meeting? saya harap kalian semua bisa tenang ya! Saya mohon..." Pak Hasyim sebagai Direktur Utama di Rumah Sakit Harapanku, mencoba membujuk para Dokter. Yang sedang bersekutu itu. Karena apa? Mereka sebenarnya mau meeting atau bertengkar. Hanya karena sebuah pertanyaan sepele.
Dokter BaiLy pun, mngibaskan tangannya. Yang tadinya ingin memukul Dokter yang menghina nya itu. Lalu.. Siapakah Dokter tersebut? kenapa dia paling angkuh di bandingkan Dokter lainnya. "Dokter Samuel! Sudah ya Dok, kasihan Dokter lain, pada keganggu ketenangannya, oleh perseturuan kalian.
Sekarang kita lanjutkan meetingnya!" ujar Pak Hasyim sebagai Direktur Utama yang ingin menyampaikan sebuah pesan penting, di sebuah pertemuan meeting malam ini.
"Enak saja! Saya akan mengalah? tidak! Lihat saja Dokter sok baik! Saya akan tunggu kamu di halaman Rumah Sakit." ujar Dokter Samuel seraya terus menatap sinis kepada Dokter BaiLy, yang masih berada di depan mukanya.
Sementara Dokter BaiLy pun sama. Beliau tidak rela harga dirinya di rendahkan, oleh rekan sejawatnya, beliau merasa jika dirinya seperti anak kecil yang masih selalu terhina, dan selalu di pojokan. "Saya tidak rela, jika Saya di pojokan, di mana harga diri saya sebagai seorang Dokter? tunggu saja Dokter Samuel!" gerutu hati Dokter BaiLy kepada Dokter Samuel.
Sementara Saira masih menunggu putri semata wayang nya tersebut. Dia ingin melihat putrinya, segera sadarkan diri. "Maafkan Ibu putriku! Ibu saat ini, tidak dapat berbuat apa-apa untuk kamu. Ibu, hanya bisa serahkan semuanya kepada yang di atas, semoga yang kuasa segera mencabut segala sakit yang ada di dirimu putriku." ujar hati Saira seraya memegang tangan SaiLy yang sangatlah dingin sekali.
"Namun" Tiba-tiba saja... "Ceklik" Suara pintu terbuka pelan. Sejenak Saira pun memperhatikan siaran langkah kaki, yang menghampiri dirinya itu. Lalu... Siapakah orang tersebut? "Hmm." suara dehem orang tepat di belakangnya itu. "Siapa ya malam-malam begini, masuk ruangan?" tanya hati kecil Saira yang, tak tau. Siapa orang di balik ini.
bersambung...