Chereads / KORBANMU / Chapter 17 - Tak Menentu 4

Chapter 17 - Tak Menentu 4

Berulang kali dengan perasaan yang tak menentu membuat Eleora merasa jengkel sendiri.

Bertepatan akan mengambil uang di mesin ATM malah yang ada justru melihat om Oje di sana.

Gadis polos itu telah berpikiran bahwa ia enggan bertemu dengan pria sawo matang yang dirasanya cukup risih.

Selang beberapa waktu telah menunggu membuat Eleora akhirnya pun turun.

Usai mengambil beberapa uang di ATM ia pun segera kembali dan menuju ke pasar.

Bi Atun sang pembantu rumah tangga yang baru telah melakukan pembelajaan, sementara Eleora menunggu dibuatkan cukup bosan.

"Lebih baik aku menyusul saja."

Menyusul membuntut bi Atun telah membuat Eleora jauh lebih nyaman.

Eleora yang kali pertama di pasar dibuat senyum-senyum karena cukup begitu ramai.

"Astaga, seumur hidup aku belum pernah ke pasar dan ini kali pertama buat aku takjub."

"Loh, non Eleora menyusul? Kan tadi bibi sudah bilang kalau di taxi saja."

"Udah enggak papa kok, bi. Ya lagian bosan di dalam taxi terus."

Mereka berdua pun berjalan menyusuri pasar untuk membeli beberapa sayur maupun juga lauk.

Selesai dari pasar telah mengantarkan Eleora ingin menuju ke apartement sang mama sementara waktu.

Eleora yang telah diberikan kunci kamar juga dipercayai tempat itu.

"Pak, kita ke apartement mama saya dulu ya?"

"Mana itu, dik?"

"Jalan saja dulu, em ya nanti aku kasih tahu."

"Baik, dik."

Perjalanan menuju ke apartement dan bahkan diantaranya mencoba terus dicoba jika mengenai pengambilan surat laboratorium harus bersama orang tua.

Dikarenakan itu dia yang mencoba menghubungi mama Merry maupun papa Argadana hanya berbuah sia-sia belaka.

"Ini, pak bayarannya."

"Terima kasih, dik."

"Iya, pak. Sama-sama."

Turun dan segera menuju ke apartement malah melihat sebuah pemandangan tak mengenakan.

Om Oje yang hanya memakai boxer tidur di ranjang bersama sang mama.

"Apa-apaan ini?"

"Eleora?"

Mama Merry terkejut ketika Eleora anaknya datang tanpa sebuah kabar terlebih dahulu.

Tangan mamanya pun ditarik sedikit menjauh dari kamar maupun juga bi Atun.

Gadis polos itu merasakan cukup kecewa, ia hanya mengetahui bahwa mama Merry masih menjadi istri dari papa Argadana.

"Aku, awalnya sama sekali tidak tahu akan apa yang mama lakukan kepada papa. Tapi, sekarang semua sudah jelas di mata kepalaku sendiri kalau mama melakukan ini."

"Mama bisa jelaskan ini semua Eleora, tapi aku mohon dengarkan penjelasan mama."

"Maaf, ma. Aku butuh waktu akan hal ini terlebih dahulu."

"Eleora, Eleora! Dengarkan penjelasan mama dulu! Eleora, Eleora!"

Hatinya cukup begitu kecewa namun yang ada dia pun juga mengurungkan niat.

"Kita balik saja, bi."

"Loh, kita enggak jadi menginap di tempatnya mamanya non Eleora?"

"Sudah enggak usah bahas ini, aku ingin kita segera pulang dan bibi langsung memasak."

"Baik, non."

Hatinya begitu teriris bahwa akan apa yang dikatakan oleh Sonya ternyata benar.

Perselingkuhan yang dilakukan mama Merry sama sekali tak bisa dimaafkan, tetapi dia juga bingung jika mengenai sakitnya orang tua belum diketahui.

Tiba di rumah papa Argadana ia pun telah memilih menuju ke kamar.

Menangis sebagai pengungkapan yang sesungguhnya, tetapi di samping itu juga dia semakin tertekan.

"Aku tidak tahu harus melakukan apa sekarang? Mama, kenapa mama melakukan ini kepada papa dan aku? Ah! Gila, super gila!"

Terus menerus air mata itu menetes tiada hentinya dan bahkan keluar setetes darah di hidungnya.

Kepalanya merasa pusing dan dicobakan untuk berhenti memikirkan akan apa yang membuatnya semakin sakit.

'Tok, tok. Tok.'

"Non, non Eleora. Makanan sudah jadi, non."

"Iya, bi. Sebentar lagi."

"Non Eleora tidak papa?"

"Iya, aku baik-baik saja."

Kepalanya masih begitu cukup pusing, tetapi dia sendiri tidak mau dilihat sakit di mata orang lain.

Dengan sejenak istirahat dan merasa tidak pusing akhirnya Eleora keluar dari kamar.

Ia yang menuju ke meja makan malah merasa semuanya semakin terhuyung-huyung.

Matanya begitu sayu dan tidak sengaja ia justru menabrak meja cukup keras.

"Astaga, non Eleora. Non, maaf bukan maksud bibi memerintah atau apa. Ya lebih baik, non Eleora cerita sama mama dan papanya non Eleora."

"Enggak usah, aku cuman sakit biasa kok. Oh iya, aku minta bibi enggak usah cerita sama papa Argadana."

"Tapi, non? Kalau sakit non Eleora benar parah bagaimana? Bibi merasa bersalah nanti."

"Sudah, bibi enggak usah merasa bersalah. Sekarang kita makan bersama-sama."

"Baik, non Eleora."

Menjamu makanan di meja bersama-sama masih menjadikan ia terpikirkan semuanya.

Kekecewaan yang telah dilakukan mama Merry masih terselubung dipikiran.

"(Kenapa masalah seperti ini orang lain yang lebih dahulu mengetahuinya, kenapa bukan aku yang lebih dahulu?)"

Mengambil makanan di meja dan malah melamun membuat bi Atun seketika menghentikannya.

Piring telah diletakkan dan kedua tangan menyangga kepala.

Kepala tidak kunjung berhenti akan memikirkan masalah orang tuanya, tetapi ia sendiri tak tahu juga harus melakukan apa.

"Non, bibi memang belum menikah dan belum punya anak. Tapi, bi Atun sama sekali tidak mau lihat non Eleora jadi sedih begini."

"Aku sama sekali tidak sedih kok, bi. Aku hanya lemas saja, ya habis ini aku ingin segera istirahat. Bibi temani ya?"

"Iya, non."

Hati yang kecewa telah bertambah merasa kesepian ketika tidak ada seorang menemani lagi.

Terus dan terus memikirkan ini semua malah membuat Eleora tiba saja tersedak.

Bi Atun yang cukup begitu cekatan telah membantu Eleora mengambilkan minum maupun juga mengelus dadanya.

Gadis itu merasa jika dirinya belum bisa dikatakan anak baik jika semua masalahnya diatasi dengan tangannya sendiri.

"Non, non Eleora mikirin apa?"

"Tidak ada apa-apa kok, ya aku hanya mikirin sesuatu yang seharunya tidak aku lakukan."

"Sudah tahu begitu, kenapa non Eleora melakukan itu? Sudahlah non, non Eleora jangan begini terus."

"Entahlah, bi. Jujur aku sama sekali tidak mengerti harus apa, ya sudah aku mau balik ke kamar dulu. Nanti bibi menyusul ya? Selesai semuanya."

"Iya, non Eleora."

Eleora menuju ke kamar dengan kondisi masih begitu tak mempercayai semuanya.

Rasa kecewa telah bersarang di hatinya. Ia merasa cukup terpukul dan bahkan juga diantaranya sangat marah.

Duduk di ranjang dengan menatap bingkai foto bersama dengan keluarga dan mengambilnya.

"Dulu kita sangat bahagia dengan canda tawa satu sama lain, jujur aku merindukan ini. Pa, ma... Eleora tidak membutuhkan kekayaan semuanya, aku itu hanya butuh kalian saja di sini menemaniku."

Eleora menangis dengan mata menatap begitu dalam bingkai foto dan bahkan diantaranya hidung kembali meneteskan darah.

"Pokoknya lebih baik aku menyiman rasa sakit ini saja dulu, aku tidak tahu sampai kapan pastinya yang pasti aku harus menjadikan mama dan papa kembali lagi."