Ayah Axel harus dibopong untuk sampai ke ruang makan. Axel yang sangat menghormati ayahnya itu pun membantu, walaupun dia sudah menjadi raja. Masa-masa seperti ini tampak dimanfaatkan Axel dengan maksimal agar bisa menjalin hubungan yang lebih baik lagi.
"Ayah, bagaimana keadaan Ayah pagi ini?" tanya Axel.
"Semua baik-baik saja. Bagaimana dengan pertemuan-pertemuan yang sudah kau lakukan?"
"Pertemuan berjalan dengan lancar. Kita banyak menemukan peluang baru untuk beraliansi dengan kerajaan lain," jawab Axel.
"Bagus. Aku tahu kau akan menjalankan semuanya dengan baik," ujar ayah Axel.
Mereka pun makan dengan damai pagi itu tanpa ada perdebatan sedikit pun. Ibu Axel pun bisa memberikan senyuman pagi ini dengan melihat suami dan anaknya berbincang dengan tenang. Ia juga melihat Charlotte dengan senyuman manisnya berusaha untuk melayani Axel dengan penuh kehangatan.
Ibu Axel bertanya kepada Charlotte tentang kegiatannya hari ini. Ia ingin sekali memiliki waktu bersama dengan menantunya itu. Mengingat, setelah Charlotte berada di istana ini, mereka sangat jarang bertemu dan bertukar pikiran satu sama lain. Ibu Axel yang masih menjadi ratu kemarin harus terus mendampingi suaminya.
"Hari ini tidak ada kegiatan apa-apa, Bu," ujar Charlotte sambil melihat suaminya.
"Ibu ingin mengajakmu untuk minum teh bersama." Ibu Axel tersenyum sambil melihat anaknya. Bagaimanapun Charlotte harus mendapatkan izin dari Axel, karena ratu bertugas untuk selalu mendampingi sang raja.
Axel tersenyum tipis kepada ibu dan juga istrinya. "Tidak masalah jika memang kalian ingin pergi bersama, ini juga baik untuk hubungan kalian berdua. Lagipula tidak ada pertemuaan apa pun atau kegiatan apa pun yang harus melibatkan ratu."
Charlotte terlihat sangat senang sekali, terlintas dalam pikirannya saat itu juga untuk menceritakan apa yang dirasakannya kepada Axel. Mungkin saja dengan begitu, mertuanya itu bisa membantunya lebih jauh lagi. Walaupun, hubungan Axel dan Charlotte terlihat baik-baik saja di depan kedua mertuanya, namun ketika mereka sudah di dalam kamar dan berdua saja, Axel masih orang yang sama.
Namun, Charlotte sadar, dia juga harus melihat situasi terlebih dahulu. Ia harus bisa membaca bagaimana suasana hati sang mertua, dan dia tidak ingin menjadi sumber dari perdebatan ibu dan anak ini. Jika Axel tahu dia menceritakan semua apa yang dirasakannya, Charlotte pasti akan dimusuhi.
*
Ibu Axel dan Charlotte mengambil tempat di belakang istana. Di temani dengan bunga-bunga yang cantik dan wangi, menambah kehangatan suasana untuk menantu dan mertua ini. Charlotte dan ibu mertuanya pun mengenakan baju dan riasan yang sangat cantik.
"Lama sekali aku tidak bersantai seperti ini," ujar ibu Axel sembari melihat bunga-bunga yang ada di sekitarnya.
"Kita bisa melakukannya lebih sering lagi, Bu," balas Charlotte.
"Ya, kau benar." Ibu Axel tersenyum dengan sangat damai.
Charlotte bahagia ketika mertuanya sangat bahagia ketika berada bersamanya. Ia mencoba untuk mencari topik menarik agar pertemuan ini lebih menarik lagi. Charlotte menanyakan kisah masa kecil Axel bagaimana dan juga apa kenangan terlucu dari suaminya itu.
Benar saja, topik itu membuat mertua Charlotte itu sangat bersemangat untuk menceritakan bagaimana masa kecil Axel. Ibu Axel seperti membuka album lamanya, mengingat bagian yang paling menyenangkan dari sang putra.
"Axel adalah putraku yang sangat gagah dan berani sejak ia masih kecil, apa pun yang dilakukan oleh ayahnya akan selalu diikuti oleh Axel. Dari belajar memainkan pedang, memanah, berburu, dan masih banyak lagi. Ia pernah terjatuh ketika belajar menunggangi kuda, dan dia tidak menangis sama sekali. Namun, saat melihatku, dan berada di pelukanku, tangisan itu pecah seketika." Ibu Axel mengenang semua hal tentang anaknya dengan senyuman kebahagiaan.
"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana wajah imut Axel ketika sedang menangis dulu," ujar Charlotte membalas senyuman dan tawaan sang mertua.
Ibu Axel sangat tidak menyangka jika sekarang putra kecilnya sudah menjadi raja dan memiliki istri yang sangat cantik. Ungkapan itu disampaikan sembari melihat ke arah menantunya yang duduk tepat di sampingnya.
Charlotte tersipu malu ketika mertuanya mengatakan hal tersebut. Ia sadar betapa sang mertua sangat bersyukur memiliki dirinya.
Setelah itu, mertua Charlotte itu menanyakan tentang rencana Axel dan juga Charlotte untuk memiliki buah hati. Mengingat Axel sudah menjadi raja, dan hubungan mereka juga sudah semakin jauh. Pernikahan mereka memang tergolong muda, namun bagi keluarga kerajaan, akan lebih baik jika setelah menikah mereka memiliki buah hati.
Charlotte pun tidak bisa berkata banyak kepada ibu mertuanya. Ia terbayang bagaimana penolakan dari sang suami ketika dirinya mencoba untuk menggoda. Charlotte pun mengambil aman dengan mengatakan, ia hanya menuruti kapan Axel ingin memiliki buah hati.
*
Selepas perbincangan dengan Charlotte, ibu Axel menjadi khawatir kepada anaknya. Ia berpikiran jika mungkin saja Axel tidak ingin memiliki anak sama sekali dari Charlotte. Tapi, mau tidak mau, Axel harus memiliki satu, akan lebih baik pula jika itu adalah lelaki untuk meneruskan tahtanya menjadi raja.
Ibu Axel akhirnya menghampiri sang putra untuk membicarakan hal ini. Di mata ibu Axel, menantunya, Charlotte, sudah sangat baik dan penurut, dan yang salah dalam hal ini adalah anaknya. Jadi, ibu Axel memilih untuk menuntaskan langsung ke sumber masalahnya saja, agar cepat selesai.
"Bagaimana perasaanmu setelah menjadi raja?"
"Tidak bahagia dan tidak sedih juga. Aku tahu ini adalah tanggung jawab, jadi aku harus menjalankannya dengan baik," jawab Axel.
"Bagus kalau begitu. Lalu, bagaimana perasaanmu dengan Charlotte?"
Axel terdiam sejenak, ia bingung harus berkata apa kepada ibunya, karena sesungguhnya perasaannya kepada Charlotte masih hambar, dan juga ia merasa kehampaan di dalam rumah tangganya itu. Balik lagi, semuanya karena Axel masih menyimpan perasaan kepada seseorang yang belum tersampaikan.
Ibu Axel bisa membaca dari gerak-gerik anaknya, ia tahu jika Axel masih belum bisa menerima istrinya. Namun, mereka sudah menikah cukup lama, dan tidak ada alasan bagi Axel tidak bisa mencintai Charlotte. Mereka sudah tinggal satu istana, lebih tepatnya adalah satu kamar, tidak mungkin Axel sama sekali tidak tergoda kepada wanita secantik itu.
"Apakah ada sesuatu yang mengganjal dalam hatimu?" tanya sang ibu. "Apakah harus menunggu ayah dan ibu tiada, baru kau memberikan cucu kepada kami?"
Axel langsung menatap ibunya, ia benar-benar tidak bisa mendengar kedua orang tuanya mengatakan seperti itu. Axel juga tidak bermaksud untuk menunggunya terjadi sesuatu kepada kedua orang tuanya.
"Jika kau tidak memiliki keturunan, kerajaan akan diambil alih oleh keluarga ayahmu yang lain. Kau tahu apa artinya itu? Nirwana akan terancam runtuh, dan sudah pasti kota-kota besar akan dengan mudah dijual, dan diserahkan demi uang karena mereka sangat serakah," lanjut sang ibu.
"Aku paham apa yang Ibu maksud, namun semuanya pasti butuh proses, Bu."
Axel mencoba untuk meyakinkan ibunya dengan situasi yang sedang ia jalani saat ini. Namun, ia juga tidak bisa jujur tentang perasaan yang hampa kepada Charlotte.
"Sampai kapan lagi prosesmu itu akan berjalan? Ingat, ayahmu sakit-sakitan, dan ibu sudah semakin renta."
Axel menghembuskan nafasnya dan tidak bisa lagi berkata-kata. Ia hanya bisa menundukan pandangannya untuk menyembunyikan rasa bersalahnya itu dari sang ibu.