"Mas, kita mau kemana?" Naraya menahan lengan Mas Tirta saat dirinya ditarik masuk ke dalam sebuah gedung melalui belakang panggung.
Naraya tahu ini akan masuk ke area mana, hanya saja dia tidak tahu kenapa Mas Tirta mengajaknya masuk ke area terlarang untuk para penonton seperti dirinya.
Mas Tirta berbalik dan hanya mengulas senyum tipis untuknya. "Kita ketemu orang spesial. Pasti lo bakal suka."
Saat keduanya sudah berada di sebuah ruang tunggu, dari tempatnya berdiri, Naraya bisa melihat sebuah pintu yang bertuliskan nama The Heal. Dia menatap pintu tersebut lamat-lamat. Apakah yang ada dalam pikirannya sekarang ini benar akan terjadi padanya sebentar lagi?
"Mas," panggil Naraya dengan sedikit berbisik.
Mas Tirta yang sedang sibuk dengan ponselnya langsung menoleh. "Ya?"
"Kita ngapain di sini? Ini bukan tempat yang bisa kita masuki dengan sembarangan, lho," ucap Naraya takut.
Mas Tirta malah kembali tersenyum. Naraya semakin kesal jadinya karena Mas Tirta yang hanya terus-terusan tersenyum saat dirinya sedang was-was seperti ini.
"Tenang aja, Naraya. Kita ada keperluan di sini, kok," balas Mas Tirta santai.
Alis Naraya saling bertautan ketika Mas Tirta malah terlihat santai. Tidak berapa lama kemudian, datang seorang laki-laki yang umurnya mungkin sepantaran dengan Mas Tirta. Laki-laki tersebut dengan senyum semringahnya mendekati Naraya dan Mas Tirta.
"Udah lama, Mas?" tanya laki-laki tersebut sambil berjabat tangan dengan Mas Tirta. Mereka terlihat sangat akrab.
Mas Tirta menggeleng sejenak. "Nggak, kok. Jadi, gimana? Bisa, kan?"
Laki-laki tersebut langsung mengangguk mengiyakan pertanyaan Mas Tirta yang tidak bisa dimengerti Naraya. Karena penasaran, Naraya melayangkan tatapan tanya kepada Mas Tirta, tapi lagi-lagi hanya dibalas dengan senyuman.
"Ini yang mau ketemu, ya?" tanya laki-laki tersebut sambil menunjuk Naraya.
"Iya. Oh, iya, Naraya, kenalkan ini Bang Arnan, dan Bang Arnan kenalkan ini Naraya," ujar Mas Tirta.
Laki-laki bernama Bang Arnan itu pun langsung mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Naraya. Dengan sedikit kaku, Naraya pun membalas uluran tangan tersebut sambil tersenyum.
Setelah itu, Bang Arnan pamit dan masuk ke pintu yang bertuliskan nama band kesukaan Naraya. Kerutan di dahi Naraya kembali tercetak saat melihat hal tersebut.
"Bang Arnan itu siapa, Mas?" tanya Naraya akhirnya karena sudah tidak tahan dengan pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepalanya.
"Managernya The Heal," jawab Mas Tirta santai.
"APA?!" pekik Naraya.
"Santai dong, Nar. Jangan teriak-teriak gitu, dong. Bisa diusir beneran, nih, kita."
"Kenapa Managernya The Heal bisa kenal sama Mas?" tanya Naraya lagi.
"Ya emang kenapa? Nggak bisa gitu gue kenal dan temenan sama Manager mereka?" balas Mas Tirta sedikit sewot.
"Bukan gitu maksud gue, Mas. Maksudnya tuh, kenapa bisa?"
"Eh, itu mereka." Bukannya menjawab pertanyaan Naraya, Mas Tirta malah memalingkan wajah Naraya untuk menghadap ke arah pintu yang bertuliskan The Heal.
Mata perempuan itu seketika membola saat mendapati dua personil The Heal berjalan di belakang Bang Arnan dan mendekati dirinya dan Mas Tirta. Tubuhnya semakin menegang saat Bang Arnan beserta Lengkara dan Batara berdiri tepat di hadapan Naraya.
"Napas, Nar," bisik Mas Tirta. Sedetik kemudian Naraya langsung tersadar dari keterkejutannya.
"Eh, Mas Tirta, kok nggak masuk aja, sih? Kayak siapa aja, deh." Yang berbicara dengan Mas Tirta itu adalah Lengkara, Leader dari The Heal.
Naraya sontak melirik Mas Tirta tidak percaya. Dia tidak percaya kalau saat ini dia sedang melihat seorang Lengkara yang sedang berbicara akrab dengan Mas Tirta.
Karena bingung dengan situasi yang sedang dia hadapi sekarang, Naraya pun tidak tahan untuk tidak menyikut lengan Mas Tirta dan meminta penjelasan.
Mas Tirta meringis dibuatnya, tapi selanjutnya langsung bersalaman dengan Lengkara dan Batara.
"Nggak enak, Kar. Ini gue lagi bawa bayi soalnya," ucap Mas Tirta sambil menunjuk ke arah Naraya.
"Bayi? Orang segede gini kok dibilang bayi. Pasti manja, ya?" itu Batara. Pianis itu seperti meledek Naraya. Tapi, karena Naraya yang masih belum paham dengan situasi yang terjadi, dia pun tidak menanggapi gurauan Batara itu.
"Iya, nih. Gue bawa bayi yang demen banget sama kalian semua. Jadi boleh, kan, gue ngajak dia buat ketemu kalian?"
"Hah?!" kaget Naraya sambil menatap bingung ke arah Mas Tirta.
"Hah-hoh-hah-hoh aja lo. Ini gue udah wujudin salah satu wishlist lo buat ketemu mereka," balas Mas Tirta.
"Jadi ini yang kata Aksa pengen ketemu?" tanya Lengkara menatap Naraya.
Mas Tirta kembali mengangguk. Dia membenarkan pertanyaan Lengkara, tapi Naraya tetap saja tidak paham dengan hal itu. Dia merasa seperti anak tersesat saat ini. Dia tidak tahu kenapa bisa Mas Tirta bisa membawanya bertemu dengan anggota The Heal dengan begitu mudahnya.
"Gue panggil anak-anak yang lain dulu, ya, Mas," ujar Batara kemudian berbalik ke ruangan tadi. Tidak lama dia kembali dengan tiga personil lainnya. Hal itu sempat membuat Naraya menahan napasnya untuk beberapa detik karena melihat anggota The Heal dalam jarak sedekat ini.
Karena terlalu terkejut dengan semua orang yang sudah mengelilinginya, Naraya mundur satu langkah dan bergeser ke Mas Tirta, seperti ingin berlindungan di punggung laki-laki itu.
"Mas," bisik Naraya. Dia juga sudah menggenggam erat tangan Mas Tirta. Kejadian ini begitu tiba-tiba. Dia tidak mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan orang-orang ini.
Mas Tirta awalnya senang melihat keterkejutan Naraya, tapi melihat Naraya yang sudah menggenggam erat tangannya, dia pun ingat dengan trauma gadis itu. Untuk beberapa detik dia merutuki dirinya dalam hati karena lupa akan hal tersebut.
"Tenang. Mereka itu bagian hidup lo, jadi nggak ada hal yang perlu lo takutin dari mereka," ujar Mas Tirta sedikit berbisik untuk menenangkan Naraya.
"Jadi ini yang katanya pengen ketemu kita?"
Walaupun Naraya sedang panik, tapi dia tahu siapa yang bertanya itu. Dia adalah personil yang paling bungsu. Kalau dilihat langsung dengan jarak sedekat ini, laki-laki yang bernama Senandika itu lebih tampan dan imut, menurut Naraya.
"Iya, nih. Namanya Naraya." Mas Tirta sedikit menarik tubuh Naraya agar berdiri sejajar dengannya. Tapi, dia tidak melepas genggamannya dari tangan Naraya.
"Halo, senang ketemu sama lo. Lo tahu siapa gue, kan?" Laki-laki yang diketahui Naraya sebagai Ekamatra itu langsung mengulurkan tangannya ke hadapan Naraya.
Beberapa detik tangan tersebut hanya menggantung di udara tanpa ada balasan. Karena merasa suasana perlahan berubah canggung karena Naraya yang belum membalas uluran tangan Ekamatra, Mas Tirta pun memaksa Naraya untuk bersikap biasa dan membalas jabatan tangan setiap anggota.
"Na—nara," balas Naraya kaku.
"Maklum, ya, guys. Kalau ketemu idol pasti gini, kan? Gugupnya setengah mati," ujar Mas Tirta untuk menutupi kepanikan Naraya.
Naraya menerima satu-persatu uluran tangan dari semua personil The Heal. Saat ini pikirannya benar-benar berkecamuk. Dia merasa panik karena harus berhadapan dengan para lelaki ini dengan tiba-tiba dan juga dia tidak menyangka karena bisa bertemu dengan The Heal sedekat ini.
Naraya pun akhirnya melakukan ritual seorang fans ketika bertemu idolanya. Mulai dari meminta masing-masing dari mereka menandatangani album keluaran terbaru yang diberikan Dokter Hendra. Kemudian dilanjutkan dengan foto bersama. Dan Naraya diberi kesempatan untuk foto satu-persatu dengan para personel.
***
Berulang kali Naraya mengucapkan terima kasih kepada Mas Tirta saat mereka berpisah tadi. Meskipun sempat merasa panik, tapi akhirnya Naraya bisa melewatinya dengan tenang. Dia sangat senang karena Mas Tirta benar-benar mewujudkan salah satu wishlistnya. Itu adalah permohonan untuk pertama dan terakhir kalinya. Dia benar-benar ingin bertemu secara langsung dan foto bersama dengan para personil The Heal sekali saja dalam hidupnya. Dan malam ini Mas Tirta mewujudkan hal itu.
Kebahagiaan Naraya itu tidak pudar bahkan dirinya sudah masuk ke kamarnya, yang ternyata ada sahabatnya, Wanodya.
"Kenapa lo senyum-senyum gitu? Seneng banget, ya, ngedate sama Mas Tirta?" tanya Wanodya sedikit keki. Pasalnya dia sudah menunggu kepulangan Naraya sejak dua jam yang lalu.
Naraya hanya terus-menerus memperlebar senyumannya. Hal itu membuat Wanodya kebingungan melihat tingkah aneh sahabatnya.
"Woy! Kenapa lo? Kesambet setan di konser?"
"Aduh, Dya. Lo kok kayak iri banget liat gue seneng gini," ketus Naraya saat tidak terima kepalanya dilempari guling oleh Wanodya.
"Gue bukan iri, bege. Tapi berusaha menyadarkan lo dari ketidawarasan akibat jalan sama Mas Tirta," cibir Wanodya.