[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Karya orisinil Ookamisanti_ jikapun ada kesamaan mohon maaf dan mungkin tidak sengaja.
><><><
"Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu," ujarnya. Aku mengernyitkan dahiku. Dengan malas aku menyuruhnya masuk. Aku berjalan menuju ke sofa dan membaringkan tubuh di sana. Ia pun mengikutiku dan duduk tak jauh dariku.
"Mamamu meminta agar kau menerima tawaran tampil di televisi itu." Aku mengernyitkan dahiku mendengar ucapannya. Aku memang pernah mendengar jika aku mendapatkan penawaran untuk bernyanyi di acara televisi, bahkan ada pula yang memintaku untuk berakting film. Sayangnya aku tak tertarik dengan hal itu.
"Aku sibuk dan tidak bisa menerima tawaran itu. Tolong beri tahu mama!" jawabku tanpa menoleh.
"Aku sudah menduga jika kau akan menjawabnya seperti ini. Kalau kau menolak dia akan menemuimu dan membicarakannya," ucapnya membuatku menggeleng pelan. Apakah aku harus terus mengikuti semua keinginannya? Cih! Aku sudah muak mendengar semua perintah mama. "Aku tahu kau tidak suka jika dipaksa seperti ini, tapi demi kebaikan lebih baik kau menuruti semua permintaan mamamu. Mungkin itu adalah hal yang terbaik untukmu saat ini."
Seketika aku mengepalkan kedua tanganku, merasa kesal dengan perkataan wanita di depanku ini. Aku pun bangkit dari rebahanku dan menatapnya tajam lalu menjawab, "Terbaik? Apakah dengan mengikuti semua perintah orang tuaku, aku akan baik-baik saja? Nyatanya semakin lama aku semakin gila. Mungkin lebih baik aku mati saja daripada harus menjalani hidup seperti ini."
"Jangan berkata seperti itu. Bagaimanapun juga mereka tetap orang tuamu. Mereka selalu ingin memberimu semua hal terbaik yang bisa mereka lakukan."
"Dengan memaksaku melakukan banyak hal yang tidak ku sukai selama beberapa tahun? Apa itu hal yang disebut terbaik hah?" balasku.
"Bukan begitu, Rei. Aku tahu kau tertekan. Me-"
"Semua yang mereka lakukan bukanlah hal yang terbaik, melainkan mereka ingin aku mati secara perlahan dengan membuat batinku tersiksa sampai-sampai aku harus mengalami sindrom itu. Tante tidak tahu bagaimana tidak pedulinya mereka saat aku merasakan sakitnya tersiksa tubuh dan batinku, bukan? Makanya jangan menyimpulkan bah-" Ucapanku terhenti saat aku merasakan hal aneh. Seketika aku membelalakkan mata ketika bayangan-bayangan gila di masa lalu mulai berputar kembali di benakku. Memori itu mulai memutari otakku, memaksaku untuk mengingat semuanya. Aku segera menekan kepalaku dengan kuat agar memori itu hilang. Namun, rasanya percuma saja memori itu terus memutar, memutar dan memutar tanpa henti bahkan penglihatanku tentang memori itu semakin jelas. Lagi-lagi sindrom ini muncul di saat yang tidak tepat.
"AAARRRGGGHHH ...," teriakku dengan keras. Ku jambak rambutku sekuat mungkin. Ku pukul kepala ini dengan keras. Mencoba menghilangkan rasa sakit itu.
"REI, ADA APA?" tanya Shiori dengan nada bicara yang panik. Aku tak peduli. Semakin lama rasa sakit di kepalaku semakin menjadi. Sial! Telingaku berdenging dengan keras, ditambah kepalaku rasanya sakit dan berat.
"Minum obat ini, Rei!" Shiori memberikanku sebuah obat. Dengan cepat aku meminum obat itu. Tak lama kemudian, bayangan-bayangan itu mulai memundar secara perlahan, menghilang dari otakku. Aku menghentikan aksiku dan terduduk lemas. Sial, tubuhku bergemetar hebat, keringat dingin dan rasanya begitu letih. Kini aku mulai sedikit lebih tenang.
"Rei, kau terlalu memikirkannya. Cobalah untuk melupakan memori pahit itu dan lebih baik kau beristirahat saja." Aku pun membaringkan tubuhku lalu menghela nafas berat sembari menutup mata. Mencoba mengatur nafas yang sedari tadi terasa sesak.
"Jangan diingat, Rei! Itu akan membahayakan dirimu sendiri," oceh wanita itu. Ah, dia terlalu banyak bicara.
"Jad-"
"Tinggalkan aku! Aku hanya ingin sendiri," tukasku tanpa menoleh.
"Baiklah. Jika kau butuh sesuatu, panggillah aku!" Aku menghela nafas beratku lagi. Ya, seperti inilah aku. Merasakan sakit kepala yang luar biasa dan rasa ketakutan yang mungkin saja mengganggu mentalku, sampai-sampai aku harus melakukan hal yang tidak-tidak seperti tadi. Memukul kepalaku sendiri dengan keras. Aku melakukan hal itu karena memang ingin melupakan kejadian buruk di masa laluku, tapi ya sudahlah, lupakan. Aku sudah merasa lebih baik. Aku pun menutup mataku, mencoba mengistirahatkan tubuh ini/
***
Nama lengkapku Reizero Rizer. Aku memiliki mata abu-abu, kulit putih, dan memiliki rambut pendek berponi berwarna putih. Rambutku memutih saat umurku 12 tahun. Saat itu aku tengah merasakan depresi, trauma berat, dan ketakutan yang luar biasa. Di saat itu aku mengalami yang namanya Syndrome Marie Antoinette. Sindrom ini adalah penyakit di mana pemutihan rambut yang terjadi secara tiba-tiba. Penyebabnya yaitu karena aku merasa trauma berat, stres yang berlebihan, rasa kesedihan dan ketakutan. Maka terjadilah sindrom itu. Entahlah, aku cukup tak mengerti. Karena, sejak rambutku memutih tak ada yang membawaku ke dokter untuk meminta penjelasan yang lebih rinci lagi.
Kini aku tinggal di Hokkaido, Jepang. Lebih tepatnya di Sapporo. Aku bekerja sebagai direktur utama untuk menggantikan papaku di perusahaannya. Aku dipaksa bekerja di sana oleh papaku sendiri, berbagai cara ia lakukan agar aku menjadi pemimpin perusahaan itu. Ia mengajariku bagaimana cara menjadi seorang pemimpin, berbicara sopan saat rapat dan cara mengatasi masalah-masalah yang ada di perusahaan. Semua tentang perusahaan ia ajarkan padaku. Bahkan ia menyewa beberapa guru privat dalam bidang keperusahaan untuk mengajariku banyak hal. Jika aku menolak dan malas-malasan, maka aku akan disiksa dan dicaci maki olehnya. Saat itu usiaku masih dibilang belum cukup untuk mengetahui berbagai macam perusahaan, waktu itu umurku masih 7 tahun. Papa akan benar-benar emosi jika aku melewatkan satu saja materi pembelajaran itu, ia akan menyiksaku satu hari penuh tanpa berhenti.
Bukan hanya papa, mamaku pun sama. Mereka sama-sama menyiksaku. Saat itu mama memintaku untuk menjadi seorang penyanyi. Mama terus menerus mengajari vokal agar suaraku bagus. Bahkan ia menyewa guru vokal untuk melatih suaraku. Siang malam terus ku lakukan sampai suaraku hampir habis. Jika aku menolak ataupun diam maka mama akan memukulku dengan keras. Bahkan saat suaraku habis, mama tetap memaksaku untuk berlatih. Saat itu suaraku memang benar-benar hilang, dengan tanpa perasaan mama memukul pita suaraku agar suaraku kembali. Bahkan ia mencekik leherku. Berbagai cara ia lakukan agar suaraku kembali, tapi yang ada aku malah masuk rumah sakit karena kehabisan oksigen akibat cekikannya yang terlalu kuat. Saat di rumah sakit pun, mama terus memaksaku untuk berlatih.
Bersambung ...
><><><
ATTENTION : [ Please, jangan lupa tinggalkan komentar dan collection! ]
Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!