Ditekurinya kembali, surat panggilan yang mengundang dirinya untuk bergabung menjadi mahasiswa unggulan di sebuah perguruan tinggi negeri favorit. Sebenarnya, tidaklah mengherankan bila ia mendapatkan kesempatan itu. Karena jika melihat semua prestasinya di sekolah, pastilah hal tersebut akan dianggap wajar atau malah seharusnya. Akan tapi, tetap saja anugerah tersebut telah menjadi sebuah kejutan yang langsung saja menyesakkan dadanya.
Selembar kertas yang ada dalam genggaman tangannya itu, kini terasa bagaikan sebuah kunci emas yang dapat ia pergunakan untuk membuka pintu masa depan yang berbeda. Bahkan dengan gembira dan sangat optimis, para guru telah saja secara menyalaminya untuk memberikan selamat serta doa-doa terbaik bagi segala cita-cita yang akan diraihnya.
Ia ingat, bahkan wali kelasnya yang cantik itu tak ketinggalan turut memberi semangat,
"Kamu layak, Indra. Karena segala kepandaian serta bakatmu sangat memenuhi syarat untuk menjadikanmu seorang sarjana tehnik." Demikianlah pidatonya yang sangat indah di telinga, namun terlalu menyayat hati di dalam lubuk perasaan terdalamnya.
---
Nama pemuda itu Indra Perkasa, sangat keren dan bagus bagi warga pinggiran kota seperti dirinya. Atau lebih tepatnya, bagi seorang anak lelaki yang dibesarkan dalam sebuah keluarga serba berkekurangan. Karena nama yang sedemikian luhurnya berdoa bagi sang pemilik, memanglah terkesan begitu indah dan agung di telinga siapapun yang mendengarnya.
Konon katanya, nama tersebut diberikan oleh seorang istri pejabat tinggi yang kebetulan sedang menunggui proses kelahiran anaknya di sebuah klinik yang sama. Karena jatuh hati dengan bayi lelaki bermata cemerlang yang menangis begitu kencang saat pertama kali melihat dunia, orang itupun langsung saja memohon agar diperkenankan memberi sebuah pusaka dalam wujud nama yang akan melekat di sepanjang hidup sang anak lelaki.
Tapi, nama yang memiliki arti sedemikian mendalam itu sepertinya tak cukup sakti untuk merubah kehidupan kedua orangtua sang anak. Karena disaat pasangan tersebut sudah juga memberinya seorang anak perempuan sebagai adik, ternyata nasib keluarga tersebut malah jadi berubah dengan sedemikian cepat. Bahkan hingga akhirnya si anak sulung lulus dari bangku sekolah menengah atas, pun keadaannya masih sama saja.
---
Ayah Indra Perkasa, hanyalah seorang laki-laki yang mencoba peruntungannya dengan merantau ke Jakarta. Yang pada suatu ketika, seluruh harta benda serta status yang ia miliki hilang musnah tak berbekas.
Memang demikianlah kisah keluarganya. Karena saat sang ayah pergi meninggalkan dunia ini, pria tersebut juga sekaligus meninggalkan istri berserta dua orang anak di dalamnya. Dan tak hanya itu saja yang ia tinggalkan, karena sekian banyak masalah berikut segunung hutang yang harus ia lunasi telah turut pula diwariskan pada keluarganya.
Sebagai seorang istri yang baik, Ibunya tak berkeberatan sedikitpun untuk melunaskan seluruh hutang dengan cara menjual semua yang dimiliki. Dan setelah semua masalah sang suami bisa diselesaikan, sang ibu yang bernama Widuri itu pun akhirnya pulang kembali ke desa. Dimana wanita cantik yang dahulunya hidup mapan, kini hanyalah dapat sekedar berusaha keras demi menghidupi keluarganya dari hari ke hari.
---
Dengan rajin serta tekun dan sepenuh kepasrahan, Ibunda Indra membuat kue untuk dititipkan ke warung kecil dan sekolah-sekolah. Perjuangan itupun, haruslah mau ia jalani dengan menggenjot sebuah sepeda tua yang membawanya berkeliling.
Tak hanya itu saja yang dilakukannya, karena sang ibu juga menerima pesanan jahitan baju ataupun pekerjaan kecil seperti tambal menambal celana sobek. Termasuk profesi lainnya yang mungkin dianggap hina, dengan tanpa segan dikerjakan pula disaat ada orang yang meminta bantuan tenaganya sebagai buruh cuci dan setrika.
Namun meski sekuat apapun tenaga yang dikeluarkan untuk berupaya mencari penghidupan, ternyata tidaklah akan pernah cukup untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Katakanlah jika dapat untuk memberi makan dengan kenyang saja, hal itu sudahlah sangat patut untuk disyukuri.
Keadaan yang seperti itu, dengan sedemikian ikhlas telah dijalani oleh semua anggota keluarga Indra tanpa perlu mereka mengeluhkannya pada siapapun. Bahkan, sampai para guru di sekolahnya juga tidak ada yang mengerti sedikitpun bagaimana persis kondisi seorang murid yang bernama Indra Perkasa. Karena tiada seorang pun yang tahu, bahwa bekal yang ia bawa untuk pergi ke sekolah adalah hasil jerih payah keringatnya sendiri. Dan semua uang kecil yang digunakannya sehari-hari, adalah upah pengganti tenaganya ketika mencarikan rumput pakan ternak tetangga. Ataupun, dari honor kecil yang diterimanya saat bekerja buruh setengah harian pada sebuah bengkel kecil di luar jam sekolahnya.
Semua orang di sekolah pastilah tak akan percaya, bila pada kenyataannya ia memanglah sangat berkekurangan dalam hidup keseharian. Sebab bila ditilik dari masalah uang pembayaran hingga buku pelajaran yang dimiliki, tentu saja orang tidak akan pernah mengira tentang apa yang sudah ia lakukan demi bisa membayar semua itu.
Tangan kasar yang diakibatkan oleh pecahnya kulit akibat selalu bersinggungan dengan batu cadas atau pasir saat ia membantu menambangnya, adalah satu hal yang tak pernah ia ceritakan pada satupun temannya. Lalu tentang betapa menyengatnya bau tubuhnya saat harus sesiangan hingga sore membersihkan kandang sapi milik tetangganya hanya demi upah yang tak seberapa, pun tak pernah sedikit saja terungkap pada siapa saja. Karena, hal itu adalah merupakan satu rahasia lain lagi yang tak perlu ia buka pada teman sekolahnya.
---
Apa yang dilakukan dengan semua hal tersebut, adalah satu-satunya cara agar ia mampu bertahan duduk di bangku sekolah tanpa ada seorang pun yang akan menganggapnya berbeda. Terkait hal itu, tentu saja bukan dimaksudkan agar Indra Perkasa terhindar dari hinaan atau anggapan yang merendahkan rekan-rekan satu sekolahnya.
Tidak, bukan itu maksudnya!
Semua itu sengaja dilakukan hanya karena ia sangat paham, bahwa semua teman sekolahnya adalah anak-anak yang baik dan memiliki nurani. Dan karena hal itulah juga, Indra memang sengaja menyembunyikan kekurangannya supaya tak ada seorangpun yang melihat dalam kaca mata belas kasih.
Bukan karena sombong jika anak semuda itu memiliki prinsip yang demikian. Dan bukan pula sebuah kebohongan bagi diri sendiri, bila ia tak menginginkan teman-temannya mengerti bagaimana sebenarnya kondisi hidup pemuda itu. Karena yang ia inginkan, hanyalah agar semua yang ia kenal akan menganggap dirinya setara dalam hal apapun.
Itulah yang ia namakan sebagai harga diri. Karena sejujurnya, pemuda itu memang tak pernah mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Apalagi, bila ia malah harus mengemis-ngemis demi keringanan biaya apapun yang harus dikeluarkan saat berada di sekolah.
Begitulah Indra Perkasa, seorang lelaki muda yang benar-benar bisa menghargai harkat serta martabatnya sendiri. Sebab meskipun ia tak pernah bisa mengumpulkan uang demi kesenangan pribadi, namun ternyata tenaga mudanya sudah cukup mampu digunakan untuk membayar apapun demi menyelamatkan kehormatan diri yang telah menjadi prinsip dalam hidupnya.
Dan semua yang ia lakukan dengan sungguh-sungguh itu, nyatanya telah membuahkan hasil yang memuaskan selama tiga tahun ia belajar di Sekolah Menengah Atas. Terbukti, tak ada seorang pun baik guru maupun murid yang mengetahui keadaan sebenarnya keluarga Indra Perkasa.
Mereka semua memandang jika selama ini ia baik-baik saja dalam masalah keuangan. Karena itulah, tak ada satupun perasaan buruk yang akan menduga. Bahwa, seorang Indra Perkasa akan terlalu sulit memutuskan untuk menerima panggilan kuliah itu. Sementara bila dinilai dari keadaan sesungguhnya, sangatlah mustahil baginya untuk dapat menjadi seorang mahasiswa. Sebab ia masihlah harus berpikir seribu kali lagi, tentang bagaimana caranya mengelola beasiswa yang tidak banyak itu agar bisa digunakan sebagai biaya hidup dan juga kebutuhan kuliahnya.
Tentu saja ia tak perlu susah payah memikirkan pembayaran SPP. Dengan catatan, tentunya semua nilai harus selalu baik. Dimana, hal itu telah menjadi syarat utama agar ia tetap bisa menerima bantuan pendidikan selama berada di bangku kuliah.
Namun bagaimana pula ia akan menutup biaya pondokan serta makan dan pembelian peralatan kuliah? Dan baginya, hal tersebut masihlah perlu harus dipusingkan terlebih dahulu sebelum ia dapat memutuskan.
Belum lagi jika ia menghitung uang transportasi. Bila ditambahi dengan beban itu, pastilah akan semakin tak terhitung lagi banyaknya kekurangan yang harus ditutup jika hanya mengandalkan bantuan beasiswa saja. Karena dukungan dana sejumlah itu, sangatlah minim untuk membiayai hidup seorang mahasiswa di sebuah kota besar.
---
Hingga pada akhirnya, semua itu tetaplah menjadi sebuah keraguan. Yakni, disaat ia mengingat kembali beberapa wejangan serta pesan bijak yang diterimanya dari para guru,
"jangan kecewakan adik-adik kelasmu, Ndra. Peluang mereka untuk mengikuti jejakmu, adalah dengan membuktikan; jika salah seorang siswa sekolah kita telah bisa berhasil dengan baik menempuh studi dalam universitas tersebut," demikian nasehat serta dorongan yang dikatakan oleh Wakil Kepala Sekolah.
"Benar sekali โฆ tunjukkanlah dan buktikan bahwa sekolah kita memiliki murid yang sarat dengan prestasi," ujar yang lainnya lagi.
"Jika kamu tidak mengambil kesempatan ini, atau malah gagal dalam menempuh studi di sana, pastilah akan membuat catatan sekolah kita menjadi terlihat kurang baik," salah seorang guru muda juga ikut menambahkan masukan.
"Percayalah, hanya pendidikan tinggi dan baik sajalah yang akan mampu merubah nasibmu. Bila kau selesaikan masa belajarmu dengan baik dan nilai memuaskan, tak menutup kemungkinan hal itu akan mendatangkan beasiswa lainnya lagi dalam menempuh pendidikan lebih tinggi. Karena entah perusahaan ataupun lembaga pemerintah, pastinya akan melirik prestasimu yang cemerlang itu โฆ" dan, seseorang lainnya lagi menambahkan untuk memberi motivasi.
Kesemuanya itu, tentu saja telah semakin menambah kegalauan hati bagi seorang Indra Perkasa. Karena untuk mengakui bila dirinya tidak mampu, bukankah program beasiswa tersebut telah begitu sangat meringankan bebannya?
Bagi orang biasa, pastilah akan sangat membantu. Sebab biaya-biaya yang ditanggung oleh pemerintah, dengan sendirinya telah hanya menyisakan beberapa porsi ringan saja yang dibebankan pada keluarga mahasiswa. Tentu saja, bila keluarga sang calon mahasiswa bisa dikatakan dari latar belakang yang bukan seperti dirinya ...
Namun, kondisi kehidupan keluarga Indra bukanlah sesuatu yang akan bisa disebut sebagai biasa-biasa saja dalam ukuran batas kewajaran warga masyarakat. Karena bahkan hanya sekedar untuk biaya makan dan membayar biaya sekolah saja, semua anggota keluarga harus membanting tulang dengan sedemikian kerasnya.
***