Adam berjalan cepat menyusuri koridor luas rumah sakit itu.
Informasi dari dokter Shen tadi pagi, bahwa Celsea telah dibawa ke rumah sakit, membuatnya bergegas ingin tahu keadaan putri kecilnya itu.
Dia telah sampai di lantai di mana dokter Shen mengatakan padanya bahwa Celsea dirawat di sana.
Ketika itu, langkahnya berhenti mendadak. Mata biru itu melihat hal menyakitkan lima tahun lalu.
Dokter Shen memeluk Riana.
Ya, itulah kesimpulan yang dikantonginya. Masih sama seperti lima tahun yang lalu, Adam merasa sakit hati.
Tetapi kali ini, ia berusaha menepisnya. Saat ini, Riana bukanlah miliknya. Bukankan pantas jika lelaki lain tertarik padanya?
"Shen." Dengan sengaja, Adam menyapa Shen. Mengganggu momen hangat antara dokter Shen dan Riana.
"Dia di dalam kau boleh melihatnya," ujar sang dokter, sembari setengah melepaskan rangkulannya pada Riana.
Dia kemudian tersenyum pada Riana. Mengusap lembut air mata perempuan itu sambil berucap menenangkan.
"Semua akan baik-baik saja. Tenanglah, Riana."
Riana hanya diam. Sejujurnya, rasa tak nyaman pun ia rasakan sebab Adam tiba-tiba datang dan memergoki mereka. Tetapi Riana kemudian tak peduli.
Toh, dirinya tak ada hubungan lagi dengan Adam. Tak ada yang perlu ia jelaskan, pun ia tak sudi berbicara dengan Adam.
"Aku ... akan melihatnya ke dalam," kata Adam kemudian berlalu.
Riana tak peduli. Hanya dokter Shen yang menanggapi dengan anggukan kepala ringan.
**
"Authoimun," kata dokter Shen menjawab pertanyaan Adam.
Saat ini mereka telah kembali duduk bersama di ruang kerja dokter Shen. Pun kali ini dokter Shen sedikit tak enak hati. Sebab tadi ia terpergok tengah memeluk Riana.
Walaupun seharusnya bukanlah menjadi masalah. Tetapi sedikit banyaknya, ia tahu Adam masih menyimpan rasa pada Riana.
Kalau tak, mana mungkin Adam sampai memohon padanya kemarin?
"Apakah itu sudah lama?" Adam bertanya lagi. Sementara matanya, tampak menelisik pada tingkah dokter Shen.
Dokter Shen memejamkan mata hazel-nya sembari menghela napas.
"Sudah dua tahun yang lalu. Sejauh ini, darah Ansel sedikit membantu. Tetapi kau tahu 'kan Ansel masih kecil. Karena itulah aku mengabarimu meskipun Riana menentangku," jelas dokter Shen lagi.
Sekali lagi, Adam merasa sangat tak berdaya. Riana bahkan tak mau meminta bantuannya, sekalipun nyawa Celsea dalam bahaya.
Sebenarnya, sesakit apa yang Riana rasakan lima tahun lalu?
"Lalu biaya pengobatan Celsea selama ini—"
"Kau jangan meremehkanku!" Sela dokter Shen tajam. "Siapa yang tidak tahu kau pemilik kota ini. Tetapi kau juga harus tahu, ada banyak hal yang orang lain bisa lakukan tanpamu. Bahkan, sesuatu yang tidak bisa kau lakukan," kata Shen menegaskan lagi.
"Riana bekerja keras. Berapapun biaya pengobatan Celsea, dia bisa menanggungnya. Kau tahu, aku juga tidak akan tinggal diam. Tetapi Riana tak mau bergantung padaku," kata dokter Shen lagi.
Adam tercenung. Matanya menatap kosong ketika bayangan tubuh kurus Riana berlalu di pikirannya.
Pantaslah Riana menjadi seburuk itu sekarang. Rupanya begitu banyak beban yang ditanggungnya. Dan semua itu karena Adam Son.
Dia paling tahu siapa Riana. Wanita yang tak semudah itu menerima bantuan lelaki lain. Ya, tentunya karena Shen adalah sahabatnya, karena itu di masa lampau Riana mau meminta bantuan Shen untuk memberinya kejutan atas kehamilannya.
Sayang, semua berakhir sia-sia, bahkan petaka.
"Dari dulu, dia selalu menghitung hutang di setiap bantuan orang yang dia tak mampu. Aku bahkan penasaran, ketika dulu memujaku, apakah dia menghitungnya sebagai hutang juga?"
Adam bergumam nyeri membayangkan bagaimana dia harus membayar setiap hutang kerinduan, kesakitan dan penderitaan yang Riana alami bersama anak-anaknya selama ini.
"Tidak perlu banyak pikiran. Kau harus tenang demi menjaga kestabilan kondisi tubuh dan darahmu. Aku sendiri yang akan mengambil sample darahmu nanti. Percaya padaku, maka Celsea akan baik-baik saja." Dokter Shen berdiri. Dan kembali ke arah mejanya.
"Kau tisak sedang ketakutan, bukan?" tanyanya lagi dengan mengernyit penuh ejekan pada Adam.
"Apa maksudmu?"
"Tidak. Aku hanya ingin beritahu kalau Ansel saja tak berekspresi saat darahnya diambil. Kau ... tidak akan kalah dengannya, bukan?"
Mendengar itu, Adam tampak jengkel.
"Jangan lagi kau berani mengambil darah Ansel. Biar aku saja. Kau tidak boleh lagi melakukan itu padanya." Adam menegaskan suaranya seakan itu adalah sebuah ancaman.
"Itu bukan mauku. Aku hanya menyarankan. Tetapi setelah itu, bahkan Riana tak bisa mencegahnya. Kau tidak tahu bagaimana keras kepalanya putramu."
"Dia pasti seperti Riana." Adam melirihkan suaranya. Sedih karena pada kenyataannya, dia memang tak berada di sisi anak-anaknya dan memastikan pertumbuhan mereka.
"Shen, bagaimana? Riana mau bertemu denganku?" tanya Adam lagi, menagih janji.
Dokter Shen terdiam. Tetapi tak urung dia menoleh pada Adam. Menatap Adam dengan pandangan menilai.
"Ya. Tapi dengan sebuah perjanjian," jawab dokter Shen membuat penasaran.
Adam Son tampak mengerutkan keningnya. Tak disangka, Riana masih sama seperti dulu. Tidak mudah dinegosiasi.
Dan ya, perempuan itu tak jera dengan perjanjian. Padahal, perjanjian yang dibuatnya dengan Adam telah diingkari dan menyakitinya. Sekarang, dia mau membuat perjanjian lagi dengan lelaki itu?
"Perjanjian apa?" Adam seolah menantang.
Dokter Shen pun tak mau buang waktu. Dia menyerahkan selembar kertas pada Adam Son.
"Kesempatan berbicara kalian hanya sekali ini. Ke depannya, tidak ada lagi dengan alasan apapun. Riana tak mau bertemu denganmu sengaja ataupun tak sengaja. Dia akan berpura-pura tak mengenalmu saat kalian tak sengaja bertemu. Jadi, dia minta padamu untuk menganggapnya sebagai orang asing saja. Kau boleh menemui anakmu. Tetapi jika di pertemuan kalian ada dia, kau harus menganggapnya tak ada. Dan jangan cari alasan untuk berbicara dengannya." Panjang lebar dokter Shen membacakan persyaratan yang Riana tuliskan.
"Apa-apaan itu?—"
"Kalau kau setuju dan mau menandatanganinya, dia akan menemuimu nanti. Jika kau tak mau, sekali pun, jangan harap bisa berbicara baik-baik dengannya," tambah dokter Shen lagi, semakin membuat Adam mengepal kuat.
Ya. Adam tahu betul dia yang salah. Dia yang secara gegabah menuduh Riana selingkuh. Tanpa mendengarkan penjelasan Riana memutuskan untuk bercerai.
Tetapi benarkah hukumannya seberat ini? pikir Adam keberatan.
Tetapi tak ada yang bisa dilakukannya. Jika setuju, kesempatan untuk saling bicara tidak akan ada lagi. Tetapi jika tak, kesempatan bicara bahkan tak pernah ada.
"Bagaimana?" Dokter Shen mengejar lagi dengan pertanyaan itu.
Sementara itu, Adam tampak berpikir keras. Rupanya dia benar-benar tak punya pilihan. Riana benar-benar kejam.
Adam menganggukan kepalanya pelan mau tak mau. Terpaksa dalam kejengkelan. Lalu hanya berharap apa yang nanti akan disampaikannya pada Riana, dapat merubah pikiran Riana untuk mau kembali bertemu demgannya.
"Kalau begitu, tandatangan di sini," sodor dokter Shen sambil mengawasi perubahan ekspresi Adam Son.
"Katakan padanya aku mau bertemu sekarang. Di ruang paling atas di hotelku," kata Adam pongah lalu pergi. Dan tentu saja, hal itu membuat dokter Shen berdecak kesal.
Bersambung ....