Tik ... Tik ... Tik ...
Bunyi jam dinding berdetak di ruang meeting tempat Firda menunggu user yang akan meng-interview dirinya. Firda telah melakukan interview singkat dengan HRD dan mereka menyuruh Firda menunggu di ruangan ini sebagai interview selanjutnya bersama calon bosnya.
Firda menggunakan kemeja putih dan blazer hitam. Celana bahan skinny berpadu wedges hitam yang ia pakai membuat kakinya yang jenjang terlihat semakin cantik.
Firda sudah sangat percaya diri dengan penampilannya. Semoga interview har ini berjalan lancar karena ia berharap bisa magang di perusahaan ini. Start up company di bidang travel yang perlahan sedang berkembang. Bahkan jika dianalisa lebih jauh, perusahaan tersebut akan mengalami kemajuan pesat dalam beberapa tahun mendatang.
Terlihat dari pegawainya hampir 90% anak muda. Beda sekali apabila Firda magang di kantor Mamanya. Ia sudah pernah mendengar bagaimana lingkungan kantor sang Mama begitu rumit.
Tak lama, pintu ruangan tergeser. Tampak jelas wajah sang user yang akan melakukan interview. Lelaki itu tersenyum sambil menutup pintu.
Ia menyapa Firda, sangat ramah. "Halo, halo. Sorry banget, ya, agak nunggu jadinya. Tadi terjebak di meeting yang nggak bisa ditinggal," beritahunya sambil menyodorkan tangan kepada Firda, yang langsung disambut oleh Firda.
"Eh!" Wajahnya terperanjat kaget diiringi sebuah sneyuman menahan tawa. "Kamu yang tadi nyasar di lift, kan?"
Demi apa? Firda canggung setengah mati. Saking canggungnya, Firda menggaruk kepala, tertawa paksa. Betapa malunya ia saat ini.
"Iya," jawab Firda tertawa getir. "Kok ingat, sih?" Firda bertanya balik. Penasaran mengapa lelaki di depannya ini begitu mengingatnya padahal ada banyak orang di perusahaan yang lumayan besar ini.
Ia duduk sambil terus tertawa. "Well. Gerutuan kamu insightful. Jadi aku ingat," sahutnya diiringi tawa semakin keras hingga Firda semakin malu.
Itu pujian atau sindiran, ya?
Jadi, ceritanya tadi Firda ketika smapai di gedung tersebut, Firda hanya diberi kartu akses tanpa diberitahu untuk apa penggunaannya selain digunakan untuk akses melewati turstile gate di lobi lantai dasar.
Saat menunggu lift, salah satu dari empat lift yang tersedia di lantai dasar terbuka dan banyak orang keluar masuk. Dengan cepat Firda ikut memasuki lift yang terbuka tersebut bersama banyak orang.
Namun betapa terkejutnya saat Firda ingin menekan tombol lift, ternyata di dalam lift itu tidak terdapat satu pun tombol angka. Tombol yang tersedia hanya untuk menutup dan membuka pintu.
Mendadak Firda panik. Ia gelagapan tidak tahu harus bagaimana.
Ketika orang terakhir turun di lantai 22, Firda ikut turun. Lalu ia celingak-celinguk kebingungan di depan lift hingga akhirnya seoarang laki-laki datang dengan macbook diapit lengan dan fokus tertuju pada ponselnya.
Laki-laki itu segera menyadari keberadaan Firda. Kentara sekali bila Firda kebingungan. Sampai ia pun bertanya, "Ada yang bisa dibantu?"
"Ada," jawab Firda cepat, singkat. Sesekali gestur tubuh menggaruk kepala yang jelas tidak gatal.
"Saya nyasar gara-gara nggak ngerti cara pake lift."
Lalu laki-laki itu tersenyum sambil menahan tawa. "I see, that happens a lot." Ia mengangguk paham. Tak lama itu berjalan menuju kotak kecil yang terdapat di tembok sebelah lift. Ia menyentuh layar sentuh di sana setelah menyentuhkan kartu aksesnya.
"Mau ke lantai berapa?"
"25," jawab Firda, singkat.
"Oh, sama. Saya juga," kata lelaki itu seraya menyentih kembali layar sentuh tadi.
Lalu tak lama pintu lift terbuka. Firda bersama lelaki itu masuk bersamaan.
"Jadi, kita pilih dulu lantainya sebelum masuk lift?" tanya Firda menatapnya dengan mengernyit penasaran.
"Iya." Laki-laki tampan itu mengangguk. "Nanti muncul di layarnya, kita harus naik lift yang A, B, C, D."
"Banyak banget pasti tamu yang nyasar," tutur Firda nenanggapi dibalas dengan anggukan serta senyuman tampannya.
"Harusnya ada petunjuknya. Lift kan dari luar semua sama, kelihatan Cuma kotak aja. Tau darimana kalo di dalamnya beda nggak ada tombolnya?" Firda menggerutu sebal.
Laki-laki itu menyipitkan mata masih tak henti menebar senyum, tertarik pada ocehan Firda.
"Ish, mungkin itu kenapa banyak gedung yang belum pake lift kayak gini. Belum banyak yang familiar sama user flow-nya, kalau pake lift kayak gini malah nambahin kerjaan mesti nempelin petunjuk pemakaian atau at least meletakkan satpam di depan lift buat ngajarin cara pake lift." Firda berdecak seraya menggelengkan kepala.
"Saya nggak kebayang lo kalau tadi saya diam aja di dalam lift terus kejebak di dalamnya karena lift nggak gerak lagi. Kalau saya claustrophobic, bisa mati nggak sih?"
"Kan tinggal keluar." Lelaki itu begitu santai merespon. Tawa kecil selalu ia tahan agar tak kentara meledek Firda.
"Nggak ada tombolnya."
"Ada, tombol buka pintu."
Firda terkesiap."Ah. iya bener." Deretan gigi putihnya terlihat seoalah tak berdosa telah bersikeras.
Dan laki lelaki itu tertawa. Hingga kepalanya menggeleng pelan yang mungkin Firda pikir luput dari matanya karena ia kembali menatap angka di layar lift untuk menutupi rasa malunya.
Malu banget karena ternyata bak korean drama atau FTV. Ternyata laki-laki tadi adalah user yang duduk di hadapan Firda dan parahnya akan mewawancarai dirinya.
Laki-laki tersebut masih terlihat sangat muda. Firda menerka-nerka, barangkali umurnya 30 an. Tapi penampilannya masih necis. Mengenakan kemeja flanel berwarna hijau muda dan lengan baju digulung sampai ke siku, memberi kesan maskulin. Kemeja itu dibiarkan keluar dan dipadankan dengan grey jeans yang santai.
Tubuhnya tinggi jenjang, begitu juga badannya. Tak kalah dari model profesional jika Firda amati secara detail. Kaki langsing dan panjang, begitupun bentuk pinggang sampai ke bawah. Bisa dibilang tidak terlalu buffy karena kebanyakan mengangkat barbel di gym.
Jangan lupakan dada bidangnya. Apa lagi hiasan bulu hitam manja itu tampak terlihat ia laki-laki maco. Jelas saja dari gaya ia berdiri serta tangan atletis menandakan rajinnya ia workout. Ah! Menyebalkan sekali mengapa Firda membayangkan apakah perutnya six pack.
Oh hampir lupa, Firda pun tergoda pada rambut cepak tipis di sisi kanan dan kiri. Persis model rambut laki-laki pada umumnya di zaman sekarang. Bahkan Wiili rambutnya nyaris seperti laki-laki di depan Firda saat ini. Tapi nampaknya rambut Willi lebih panjang sedikit dan lebih tebal.
Perlahan laki-laki itu masuk. hanya membawa laptop di genggamannya, ia lantas duduk. Menaruh pelan laptop bermerk apple itu di atas meja.
"Udah nunggu berama lama nih?" Kalimat ramah yang begitu mengesankan Firda.
"Nggak lama. Paling sekitar 45 menit gitu, lah." Sebisa mungkin Firda menyembunyikan kekesalannya akibat menunggu lama.
"Hahaha." Tawanya nyaring mengusik mood Firda. Jelas sekali user itu mengejek Firda yang sok tangguh menunggu.
"Duh, maaf ya. Emang ini orang-orang di sini kalau meeting suka overlapping," sambung laki-laki itu. Kali ini Firda sedikit tersentuh. Lantaran mimik muka sang user terlihat tak enak hati.
Ya iyalah. 45 menit guys! Udah bisa tidur siang.