Chereads / Mafia Girl and the Bad Boy / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Raynelle adalah putri tunggal dari keluarga Jackinson dia tak memiliki saudara yang lain sedangkan ayahnya adalah seorang yang sangat di segani baik dalam dunia klan hitam atau dunia terbuka.

Ayah Raynelle, Thony Jackinson, adalah pria 50 tahun namun karena sudah tidak bisa memiliki keturunan lainnya, Thony menjadikan Raynelle sebagai satu-satunya penerus yang dia harapkan untuk melanjutkan bisinis.

Saat usia Raynelle baru empat tahun, Thony sudah mengajarkan bagaimana kejamnya dunia yang di naungi oleh keluarga mereka sejak turun temurun, banyak musuh berkeliaran di sana sini dan Thony tidak ingin keturunan terakhirnya dihabisi oleh musuh.

Alhasil Raynelle kecil sudah dilatih dengan keras bagaimana caranya bertahan hidup di dunia yang di jalani oleh ayahnya, keras dan penuh bahaya.

Suara langkah kaki yang beradu dengan lantai keramik putih menjadi peringatan untuk orang-orang agar menyambut suara langkah kaki penuh kekuasaan. Raynelle berdiri di depan ayahnya sedangkan di kanan kirinya pria-pria berseragam hitam berdiri tegak.

"Apa kau senang bisa belajar dengan baik hari ini?" tanya Thony.

Raynelle dan memainkan rambutnya sebelum ia ikat tinggi, "Tidak begitu buruk, hanya ada beberapa semut-semut kecil pengganggu."

"Apa kau membiarkannya begitu saja?" Thony duduk di kursinya menatap putri tunggalnya.

"Tidak akan seru jika aku langsung menghabisinya sekarang." Raynelle tersenyum miring kemudian memperbaiki ikat rambutnya dan berdiri di tengah matras hitam setinggi dua senti yang cukup luas di tengah ruangan tersebut, pria-pria kekar yang mengelilingi tempat itu menatap Raynelle.

Raynelle melakukan perenggangan tangan dan leher, di tempat itu hanya dia satu-satunya perempuan, kemudian pria kekar yang hanya memakai singlet hitam sebagai atasan mendekati Raynelle dan berdiri di depan Raynelle.

Thony menuangkan minuman ke gelasnya untuk menonton latihan putri kebanggannya. Tidak masalah tidak memiliki putra sebagai calon penerus karena seorang putri pun juga dapat membuat keinginannya tercapai dengan cara melatih Raynelle dengan keras.

Raynelle mengambil ancang-ancang sebelum perkelahian antar Raynelle dan pria yang menjadi lawannya di mulai.

"Kerahkan semua kekuatan Kalian, jangan karena Raynelle adalah perempuan kalian tidak tega untuk menyakitinya." seru Thony dengan santainya mengadu putri kandungnya sendiri pada para pria untuk bertanding kekuatan berkelahi.

"Apa yang ayahku katakan benar jangan menahan kekuatanmu untuk menyerangku." ucap Raynelle tidak keberatan.

Pria di depan Raynelle mengangguk kemudian latihan pun di mulai layaknya pria sesama pria tanpa memandang jika Raynelle adalah seorang gadis 20 tahun. Raynelle sudah biasa dengan latihan kasar sejak kecil bahkan patah tulang pun sering dirasakannya sehingga Raynelle terbiasa dengan rasa sakit yang pernah dia terima.

Pertarungan satu lawan satu terjadi sangat sengit, saling melayangkan pukulan satu sama lain namun Raynelle dengan gampang melumpuhkan pria tadi, Thony yang duduk di singgasana menyuruh beberapa orang yang lebih kuat untuk menyerang Raynelle sekaligus.

Bukannya menolak, Raynelle malah tersenyum, dia menganggap ini adalah permainan paling seru yang pernah ia mainkan, gerakan yang dilakukan oleh Raynelle sangat cepat dan kuat namun tetap saja Raynelle sempat mendapatkan beberapa pukulan.

Tiga orang menyerang Raynelle sekaligus, dua pukulan dari mereka berhasil membuat Raynelle jatuh tapi tidak sepenuhnya kalah, gadis itu segera bangkit dan melanjutkan latihan untuk menunjukkan pada Thony jika Raynelle adalah gadis yang kuat.

Nafas Raynelle terengah engah dengan posisi sedikit bersimpuh setelah berhasil menjatuhkan semua pria lawan nya sambil tersenyum lalu menatap Thony, "Apa aku sudah memberikan pertunjukan yang bagus di depanmu?" kata Raynelle sembari mengusap darah yang keluar dari ujung bibirnya.

Thony meletakan gelas ke meja untuk menghampiri Raynelle, "Kau tidak pernah mengecewakan ayahmu Raynelle, karena kau sudah berlatih dengan baik mari ikut dengan ayahmu ini yang akan memberikan hadiah istimewa untuk hari besarmu."

Raynelle mengangguk mengikuti ayahnya yang akan menunjukan hadiah yang sebenarnya di sebuah ruangan khusus dipenuhi oleh banyak senjata, Raynelle terlihat takjub dengan ruangan tersebut pasalnya baru kali ini ia diperbolehkan masuk kesana.

"Sekarang kau bisa bebas keluar masuk untuk memilih senjatamu sendiri, kini kau resmi berumur dua puluh tahun dan berhak memiliki ruangan ini." ucap Thony.

Raynelle mengambil salah satu senjata api yang cukup besar, "Apa ini hadiah ulang tahunku?" katanya, Thony mengangguk sambil mengusap kepala Raynelle.

"Kau tau apa yang ayah lakukan selama ini bukan? Dunia yang kita jalani berkali lipat lebih kejam, jika tak pandai menjaga diri dari musuh maka kita akan berakhir seperti keluarga yang lainnya, yaitu tewas oleh senjata para musuh jika tidak berusaha untuk bertahan."

"Kamu sudah memperingatiku untuk terus berhati-hati pada siapapun dan itu tidak akan pernah terlupakan olehku." Raynelle memegang senjata apinya seakan ingin membidik sesuatu.

"Identitasmu sebagai putriku jangan sampai bocor setidaknya untuk saat ini," Thony mengambil senjata api dan diarahkan ke depan kening Raynelle, "Atau mereka akan menarik pelatuknya di depan kepalamu seperti ini."

Klick.. Thony menarik pelatuk senjata api yang tidak berpeluru itu, "Saat ini mungkin senjata mereka belum terisi oleh peluru karena mereka tak tau kau adalah putriku, tapi kau harus tetap waspada karena orang di sekitar kita lebih mudah berkhianat untuk menjatuhkan kedudukan kita," katanya sembari menyimpan senjata api tadi ke tempatnya semula.

"Keluarga Jackinson hanya kau yang tersisa, tidak ada yang bisa ayah andalkan selain dirimu atau para sepupumu itu akan ikut bertindak untuk merebut kekuasaan yang harusnya kau miliki," Thony menepuk lengan Raynelle, "Jangan biarkan siapapun mengambil kedudukanmu, bunuh mereka yang berani mengusik ketenaranmu, bagi kita nyawa bukan masalah yang harus dipikirkan untuk menyingkirkan cacing pengganggu."

Raynelle mengangguk paham.

"Akan kulakukan yang terbaik untuk mempertahankan klan Jackinson." jawab Raynelle.

_____

Raynelle menatap pantulan dirinya di depan cermin melihat ujung bibirnya yang membiru akibat latihan yang kemarin dia lakukan, luka kecil tidak akan membuat Raynelle mengeluh, ia sudah merasakan rasa sakit sejak kecil bahkan kerusakan organ dalam pun pernah Raynelle rasakan ketika berlatih. Tubuhnya seolah kini tercipta tahan terhadap bantingan. Namun, tidak ada yang boleh tau jika dirinya adalah pewaris tunggal dari bisnis gelap Klan Jackinson.

Hari ini Raynelle ada kelas lagi jadi untuk menyamarkan luka di bibirnya Raynelle menggunakan krim khusus atau geng Claire akan lebih semangat untuk membulinya.

Saat ini Raynelle masih membiarkan Claire dan kawan-kawan melakukan keinginan mereka sesukanya, yang jelas identitas Raynelle jangan sampai terbongkar.

Begitu tiba di sekolah, tiba-tiba ada seorang pria menghadang langkah Raynelle, Raynelle tidak mengenal pria itu dan lebih memilih untuk mengabaikan dengan terus berjalan.

"Untuk apa kau mengikutiku?" ujar Raynelle tidak senang ketika Chris mengikutinya.

Chris melompat di depan Raynelle menghentikan langkah gadis itu untuk kedua kalinya, "Apa aku salah mendekati siswa yang ada di sini?" jawab Chris dengan senyum menyebalkan di depan Raynelle.

Raynelle memutar bola matanya malas, "Tentu tidak salah, tapi kenapa harus aku yang kau dekati?" Raynelle berkata ketus sembari terus berjalan.

"Aku ingin mengenalmu. Aku Chris, Christian Daughlas." Chris mengulurkan tangan. Raynelle menatap tangan Chris kemudian mengabaikannya.

"Apa untungnya aku mengenal namamu dengan tidak?" kemudian melewati Chris begitu saja, Chris masih bertahan di tempat, namun matanya melihat bahu Raynelle yang semakin menjauh, tak lama Andrew dan Ben datang ikut melihat Raynelle yang mulai menjauh.

"Kau diabaikan?" tanya Ben.

"Dia bukan hanya siswa yang pintar tapi juga dingin," tambah Andrew sembari tersenyum senang, "Siap-siaplah mobilmu akan jadi milikku." lanjut Andrew bangga.

Chris melirik Andrew kesal, "Aku belum kalah karena ini hanya percobaan pertama dan masih banyak percobaan lain untuk mendekatinya." jawab Chris.

Andrew mengedikan bahu, "Kalau begitu berusahalah untuk mempertahankan mobil itu tetap jadi milikmu, taruhan kita punya batas waktu." kata Adrew kemudian pergi bersama Ben sambil tertawa.

Chris sedikit geram dengan Ben dan Andrew tapi Chris justru merasa tidak yakin akan sesuatu, apa benar perempuan tadi tidak mengenalnya? Apa kepopuleran Chris selama ini masih kurang? Perempuan itu pasti sangat ketinggalan informasi sampai-sampai tidak mengenal pria yang paling populer di sekolah ini.

"Tapi tenang saja, aku tidak akan menyerah untuk bisa mendapatkannya, ini menarik karena dia satu-satunya gadis yang tidak mengenalku." gumam Chris dengan yakin.

__

Bersambung...