Gadis yang kerap di sapa Zinara, yang kini hanya menghabiskan waktu istirahat di taman belakang sekolahnya. Zinara sangat berbeda dengan anak-anak yang lain, ia lebih baik menyimpan uangnya dari pada harus membuang-buang uangnya untuk hal yang tidak penting seperti kebanyakan anak di usianya. Menurutnya, untuk mendapatkan uang bukanlah hal yang mudah, melainkan butuh proses yang panjang juga hal yang tidak mudah. Entah karena kondisi keluarganya juga lah yang membuatnya seperti ini. Namun, tiba-tiba suara kejutan dari ketiga sahabatnya membuat Zinara terperanjat kaget.
"Baaa!" suara ketiga sahabatnya, membuat Zinara gelagapan kaget mendengarnya.
"Astagfirullah, lo pada bisa gak sih kalo dayang itu baik-baik aja! Atau panggil nama gue dulu gitu? Kalo gini, lo sama aja mau bikin gue serangan jantung, dan mati. Kalian mau!" seru Zinara sedikit kesal.
"Habisan, akhir-akhir ini gue perhatiin lo tuh suka banget ke sini, dan gak pernah lagi mau ke kantin bareng kita. Kalo lo ada masalah, lo bisa cerita ke kita Zinara! Iya gak Del, San?" ucap Dara pada Delia dan Santi secara berganti untuk mendapat respon dari kedua sahabatnya itu.
"Iya bener banget tau! Gue malah jadi ngeri kalo lo ngelamun mulu. Terus lo malah jadi ketawa-ketawa sendiri, kan gak lucu tau!" tukas Santi menimpali cekikikan.
Sedangkan Delia hanya menyimak percakapan teman-temannya, eh ralat bukan temannya melainkan sahabatnya.
"Orang gue cuma lagi sendiri aja! Gak usah lebay deh lo pada!" elak Zinara mencoba untuk menetralkan raut wajahnya pada ketiga sahabatnya itu.
"Nih ya, Delia, Ara, dan Santi yang cantik. Dari pada lo bertiga ngoceh gak jelas kayak gini terus mendingan kita balik ke kelas kuy! Bentar lagi, kan bel masuk tuh. Apalagi, sekarang kita belajar matematika kan, sama buk Sonia, jangan sampai kita berempat di amuk sama dia. Lebih sereman mana, dari pada gue kesurupan?" kini Zinara ikut menimpali dan terkekeh saat melihat ketiga sahabatnya itu merubah raut wajahnya masam.
"Ngeles mulu lo!" celetuk Dara.
"Tau nih, giliran kita peduli eh malah di cuekkin," sela Delia lagi.
"Udah ah, dari pada kalian berdua ngomel mending masuk kelas, bener tuh kata Zinara!" tengah Santi yang kini sudah merangkul kan tangannya di tangan Zinara.
"Yayaya, terserah deh," tukas Dara malas.
"Dasar, sahabat lo tuh Ra!" tukas Delia.
"Sahabatnya lo juga kan," jawab Dara tidak mau kalah seraya menoyor kepala Delia.
Pelajaran dengan buk Sonia berjalan dengan lancar, meskipun hanya tertinggal beberapa menit lagi, dan itu pun digunakan untuk mengerjakan soal-soal yang di berikan oleh buk Sonia.
"Zinara, lo udah selesai belum? Gue mau liat dong! Kan lo Queen-nya matematika," ujar Santi yang di balas dehaman oleh Zinara.
Memang sih, kalo masalah akademik serahin ke Zinara aja! Di sekolah pun Zinara famous karena kepintarannya, mendapatkan juara umum di sekolahnya, bahkan juga sering ikut olimpiade mewakili sekolahnya, dan itu tentu saja tidak pernah mengecewakan nama sekolahnya.
Dan saat ini, bel pulang sekolah pun menganggetkan anak-anak yang dari tadi menunggu jadwal pulang. Sebab mereka pusing setengah gila memikirkan rumus-rumus dan soal yang di berikan bu Sonia. Kelas XII IPS 2 adalah kelas yang di tempati Zinara dan ketiga sahabatnya itu, sudah mulai kosong dan hanya menyisakan mereka berempat yang masih sibuk membereskan semua buku dan alat tulis yang berserakan di atas mejanya masing-masing dan menaruh ke dalam tasnya. Kegiatan mereka menciptakan keheningan di antaranya.
"Kalian udah pada siap belum? Ini kelamaan banget tau!" ujar Delia membuka suaranya, memecahkan suasana sunyi.
"Udah kok!" jawab mereka bertiga serentak.
***
Kini Zinara sudah berada di depan rumahnya dengan langkah gontai ia langsung masuk tanpa sepatah katapun. Namun, suara bas membuat gadis itu terkejut.
"Kalo masuk rumah, ucap salam dulu! Jangan kayak tamu gak di undang, diam-diam bae!" celetuk Devan, abang Zinara.
"Gue gak salah denger kan?" tanya Zinara pada dirinya sendiri, dengan penasaran ia membalikan tubuhnya ke belakang, gadis itu begitu girang dan langsung menghempaskan tubuhnya ke dalam pelukan Devan, hal ini tentu saja membuat Devan tak habis pikir dengan sikap adiknya semata wayangnya ini.
"Abang kok udah pulang? Bukannya abang kuliah?" tanya Zinara pada Devan seraya melepaskan pelukannya dari pria itu.
"Gue kan lagi libur," jawab Devan santai, seraya mengacak dengan gemas rambut Zinara.
Zinara yang mendengar jawaban dari sang abang, membulatkan mulutnya membentuk huruf o dan terus tersenyum semringah.
"Idih, kesambet apa lo, ketawa-ketawa sendiri? Buruan sana ganti baju! Udah bau tuh," celetuk Devan dan mendorong pelan tubuh Zinara untuk segera menjauhinya dan bergegas mengganti pakaian.
"Apaan sih? Iya deh, gue ganti baju," jawab Zinara setengah kesal. Padahal, baru saja dirinya senang melihat kedatangan sang abang. Eh, malah di usir buat ganti baju. Mana di katain bau lagi, siapa yang gak bakalan kesel coba? Apalagi ini abang gue sendiri!
Setelah ganti baju, Zinara langsung menghampiri Devan yang tengah fokus menonton chanel kesukaannya di televisi dan tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 21.30 dan tiba-tiba rasa kantuk juga menyerang dirinya.
"Bang, gue ke kamar dulu ya!" teriak Zinara yang berpamitan pada Devan yang masih setia di depan televisi. Tanpa tanggapan sedikit pun, kali ini Devan menatap ke arah kamar adiknya itu, memastikan jika gadis itu sudah tertidur. Lalu mengukir bulan sabit di bibir tipisnya.
***
Sinar mentari pagi mengusik kenyamanan tidur Zinara, dan memaksa dirinya untuk segera terjaga dari alam mimpi yang baru saja ia hampiri. Matanya terhenti saat menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi, Zinara yang kini berada di tempat tidur pun, ikut terlonjak panik dan bergegas menuju kamar mandi, lalu setelah beberapa menit gadis itu akhirnya sudah siap dengan seragam sekolahnya yang tampak begitu rapi.
Tanpa berlama, Zinara menghampiri meja makannya yang kini hanya menyisakan Devan yang masih sibuk dengan ponsel yang ada di genggamannya, sedangkan kedua orang tuanya sudah lebih dulu berangkat ke kantor. Ia langsung mengambil posisi di hadapan Devan lalu menyantap sarapan paginya dengan terburu.
"Bang tolong anterin ke sekolah dong, udah telat banget ini sumpah!" rengek Zinara, dan juga setengah panik kalo saja ia harus di hukum oleh satpam. Namun Devan hanya diam tanpa menggubris rengekan adiknya itu.
"Ih ayok dong! Jangan banyak drama dulu, ini udah kesiangan tau! Lagi pula kalo tadi gak ketiduran, gue pergi bareng papa kali," ucap Zinara kesal.
"Iya, iya, kuy!" jawab Devan.
Zinara mendengus kesal.
"Dari tadi kek,"
Sedangkan Devan yang sudah berjalan lebih dulu terkekeh kecil melihat raut wajah adiknya itu.
***
Kini Zinara sudah berada di sekolah, namun sayangnya pagar sudah dikunci duluan oleh satpam sekolahnya, dan nasib baiknya Devan mau bicara pada satpam sekolahnya untuk meminta agar adiknya itu diizinkan untuk masuk.
"Aaaa, makasih banyak abang, makin sayang deh sama abang," jerit Zinara bahagia. Satu kecupan mendarat di pipi Devan, sebelum sesaat kemudian gadis itu berlari memasuki area sekolahnya. Sebelum di kunci lagi sama satpam rese yang menjaga sekolahnya itu. Meresahkan banget, mana pagi-pagi wajahnya udah burem lagi, kayak kertas remuk. Tapi, ya udah sih gak masalah, yang penting ia bisa masuk tanpa harus di proses dulu.
Dan sesampainya di kelas, dengan keadaan yang jengah akibat berlari melewati lorong sekolah dan tak lupa menaiki anak tangga yang cukup menguras energi di pagi hari ini sungguh membuat Zinara ingin pingsan. Dewi Fortuna memang berpihak padanya, pasalnya pelajaran pertama ini jam kosong, di karenakan guru yang sedang rapat.
"Ya ampun, lo datang telat untuk pertama kalinya bestie!" seru Santi dengan suara toanya.
"Maklum bestie, gak di bangunin ayang, makanya telat," ledek Dara.
"Bodo! Bacot banget lo pada!"
"Eh, udah dong! Gue lagi mikir nih," sela Delia.
"Apa?"
"Kalo nanti ujian kelulusan, tolong bantuin gue ya!" ujar Delia seraya memegang tengkuknya yang tidak kenapa-kenapa.
Sontak mengundang tatapan tajam dari ketiga sahabatnya itu.
***