Karena Dia
Kami membawa tukang parkir itu menuju sel. Dimana aku melihat wajah Zein yang merasa bersalah. Emma sedang mencatat nama dari pak tukang parkir itu untuk dimasukan ke data tahanan
"Dimana Ichi?" tanyaku kepada Emma yang sedang mencatat datanya
"Dia sedang ke Terminal untuk melaporkan kepada pak manager"
"Ouh begitu..." aku semakin merasa kasihan karena Zein mengalami ini. Dia adalah anak polos dan penurut, dia tidak tega melukai orang lain. Aku pun berjalan menuju Zein dan merangkulnya
"Oi.. Kamu... Janganlah bersedih. Toh pak tukang parkir itu gak mati kan? kamu minta maaf saja padanya" ucapku menenangkannya
"Baiklah"
"Nah begitu doongg... Itu baru Zein yang kukenal" Zein pun menuju sel untuk meminta maaf kepada pak tukang parkir tersebut. Aku pun ikut dengannya
"Emma? kamu masih mencatat?" tanyaku terkejut
"Aku juga menulis buku harianku. Apakah salah?" tanyanya dengan memelas
"Eh... Tidak sihh... Lanjutin aja.." tiba tiba Zein sudah berada didekatku
"Sudah selesai?" tanyaku
"Sudah... Dia berkata "Tidak apa-apa, lagi pula ini pekerjaanmu kan?" dia berkata seperti itu, aku jadi lega" Zein pun tersenyum kembali
"Aku juga lega melihatmu tersenyum lagi"
"Oh iya... Selanjutnya kita mau ngapain?" tanyaku kepada Zein
"Kita akan ke Terminal untuk meminta misi lagi"
"Oke gass!!"
"Emma kamu ikut?" Emma menjawabnya dengan menganggukkan kepalanya
Kami pun bergegas menaiki mobil kami dan menuju ke Terminal untuk mendapatkan misi. Kami sangat bersemangat untuk misi selanjutnya. Saat kami ingin ke ruangan manager, ternyata Ichi sudah lebih dulu di ruangan manager
"Eh Ichi?" tanyaku terkejut
"Ada apa kalian datang ramai ramai begini?" tanya Ichi
"Kami ingin meminta misi untuk diselesaikan" ucap Emma dengan polos
"Emang misi untuk ditunda kah?" tanyaku dan Zein dengan berwajah konyol
"Kebetulan sekali Ichi barusan bercerita tentang misi pertama kalian. Tentang organisasi kejahatan juga. Terima kasih sudah menyelesaikan misi sampai ke akar akarnya" ucap manager itu
"Omon omong, kau tidak tahu bahwa Emma adalah Manshin milikmu, Aezard?" aku terkejut dengan pernyataan itu
"Manshin milikku?" tanyaku terkejut dan merasa bingung
"Iya. Kau kan konduktor. Kok kau sampai lupa peranmu?" aku pun mengingat peranku
"Oh iya! aku baru ingat. Omong omong, bagaimana cara menggunakan kekuatan konduktor?!" tanyaku dengan antusias
"Dengan cincin ini" ucap pak manager dengan mengulurkan cincin itu kepadaku
"Cukup gerakan jarimu yang dipasang cincin itu, dan Emma akan bergerak sesuai keinginanmu. Emma juga memakai cincin yang sama. Jika kalian menempelkan kedua cincin itu, Emma akan mendapatkan zirah perangnya" jelas pak manager
"Waahhhh pasti sangat keren ya?!" ucapku dengan antusias
"Jadi... Misi untuk tim Aezard itu apa?" tanya Ichi dengan cemberut
"Misinya adalah...Menghancurkan organisasi kejahatan yang dimaksud tukang parkir itu"
---------
Terdengar suara orang tertawa licik. Dan juga terlihat beberapa kepala Manshin yang di pajang di mejanya
"Sedikit lagi, pasti...." terlihat foto Emma di meja orang itu dengan digambari sasaran
"Aku akan mendapatkan kepalamu"
----------
Kami pun menuju ke apartemen kami untuk bersiap siap untuk besok. Aku langsung berbaring di kasurku karena lelah seharian rapat
"Mungkin kita perlu bawa senjat-" tiba tiba Emma menodongkan pedang tepat didepan wajahku. Aku pun terkejut dan panik
"Aezard. Aku tiba tiba memunculkan pedang ini. Aku harus simpan dimana"
"Gausah diarahin ke aku!" teriakku
"Oh maaf. Kupikir kamu akan senang jika ditodong senjata"
mana ada orang yang suka ditodong oleh senjata. Pikirku
"Wah ada wadah pedangnya juga" Emma langsung memasukan pedang itu diwadah pedangnya
"Sangat cantik..." ucap Emma dengan terpesona
"Omong Omong, kamu dapet pedang itu darimana?"
"Emmm.. Dari cincinku"
"Mungkinkah?" pintu kamar mandi terbuka. Dimana terlihat Zein yang hanya mengenakan handuk
"Aezard, Emma. Siapa dulu nih yang mandi" Emma langsung bergegas melepas pakaiannya. Aku reflek menutup mataku
"E-Emma. Jangan disini" teriakku. Aku bahkan merasakan wajahku yang memerah
"Tenang saja. Aku masih mengenakan pakaian dalamku" ucapnya dengan polos
"L-L-Lepaskanlah pakaianmu di dalam kamar mandi!" teriakku
"Baiklah" dia pun langsung berlari ke kamar mandi
"Ahaha. Emma selalu seperti itu ya?" ucap Zein dengan tertawa
"Seperti itu, apa maksudmu?" tanyaku kebingungan
"Dia selalu saja bersikap seperti itu, lemah lembut, polos, wajahnya selalu datar kan? kecuali jika dia sedang bahagia atau apa" jelas Zein dengan tersenyum
"Selama ini, dia tidak pernah tersenyum sebelum bertemu denganmu" aku terkejut
"Kenapa?"
"Tanyakan saja padanya"
Aku tidak tahu bagaimana kehidupannya sehari hari. Seperti apa dia bergaul, dan dengan siapa dia bergaul. Pikirku dengan wajah yang sedikit merah
"Anu..." Zein menoleh ke arahku "Jika misi ini selesai, aku mungkin akan mengajak- mengajaknya ber-berkencan" ucapku dengan malu malu. Zein tertawa padaku
"Boleh saja"
"Kau kan sudah di Terminal Manshin selama 2 tahun, aku hanya pemula disini, mungkin kau bisa memberi tahuku tentang Emma kepadaku"
"Baik. Tenang saja"
-----
Terkihat Ichi yang ingin mengetok pintu, dia tersentuh karena mendengar ucapan Aezard yang peduli dengan masa lalu yang dialami Emma. Wajah Ichi memerah membayangkan sesuatu. Dia pun membuka pintu nya
"Oh. Ichi" ucapku dengan menoleh ke arah Ichi
"Ada apa kesini Ichi?" tanya Zein
"A-Aku akan ikut dengan kalian besok" wajahnya memerah
"Aku tidak berniat untuk bersamamu ya Aezard! hmph! aku hanya diperintahkan untuk membantu misimu. Lagipula aku memiliki waktu luang yang banyak dibanding kalian" Aku dan Zein tertawa. Tak sadar bahwa Emma dibelakang Ichi
"Ichi mau ikut besok?" tanya Emma dengan antusias
"Iya" Emma pun tersenyum
"Aku tidak sabar untuk misi besok"
"Misi besok lebih sulit, yaitu membubarkan organisasi kejahatan" jelas Zein dengan mengenakan pakaiannya
"Aku akan siap" ucapku dengan semangat
****
Pagi hari tiba, waktu yang ditunggu tunggu telah tiba. Kami mempersiapkan banyak barang. Zein membawa pistol dan pisau lipat, Ichi membawa korek dan bensin, Emma membawa cincin itu dan pedangnya. Aku hanya perlu mengaktifkan cincinnya dan mengeluarkan kekuatanku mungkin
"Oke! kalian semua siap?!" teriakku dengan semangat. Mereka pun berteriak dengan semangat juga
"Ayo berangkat!" kami pun bergegas berangkat dari terminal Manshin kita menuju lokasi yang diduga markas dari organisasi itu. Yaitu kantor terlantar. Dimana kantor itu dulu adalah penjara untuk Manshin dan konduktornya
"Hei Zein. Apa kita punya rencana?" tanya Ichi dengan mengeluarkan keringatnya
"Apa kau takut Ichi?" tanya Zein
"Tidak. Masa kita menyusup tanpa rencana?"
"Bilang aja takut-" Ichi langsung memukulku karena dia duduk dibelakang bersamaku. Zein yang mengemudi, Emma yang di kursi depan juga
"Maaf" ucapku dengan kesakitan
"Bodoh. Aku tidak peduli" aku pun menahan tawaku. Tak sadar kita telah berada tepat di depan gerbangnya. Kami pun turun dari mobil dan memanjat gerbang itu. Aku menoleh ke atas karena kantor ini begitu tinggi dari bayanganku
"Cukup menakutkan ya?" tanya Emma. Tiba tiba pintu kantor itu terbuka dan berbunyi sendiri. Aku melihat tangan Emma yang gemetaran. Aku pun langsung memegang pundaknya untuk menenangkannya. Emma tersenyum padaku. Tiba tiba suara mobil berhenti terdengar di belakang kami. Kami pun langsung atur posisi. Dimana Zein mengawasi kantor itu, Ichi mengawasi atas kantor itu, Emma mengawasi belakang, dan aku mengawasi sekitar. Ternyata suara mobil itu adalah mobil milik salah satu karyawan di terminal Manchin. Ternyata karyawan itu adalah Nameda Chiyo, mantan kepala pasukan pengintai
"Oi kalian, tenang dikit dong"
"Chiyo san?" ucap Ichi
"Chiyo? kenapa kau datang kemari?" ucap Zein dengan penasaran
"Aku diperintahkan manager untuk membantu kalian, katanya misi ini sulit untuk pemula" ucapnya
"Bukan aku pemulanya, tapi dia" ucap Ichi dengan menunjukku. Aku pun hanya tersenyum dengan merasa bersalah. Tiba tiba pintu kantor itu tertutup dan terbuka seperti itu berulang kali dengan keras
"Dia merasakan keberadaan kita" ucap Zein dengan sedikit takut. Kak Chiyo langsung saja memimpin kita dengan membawa senter
"Aku sudah telfon polisi untuk mengepung area ini. Jadi kita hanya sebagai umpan. Jangan sampai terpisah"
Kami berjalan ditengah gelapnya ruangan, terdengar sirine polisi yang datang kemari dengan berbondong bondong. Kami sedikit lega karena itu
"Kita mencari di lantai atas dulu" tiba tiba Emma berteriak. Saat aku menoleh, Emma menghilang, aku pun langsung mengejar Emma dan mencarinya
"Emma!"
"Aezard!"
"Aezard!"
"Aezard bodoohhh!" aku mendengar mereka berteriak dan mengejarku juga. Namun aku tidak peduli, aku sudah berjanji akan terus membahagiakan Emma dan selalu bersamanya. Aku berjanji pada diriku sendiri. Itu adalah jalan yang aku, tiba tiba sebuah tentakel robot menghampiriku dan berniat menusukku, tapi aku menghindar dengan cepat
"Jalan yang ku pilih!" ucapku dengan berteriak menyemangati diriku sendiri. Tentakel itu menyerang lagi dan hampir mengenaiku, namun aku berhasil menghindari serangan itu.
Terlihat seseorang yang keluar dari ujung lorong itu, ternyata orang itu adalah Emma yang berlumuran darah, aku panik dan cemas kepada Emma
"Emma!" aku berlari menuju Emma, namun dibelakang tubuh Emma yang berbaring kesakitan, terdapat pria yang mengeluarkan tentakel itu. Dia tertawa
"Aku ingin kau melihatku memenggal kepalanya untuk kujadikan koleksi" ucap orang itu padaku
-----
"Sial banyak sekali!" teriak Zein dengan melawan ular ular yang keluar dari tanah. Zein terus menebas nebas ular itu, sedangkan Ichi menyerang laba laba yang muncul dari atas. Chiyo terus mencari Emma dan Aezard. Saat mencari Emma dan Aezard, dia bertemu dengan sekumpulan Manshin dan beruang setengah robot yang jahat
"Sial!"
"Ini adalah duniaku, tidak ada yang bisa masuk dari luar ke duniaku" ucap orang itu padaku. Dan benar saja, aku tidak bisa kabur dari ruangan ini. Ini sangat menguntungkannya. Tiba tiba tentakel itu kembali menyerangku. Aku sudah berusaha menghindar, tetapi ruangan ini membuat gerakanku menjadi lambat. Kakiku pun tertusuk oleh tentakel itu. Aku pun terjatuh
Sial sakit sekali! kenapa saat terjatuh gerakanku tidak lambat. Jika terus begini. Kita akan mati. Pikirku, dan terlihat Chiyo yang sudah meratakan Manshin dan beruang setengah robot itu dengan berlumuran darah. Karena Manshin adalah manusia setengah robot dan didominasi oleh darah manusia
"Bertahanlah..."
"Aezard" aku ditusuk tusuk oleh tentakel itu. Rasanya sakit sekali dan aku seperti hampir mati, tubuhku terasa panas. Aku mulai berhalusinasi. Aku melihat tubuh Emma yang sekarat, tapi aku seperti berada di samping Emma
"Aezard?" tanya Emma dengan kebingungan
"Aezard!" kini Emma berteriak panik. Emma pun langsung berlari menuju Aezard. Ketika Emma berlari, dia juga dikejar oleh tentakel itu, dia dihadang oleh tentakel yang menusuk Aezard juga. Kini Emma terkepung. Pria itu tertawa
"Aku mendapat koleksi baru"
Aku semakin tak sadarkan diri, halusinasiku semakin bertambah, tubuhku terasa dingin sekali, nafasku mulai sesak. Aku mengeluarkan banyak darah. Inikah? KEMATIAN?
"Aezard! bertahanlah!" aku mendengar suara Emma yang panik itu, aku... menjadi beban di tim ini, mungkin sebaiknya aku mati saja kan?
Emma terjatuh karena tertusuk oleh tentakel itu, dia mendesah kesakitan. Dia pun berbaring lemah dan tak berdaya.
Inikah... akhir dari hidupku? aku melihat Ichi yang sedang membunuh para laba laba itu dengan pisau lipat milik Zein, aku juga melihat Zein yang sedang berhadapan dengan para ular dan beruang robot dengan pistolnya. Aku juga melihat Chiyo yang sedang menebas beruang robot itu dengan pedangnya. Ya... Mungkin inilah akhirku. Tiba tiba aku melihat cahaya yang sangat terang didepanku. Ternyata itu adalah cincinku dan cincin milik Emma yang berhasil bersentuhan. Aku terkejut. Tiba tiba lukaku hilang sekejap dan langsung muncul baju zirah milikku dan Emma. Tapi kenapa baju zirah milik Emma terbuka? tanyaku kebingungan
"Baju itu... Kenapa kamu mendapat pakaian seperti itu Emma?" ucapku
Tapi... pakaian itu tidak buruk untukku. Kulit punggungnya sangat mulus dan licin, ketiaknya... aku ingin mencium ketiaknya juga. Tidak. Jangan begitu Aezard! pikirku
Tiba tiba Emma langsung menyerang dengan berputar untuk menebas tentakel itu. Pria itu semakin bersemangat. Tentakel itu membentuk tangan raksasa dan langsung menggenggam tubuh Emma. Emma pun merasa sesak dan kesakitan
"Nah... Waktunya aku beraksi" ucapku dengan sorot mata yang tajam
Ternyata berat juga yah? mengendalikan Manshin. Rasanya seperti mengangkat sebuah barbble seberat 10 KG lebih. Karena cincin ini saling terhubung. Jika aku ingin melepaskan Emma dari genggamannya itu, sama saja aku ingin melepaskan genggaman itu dariku
"Geiaaaaarrrrrggggghhhhhhh!!!!!" teriakku dengan penuh amarah. Tangan itu terbelah belah menjadi seperti daging cincang. Pedang dari Emma menebas tentakel itu. Emma berlari dengan cepat menuju orang itu
"K-Kenapa gerakannya tidak melambat?!" teriak orang itu dengan ketakutan
"Matilah" ucap Emma dengan melompat dan bersiap menebas orang itu. Orang itu kembali tersenyum. Dan benar saja, orang itu menusukkan tentakel ke perut Emma
"Grgh" suara Emma merasa kesakitan. Aku langsung berlari menuju orang itu. Sepertinya orang itu tidak melihatku dan hanya fokus ingin membunuh Emma
"Koleksiku-" aku langsung memenggal kepala orang itu, dan kepalanya terpental keluar jendela
"Emma, apakah kamu baik baik saja?"
"Aku. Yang terpenting adalah kamu. Kamu membuatku cemas. Aku takut jika kamu mati" ucap Emma dengan meneteskan air matanya. Tak lama, Emma memelukku
"Emma?"
"Entah kenapa aku merasakan hal yang berbeda saat satu tim denganmu. Aku merasa bahwa kamu adalah orang yang tidak akan pernah menyakitiku" aku terharu dengan ucapan Emma, tapi pertarungan belum berakhir
"Emma. Kita masih perlu membunuh pasukannya. Mungkin... Orang ini adalah satu dari kesekian banyak rekan rekan kejahatannya. Kita harus memeriksa dokumen dokumen disini" Emma pun mengangguk. Kami pun turun melewati tangga dan bertemu dengan Ichi, Zein, dan Chiyo. Aku terkejut
"Aezard?" tanya Ichi dengan terkejut
"Kenapa denganmu?" Ichi semakin khawatir
"Kejadiannya panjang, kita harus mencari tahu tentang anggota lainnya"
"Aezard" tak lama polisi mendobrak pintunya dan masuk ke rumah itu
"Apakah kalian baik baik saja?!" tanya polisi itu dengan cemas, dia terkejut melihat luka di tubuhku
"Tuan. Akan kami bawa kerumah sakit, ikutlah dengan kami" ucapnya dengan meraih tanganku
"Tidak" aku melepaskan genggamannya
"Aku baik baik saja" ucapku
"Kamu sebaiknya tidak memaksakan dirimu Aezard" ucap Chiyo
"Iya. Kami akan mencari petunjuk, kau beristirahatlah" ucap Zein
"Kamu juga Emma, ikutlah bersama Aezard ke rumah sakit
"Aku akan ikut jika Aezard ikut" pikiranku semakin kacau dan menahan tangisku. Aku menyadari bahwa teman temanku sangat menyayangiku
"Kau kenapa Aezard?" tanya Chiyo
"Hmmm... Tidak apa apa" aku mengusap air mataku
"Baiklah. Aku akan kerumah sakit, jika kalian perlu bantuanku, kabari saja aku" ucapku dengan tersenyum pada mereka
Kami pun dibawa ke mobil mereka untuk dibawa ke rumah sakit di kota ini. Saat perjalanan, aku melihat keluar jendela mobil. Aku melihat ada sebuah keluarga yang sedang piknik kecil kecilan dirumah mereka. Mereka terlihat sangat bahagia dan senang. Aku mengingat momen dimana kami bermain bersama di sebuah pohon yang sangat besar. Bersama ayah dan ibu. Kami sangat bahagia waktu itu
"Kamu kenapa Aezard?" tanya Emma dan membuatku terkejut
"Hueh!!"
"Kamu ngalamun tuh" ucapnya dengan memegang pipiku. Wajahku pun memerah
"Aku... Aku sedang memikirkan sesuatu" aku pun langsung memegang pundak Emma
"Emma. Aku ingin bertanya padamu...." Wajah Emma memerah dan gemetaran
-----
Apakah dia akan menciumku?! apakah dia akan mengungkapkan perasaanya padaku?! aku?! t-tidak mungkin! pikir Emma
"Tidak jadi.. Mungkin belum waktunya untuk menanyakan itu" Aku melihat Aezard yang kembali murung
-----
Aku tidak tahu, misalnya jika pertanyaan itu menyakiti hatinya... Aku tidak tahu
"Baju perangmu tadi... Sangaf sexy" ucapku tanpa sadar. Aku pun langsung menoleh ke arah Emma dengan ketakutan
"Eh! b-bukan itu mak-maksudku! ak- aku" aku melihat wajahnya yang sangat merah, dia pun juga merasa gelisah
"M-maafkan aku!"
"Obrolan remaja memang lucu ya?" tanya polisi itu yang sedang mengemudi. Kami pun tersipu malu
"M-maafkan kami"
"Tidak apa apa... Lagi pula kalian dalam masa pubertas bukan?"
"Ah. Iyah sih..."
Kami melanjutkan perjalanan dengan rasa canggung. Aku menyesal mengatakan itu. Apakah Emma akan membenciku? sial! bodohnya aku!
"Hiyahhgh. Sudah sampai" kami pun turun dari mobil. Aku terkesan karena rumah sakit ini seperti hotel. Rumah sakitnya berada di pusat kota. Sangat nyaman di daerah sini. Bahkan didekat kedai pizza dan cafe. Ini seharusnya bukan rumah sakit. Pikirku terkesan
"Kamu ngapain Aezard?" panggil Emma padaku. Aku pun terkejut
"Iya!"
"Ayo masuk" ucap Emma dengan tatapan polosnya. Aku semakin merasa bersalah mengatakan itu
"Emma" panggilku dengan ragu. Emma pun menoleh ke arahku
"Tidak jadi"
"Bodoh" ucap Emma, dan membuatku semakin merasa bersalah. Kami lanjut berjalan menuju ruangan untuk kami. Kami disambut oleh anggota polisi lainnya yang menunggu kita. Aku pun tersenyum pada mereka. Mereka membalas senyumanku
"Nah ini kamar kalian, beristirahatlah. Jika perlu apa, telfon kami"
"Baik" Emma langsung menuju tempat tidurnya dan duduk dengan merenung. Aku seperti satu ruangan dengan orang yang baru kukenal. Rasanya sangat canggung. Aku bahkan tidak bisa pindah dari posisiku. Aku terus memandang Emma
"Ada apa?" tanya Emma dengan nada datarnya
"M-maafkan aku"
"Hmm ya" aku pun menuju kasurku dan berbaring
Bagaimana caranya agar dia mau berbicara denganku? aku butuh saran dari teman temanku
****
Langit senja mulai tampak dari luar jendela ruangan kami, Emma menatap ke matahari terbenam yang tertutup oleh gedung gedung yang mulai bersinar karena lampu. Begitu sangat indah gedung gedung itu. Aku hanya bisa memandangnya saja dari sini. Jika saja waktu bisa ku putar, mungkin aku akan mencegah diriku untuk mengatakan hal itu, itu sama saja melecehkannya. Bodohnya aku
"Aezard" aku langsung tersadar dari bengongku
"Ada apa?"
"Apakah... Kau masih ingin menjadi rekanku?" tanya Emma dan membuatku takut, panik, cemas, dan khawatir jika dia akan memisahkan dirinya dari tim kami
"Ak-aku masih ingin menjadi rekanmu-Tidak! aku masih ingin menjadi temanmu" ucapku dengan ketakutan
"Bukannya lebih baik jika kita-" tiba tiba pintu ruangan kamar kami di buka dengan sangat keras, dan benar saja, itu adalah Chiyo, Zein, dan Ichi
"Chiyo. Bukannya ini dirumah sakit ya?" ucap Zein dengan keringatan
"C-Chiyo sannnnnn!!" ucap Ichi dengan nada yang di kecil kecilkan
"Oh. Maaf" jawab Chito dengan hanya tersenyum
"Ada apa kalian datang kemari?" tanyaku dengan kebingungan
"Kami datang untuk menjenguk kalian" ucap Zein dengan mengulurkan buah tangan yang sangat banyak di dalam keranjang itu
"Kau seharusnya tidak usah repot repot" ucapku
"Emma. Kamu gak makan?" tanya Ichi dengan khawatir, karena dia hanya diam saja sembari menatap kota
Chiyo mengeluarkan buah tangan itu dari keranjangnya. Dia mengeluarkan Pizza, Apel, Stroberi, Nanas, Semangka, Jeruk, Burger, Ikan Salmon, Sushi, Rumput laut,Air mineral
"Eheheh. Kelihatanya aku tidak dapat menghabiskan semuanya.. Jadi... Kalian juga harus memakannya"
Kami pun bersenang senang dan bercerita tentang kejadian hari ini. Sembari memakan Pizza dan meminum air mineral. Begitu menyenangkannya hari ini. Tapi pikiranku masih mengganjal tentang Emma. Aku harus meminta maaf padanya
******
Tengah malam tiba. Zein, Chiyo tidur di sofa didekat jendela. Emma juga tertidur dengan kaki di tekuk seperti kedinginan
"Aezaed" aku mendengar suara Ichi. Aku pun menoleh ke arah Ichi yang memanggilku
"Boleh ikut sebentar?"
Aku pun mengikuti kemana Ichi pergi. Aku sedikit takut kegelapan, karena lampu lorong rumah sakit saat malam tiba, dimatikan oleh petugasnya
"Hei Ichi. Apakah kamu tidak kedinginan? memakai kaos dalam saja? aku saja mengenakan jaket" tanyaku dengan wajah yang merah
"Bodoh. Kamu mesum" jawab Ichi dengan wajah yang sedikit merah
*****
Kami pun telah sampai di balkon rumah sakit
"Jadi kamu ingin membawaku kesini?"tanyaku dengan kedinginan. Ichi menaiki atap sebuah ruangan yang berisi generator. Dia berdiri disana dengan rambut yang terbawa angin
"Apakah kamu sedang bertengkar dengan Emma?" aku terkejut dan terheran
"Kau tahu darimana?" tanyaku
"Sudah jelas sekali kamu bertengkar dengan Emma. Emang...Masalah apa?"
"Aku gamau cerita" ucapku dengan tatapan kosongku
"Sudahlah cerita saja. Aku tidak akan marah"
"T-tapi"
"Janganlah pernah menyesal jika itu karena perbuatanmu" tiba tiba aku mengingat hal yang ibu katakan saat aku masih berusia 9 tahun
"Itulah pesan ibu padamu nak" aku melihat ingatan itu disaat seperti ini
"Jadi... Tolong beritahu aku masalah apa yang terjadi padamu dan Emma"
"Aku. Aku mengatakan bahwa tubuhnya sangat bagus" Ichi dengan reflek menutup dadanya dengan tangannya
"E-Eh bukan itu"
"Aku... tidak sengaja mengatakan itu. Lagi pula wajar saja laki laki terangsang dengan melihat tubuh perempuan yang selalu tertutup bukan?" ucapku
"Bukan masalah itu bodoh!" Ichi pun menamparku dan aku terjatuh
"Kamu baru saja kenal dengannya bukan?! kenapa kamu langsung mengungkapkan pikiranmu tentang tubuhnya itu?!" teriaknya
"Aku pun tidak mengerti!" ucapku dengan merengek
"Emma mencari rekan baru?! aku tidak mau itu!"
"Aku hanya ingin dia selalu berada di sisiku!" aku mulai menangis
"Eh? apa maksudnya perkataanmu?"
"Dia mengatakan bahwa dia ingin kita tidak bersama untuk sementara waktu. Aku tidak menginginkan itu" ucapku dengan menutup mulutku dengan kedua lututku
"Tolong jangan beri tahu Emma"
"T-tidak akan. Aku tidak tahu bahwa seorang Chinami Aezard mengatakan itu..."
"Tapi jika kamu ingin mencintai seseorang...." terlihat wajah Emma dengan tatapan serius "Kamu harus mengetahui masa lalunya"